Prosedur penangkaran burung dilindungi –Selain dilakukan Pemerintah RI melalui Suaka Margasatwa, menjaga kelestarian tumbuhan dan satwa liar dilindungi juga bisa dilakukan oleh masyarakat umum. Hal ini sudah lama diatur Pemerintah melalui keberadaan Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) yang ada di setiap provinsi. 

Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.

Penangkaran jalak bali Kere Ayem BF

BKSDA merupakan unit pelaksana teknis setingkat eselon III, atau eselon II untuk balai besar, di bawah Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan RI.

BKSDA bertugas mengelola kawasan-kawasan konservasi, terutama hutan-hutan suaka alam (suaka margasatwa, cagar alam) dan taman wisata alam.

Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...

Selain itu, BKSDA juga bertanggung jawab mengawasi dan memantau peredaran tumbuhan dan satwa dilindungi di wilayah masing-masing, termasuk memantau upaya-upaya penangkaran serta pemeliharaan tumbuhan dan satwa dilindungi oleh perorangan, perusahaan, maupun lembaga-lembaga konservasi terkait.

Jadi, jelaslah, bahwa perorangan pun diizinkan terlibat dalam upaya penangkaran burung dilindungi. Tetapi sebelum melakukan penangkaran burung dilindungi, ada beberapa persyaratan yang harus kita penuhi, termasuk asal-usul indukan.

Burung induk yang akan diternak, misalnya, harus berasal dari penangkar resmi / berizin yang dibuktikan dengan adanya sertifikat. Jika indukan didatangkan dari provinsi lain, harus dilengkapi surat angkut atau SATS-DN yang dikeluarkan BKSDA di provinsi asalnya.

Apabila indukan berasal dari penangkaran yang tidak jelas asal-usulnya, maka satwa tersebut tetap dianggap F0 (tangkapan alam), sehingga akan dianggap ilegal.

Perlu diketahui juga, tidak semua spesies burung langka dan / atau dilindungi di Indonesia boleh ditangkar. Sudah ada penegasan mengenai spesies-spesies langka yang boleh dan tidak boleh diternak oleh perorangan. Berikut ini penjelasannya:

Satwa kategori Appendix 1 CITES

  • Satwa dilindungi yang termasuk kategori Appendix 1 CITES tidak boleh ditangkar.
  • Spesies burung berada dalam kategori Appendix 1 jika jumlah populasinya di alam liar kurang dari 800 ekor. Contohnya burung elang jawa dan ekek geling.
  • Meski sudah ditangkar, satwa dilindungi yang termasuk Appendix 1 ini tetap dilarang dimanfaatkan untuk keperluan apapun, kecuali untuk tujuan konservasi. Satwa ini nantinya akan dilepasliarkan di daerah yang jadi wilayah persebarannya. Pengurusan izinnya pun dilakukan langsung oleh Menteri Kehutanan.

Satwa kategori Appendix 2 CITES

  • Beberapa jenis burung yang termasuk kategori Appendix 2 CITES merupakan satwa dilindungi di alam, serta tidak boleh diambil induk maupun keturunannya.
  • Perorangan / masyarakat umum hanya diperbolehkan menangkar burung-burung dilindungi yang termasuk Appendix 2, jika burung yang mau diternak / dipelihara tersebut merupakan F2 (filial kedua), atau keturunan kedua.
  • Apabila induk (parental / P) merupakan generasi pertama, maka F2 adalah generasi ketiga ketika berada di penangkaran. Selain boleh diternak / dipelihara, F2 dan keturunannya juga boleh diperjualbelikan.
  • Spesies burung dilindungi yang boleh ditangkar seperti disebutkan di atas antara lain jalak putih, jalak bali, beberapa jenis burung paruh bengkok, dan sebagainya.

Burung-madu atau kerap disalahkaprahi dengan nama kolibri, dan sangat digemari di Indonesia bahkan dilombakan, sebenarnya termasuk satwa dilindungi.

