Jaya Bayu Farm (JBF) Bekasi yang digarap duet Om Eko dan Om Bayu awalnya hanya beternak lovebird. Sejak dua tahun belakangan ini juga breeding murai baru. Belum lama ini, JBF Bekasi merampungkan kandang baru murai batu, sehingga bertambah 14 menjadi 28 petak kandang.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Menurut Om Bayu yang khusus menangani penangkaran murai batu, semua induk merupakan hasil seleksi ketat, salah satunya eks juara di lapangan. Beberapa induk jantan yang pernah juara adalah Dewa Kipas, Raja Dayak, Black Jack, Petir, dan Kancil.
“Kemarin juga baru beli tiga ekor murai yang berprestasi di latberan, kemudian langsung masuk ke kandang ternak, untuk mengisi kandang-kandang yang baru,” jelasnya.
JBF memang kerap mengganti induk jantan maupun betina dengan materi-materi barunya. Hal ini untuk menambah keragaman produk, namun tetap mengedepankan kualitasnya.
Dengan cara demikian, anakan murai batu produk JBF memiliki peluang besar sebagai jawara di arena lomba. Sekarang hasilnya mulai terlihat. Sejumlah murai hasil ternak JBF yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia mulai moncer di lapangan.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
“Misalnya anakan Raja Dayak yang kini di itangan Om Rio Tambun (Bekasi) sudah berprestasi sejak umur tujuh bulan,” ungkap Om Bayu.
Murai batu Boxer juga moncer di tangan kicaumania yang mukim di Pademangan, Jakarta. Lalu ada pula Tomcat yang kini dimiliki pemain asal Tanah Abang.
Kandang penangkaran murai batu JBF terbilang kokoh dan megah, dibangun pada lantai dua dan tiga, menyatu dengan kantor dan workshop kandang alumunium di Kelurahan Pengasinan, Rawalumbu, Bekasi.
Bangunan megah di atas tanah seluas 600 m2 itu juga dimanfaatkan untuk breeding lovebird. Jika murai batu di lantai dua dan tiga, maka kandang ternak lovebird di lantai bawah.
Setiap petak kandang murai batu memiliki ukuran panjang 2 meter, lebar 1 meter, dan tinggi 2,5 meter. Dinding samping kiri-kanan dan belakang terbuat dari batako. Adapun sebagian dinding terbuka.
“Namun untuk menghalau panas matahari, satu meter dinding bagian depannya tertutup. Sebab kandang-kandang murai kan berada di lantai atas,” kata Om Bayu.
Demikian konstruksi seperti itu, sirkulasi udara tetap berjalan lancar, apalagi di dalam kandang juga dilengkapi bak mandi dan pepohonan rindang dalam pot.
Anakan murai batu yang menetas dibiarkan dalam perawatan induknya selama 7 hari. Setelah itu dipanen dan dimaukkan ke kandang inkubator untuk dirawat awak kandang.
Anakan murai dipasangi ring dengan kode JBF pada umur 2 minggu. Setelah bisa makan sendiri, atau berumur sekitar 1,5 bulan, trotolan murai batu dipindah ke kandang soliter, dan siap untuk dipasarkan.
Selama dalam fase pembesaran, anakan murai batu ini juga menjalani proses pemasteran dalam ruangan khusus. Guru vokal yang digunakan untuk memaster antara lain cililin, cucak jenggot, tengkek, lovebird, kenari, dan sebagainya.
Harga trotolan murai yang sudah bisa makan sendiri dibanderol mulai dari Rp 3,5 juta hingga Rp 5 juta per ekor, tergantung kualitas (termasuk postur) dan materi induknya. Kalau posturnya jos, dan berasal dari trah juara, tentu harganya juga lebih mahal.
Dengan banderol harga seperti itupun, para pembeli harus rela antre untuk mendapatkan trotolan murai batu produk JBF. Bahkan beberapa ekor anakan yang baru saja dipanen sudah dibooking para pelanggan yang umumnya para pemain.
“Anakan-anakan murai yang digantang pada kandang soliter ini sudah milik orang lain. Mereka sudah membelinya, dan dititip sementara di sini sebelum nanti diambil,” tandas Om Bayu. (d’one)