Panduan awal beternak jangkrik bering
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Pada masa-masa awal belajar beternak jangkrik bering, Om Komo menghadapi banyak kendala dan hambatan. Misalnya, banyak sekali jangkrik yang mati, termasuk induknya. Ada juga induk yang telah bertelur, namun telurnya gagal menetas.
“Ada lagi anakan-anakan jangkrik yang baru beberapa hari menetas, kemudian mati. Banyak sekali kendala yang harus dihadapi pada setiap tingkatannya,” jelas Om Komo.
Tetapi pengalaman merupakan guru paling berharga. Kini semuanya bisa berjalan dengan lancar dan lebih mudah. Jangkrik-jangkrik itu dipeliharanya dalam puluhan kotak dengan ukuran beragam. Ada yang dibuat dari bahan triplek, ada pula yang menggunakan kardus bekas.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Menurut Om Komo, media yang digunakan berupa potongan kertas koran. Makanan utamanya voer BR, divariasi dengan sayuran (untuk pakan basah) seperti bayam, atau limbah sayuran lainnya.
“Yang terpenting, sayuran mesti dalam kondisi bersih dari residu kimia. Pelepah pisang yang disayat kecil-kecil juga perlu disediakan, sebagai minuman untuk jangkrik,” tambah Om Komo.
Jika induk mau bertelur, maka media yang digunakan adalah pasir yang diayak halus, dimasukkan ke dalam tatakan. Kandang dan media telur ini harus sering disemprot embun, agar kondisinya lembab terus-menerus.
“Jika sudah jalan memang sepertinya simpel. Tetapi tetap butuh ketelatenan dan konsistensi dalam merawatnya. Sekarang untuk perawatan rutin, saya serahkan kepada istri yang standby di rumah,” jelas Om Komo.
Jangkrik bering yang layak jual sebagai pakan burung berumur 1 bulan atau masih tlondo, berukuran sekitar 2,5 cm, dan belum keluar bulu.
Sebagian besar pembeli merupakan teman-teman kicaumania di kawasan Solo Raya dan sekitarnya. Ada yang digunakan sebagai pakan burung lomba, namun ada pula yang memanfaatkannya sebagai pakan burung-burung indukan di kandang ternak.
Pelanggan terjauh berasal dari Lombok. Om Komo biasa mengirim jangkrik bering ke Lombok setiap dua minggu sekali.
Sebagian anakan jangkrik tidak dijual, karena harus dibesarkan untuk menjadi indukan baru. Hal ini sangat diperlukan untuk menjaga ketersediaan induk, yang sekaligus menjadi penentu ketersediaan jangkrik-jangkrik siap kirim ke konsumen.
Harga jangkrik bering lebih mahal
Salah satu konsumen Om Komo adalah Om Heru Barca (Solo). Murai batu andalannya, Pedrosa, tidak mau diberi jangkrik biasanya. Maunya hanya jangkrik bering.
“Jadi, kalau saya membutuhkan jangkrik bering bukan sekadar khasiatnya yang berbeda dari jangkrik biasa. Pedrosa dikasih jangkrik biasa memangtidak mau makan. Mungkin baunya berbeda. Jangkrik biasa seperti ada amis-amisnya. Kalau jangkrik bering seperti jangkrik alam, lebih keras dan juga tak berbau,” jelas Om Heru.
Om Heru biasanya membeli jangkrik bering hingga satu bagor, yang berisi setengah sampai 1 kg. Dia meyakini, berkat rajin mengkonsumsi jangkrik bering, murai batu Pedrosa terus moncer dalam even-even di Blok Tengah, khususnya Solo Raya.
Karana kualitasnya lebih bagus daripada jangkrik biasa, wajar jika harga jangkrik bering lebih mahal, bahkan hingga dua kali lipat. Saat ini harga eceran jangkrik bering di Om Komo mencapai Rp 10 ribu per ons. Bandingkan dengan harga jangkrik biasa yang hanya Rp 5.000 – Rp 7.000 per ons.
Setiap hari Om Komo bisa menjual minimal 1 kg jangkrik bering. Itu pun baru melalui pemasaran dari mulut ke mulut, dan terbatas pada beberapa rekannya sesama pemain dan peternak.
“Saya belum berani ekspansi lebih jauh, karena kapasitas produksi masih terbatas. Jadi sampai saat ini belum bisa memasok ke pasar atau kios burung. Apalagi harganya lebih mahal daripada jangkrik biasa,” tandas Om Komo.
Jika Anda tertarik untuk belajar beternak jangkrik bering, kontak saja Om Komo di nomor 0813 9355 2391 atau Pin BB 7408263c. (Waca)
Kembali ke Halaman Awal
Penting: Burung Anda kurang joss dan mudah gembos? Baca dulu yang ini.