Dapatkan aplikasi Omkicau.com Gratis...

Hanya saja, alasan perlindungan ini bukan berdasarkan kelangkaan sumber di alam liar sebagaimana jalak putih dan jalak bali, namun karena jasanya yang sangat besar dalam penyerbukan alami di kawasan hutan serta perkebunan.

Dengan kata lain, perburuan liar terhadap burung-madu dikhawatirkan akan membuat regenerasi tanaman di hutan dan perkebunan akan terhambat. Karena itu, komunitas penggemar burung-madu harus berpartisipasi aktif dalam penangkaran di rumah masing-masing.

Prosedur pengurusan penangkaran burung dilindungi

Pengurusan izin penangkaran burung dilindungi di BKSDA lebih dipusatkan pada kelengkapan persyaratan. Izin ini nantinya diajukan ke Direktur Jenderal Pelestari Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan, dan ditembuskan ke Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH), Sekjen PHKA, dan Kepala BKSDA setempat.

Berikut ini beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk bisa memelihara / menangkar beberapa jenis burung dilindungi:

  1. Membawa proposal izin untuk menangkar atau memelihara burung dilindungi ke BKSDA Provinsi.
  2. Membawa salinan KTP untuk individu / perseorangan, serta akta notaris untuk badan usaha.
  3. Surat keterangan Bebas Gangguan Usaha yang dikeluarkan kecamatan setempat. Surat ini berisi keterangan bahwa aktifitas penangkaran dan pemeliharaan satwa tersebut tidak mengganggu lingkungan sekitar.
  4. Bukti tertulis asal-usul indukan. Burung yang akan dipelihara / ditangkar harus berasal dari penangkaran resmi, dan bukan hasil tangkapan alam.
  5. BAP kesiapan teknis yang mencakup kandang tempat penangkaran / pemeliharaan satwa dilindungi, kesiapan pakan, perlengkapan penunjang perawatan, dan sebagainya.
  6. Surat rekomendasi dari Kepala BKSDA Provinsi asal jika satwa / burung didatangkan dari provinsi lain.

Untuk langkah awal, Anda harus menyiapkan dulu syarat-syarat seperti tersebut pada poin 4-6. Setelah itu, barulah mulai pengajuan izin penangkaran. Pengurusan surat-surat tersebut dapat dilakukan di kantor BKSDA Provinsi.

Bukti asal-usul burung indukan

Adapun mengenai bukti asal-usul burung indukan, Anda bisa mendapatkannya melalui beberapa cara berikut ini:

  • Jika burung merupakan hasil tangkapan alam, Anda harus mengajukan izin tangkap terlebih dahulu ke Kepala BKSDA Provinsi.
  • Jika burung berasal dari impor, maka harus dilengkapi dengan dokumen impor burung.
  • Surat keterangan jika burung yang diperoleh dari hasil konservasi seperti taman burung, kebun binatang, dan penyelamatan satwa.
  • Sedangkan BAP persiapan teknis bisa didapatkan dari hasil survei Tim BKSDA Provinsi yang ditandatangani oleh Kepala BKSDA.

Untuk kepemilikan burung dilindungi, biasanya Tim KSDA akan memeriksa bukti asal-usul ring yang terdapat pada kaki burung. Ring harus memiliki kode khusus.

Jika burung yang beredar di pasaran (seperti jalak bali, jalak putih, dan sejenisnya) tidak dilengkapi ring pengenal, maka akan dianggap satwa curian / ilegal, atau tangkapan alam, sehingga BKSDA akan melakukan penyitaan serta dilanjutkan dengan proses hukum yang berlaku.

Baca juga: Daftar jenis burung yang dilindungi

Jika berminat menangkar burung dilindungi, disarankan untuk datang langsung ke kantor BKSDA di masing-masing provinsi.

Referensi: BKSDA Bali, BKSDA Jatim

Semoga bermanfaat

Cara gampang mencari artikel di omkicau.com, klik di sini.