Kini memelihara burung murai batu, cucak hijau, cucakrawa bahkan jalak suren tidak boleh sembarangan menyusul dikeluarkannya peraturan terbaru soal satwa dan tumbuhan dilindungi. Sebab burung-burung tersebut saat ini termasuk burung dilidungi yang akan membawa konsekuensi hukum tertentu jika ditangkap, dipelihara dan diperjualbelikan secara bebas.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Dalam Peraturan Menteri (Perman) Nomer P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 itu beberapa burung yang selama ini beredar secara bebas di pasaran antara lain murai batu, cucak hijau, cucakrawa, jalak suren (Gracupica jalla) dan semua jenis jalak putih. Saat ini burung-burung tersebut tidak boleh diperdagangkan dan dibudidayakan secara bebas.
Apakah dengan aturan itu masyarakat tidak boleh sama sekali memeliharanya? Boleh. Ya, selain Balai Konservasi ataupun Suaka Margasatwa, masyarakat umum dapat membantu pemerintah menjaga dan melestarikan keberadaan tumbuhan dan satwa liar (TSL) yang dilindungi namun dengan syarat-syarat dan ketentuan tertentu.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Dahono Adji, sebagaimana dikutip greeners.co pada Maret 2016, mengatakan sudah cukup lama aturan tentang penangkaran maupun pemeliharaan satwa langka untuk personal dibuat.
Melalui aturan ini, katanya, masyarakat bisa membantu pemerintah dalam melestarikan tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi. Bahkan, jika ijin sudah dimiliki, tumbuhan dan satwa liar tersebut bisa diperdagangkan dengan beberapa syarat pendukung lainnya.
“Salah satu syarat hewan langka yang bisa dimanfaatkan untuk dijual atau dipelihara adalah yang didapat dari penangkaran ya, bukan diambil dari alam,” katanya.
Syarat lainnya, hewan langka yang boleh dimanfaatkan dari penangkaran hanya yang sudah masuk kategori F2 atau hewan yang sudah generasi ketiga saat berada di penangkaran. Singkatnya, hanya cucu dari generasi pertama di tempat penangkaran yang bisa dipelihara maupun diperjualbelikan.
Selain itu, lanjutnya, hewan langka yang legal untuk dimanfaatkan setelah ditangkarkan hanya hewan dengan kategori Appendix 2. Sedangkan untuk hewan langka kategori Appendix 1, walau sudah ditangkarkan, tetap tidak boleh dimanfaatkan untuk apapun dan harus dikonservasi.
Hewan langka kategori Appendix 2 ini adalah hewan langka yang dilindungi di alamnya. Tidak boleh diambil dan dijual apabila keturunan hewan langka langsung dari alam. Namun, apabila sudah ditangkarkan, maka keturunan generasi ketiga atau F2-nya boleh dimanfaatkan.
Sedangkan hewan langka Appendix 1 adalah hewan langka yang jumlahnya kurang dari 800 ekor di alam. Meski sudah ditangkarkan, hewan ini tidak boleh dimanfaatkan untuk apapun dan harus tetap kembali ke kawasan konservasi.
“Hewan langka Appendix 1 itu seperti anoa, badak bercula satu, harimau sumatera, macan dahan, siamang, serta orangutan. Sedangkan hewan langka Appendix 2 yaitu elang, alap-alap, buaya muara, jalak bali, dan lainnya,” ujar Bambang.
Sebagai informasi, berikut beberapa syarat yang harus dilakukan untuk bisa memelihara hewan dilindungi yang dirangkum dari wawancara bersama Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Dan cek juga artikel ini: Prosedur penangkaran burung dilindungi dengan izin BKSDA
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Demikian aturan tentang pemeliharaan hewan dilindungi dan tentunya hal ini otomatis berlaku sejak peraturan baru itu diundangkan.