Seperti diberitakan sebelumnya, budidaya maggot mempunyai prospek yang cerah. Pasalnya, bahan pakan kaya gizi ini sangat disukai burung dan jenis unggas lainnya, ikan kolam dan ikan perairan laut, hingga aneka reptil kesayangan Anda.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Berbagai penelitian telah dilakukan sejumlah perguruan tinggi dan institusi lainnya, baik di Indonesia maupun mancanegara.
Maggot juga dapat diolah menjadi tepung, untuk dimanfaatkan sebagai pengganti tepung ikan yang menjadi salah satu komponen utama dalam industri pakan ternak.
Tepung ikan yang sebagian besar masih diimpor ini membuat harga pakan ternak cenderung mahal. Jika kelak tepung maggot bisa diterima masyarakat peternak, tentu bisa mengurangi biaya produksi, sehingga dapat meningkatkan marjin keuntungan bagi peternak itu sendiri.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Selain bermanfaat sebagai bahan pakan kaya gizi, maggot juga dapat membantu mengurai sampah / limbah organik. Sebab BSF ketika masih berujud larva sangat rakus. Sebanyak 10.000 maggot mampu menghabiskan 1 kg limbah organik hanya dalam waktu 1 hari.
Cobak simak video berikut ini, yang mana sekumpulan maggot mampu menghabiskan 2 potong roti tawar hanya dalam waktu 2,5 jam.
Kalau berminat, Anda bisa mempelajari dan mempraktikkan bagaimana cara budidaya maggot, alias larva lalat tentara hitam (BSF). Pelajaran pertama adalah pengenalan morfologi dan siklus hidup dari lalat tersebut.
Mengenal morfologi dan siklus hidup BSF
Penampilan lalat tentara hitam sepintas-lalu mirip tawon / lebah. Tetapi, sebagaimana lalat pada umumnya, BSF hanya memiliki dua sayap (tawon memiliki 4 sayap), dan tak mempunyai senjata penyengat.
Meski dengungannya keras tatkala terbang, Anda tak perlu khawatir. Sebab BSF bukanlah serangga yang berbahaya bagi manusia.
Black soldier fly (BSF) memiliki masa hidup sangat singkat: 5-8 hari. Tubuhnya berwarna hitam. Tapi bagian segmen basal abdomen (semacam perut) terlihat transparan, sehingga sepintas menyerupai abdomen lebah. Panjang tubuhnya sekitar 15-20 mm.
Siklus hidup lalat tentara hitam
Sikus / fase hidup lalat tentara hitam dimulai dari telur, larva, pupa (kepompong), dan lalat. Waktu yang dibutuhkan sejak dari telur hingga menjadi lalat dewasa sekitar 40-43 hari, tergantung kondisi lingkungan dan media pakan yang diberikan (Tomberlin et. al., 2002).
1. Fase Telur
BSF betina akan meletakkan telur-telurnya di dekat sumber pakan, misalnya pada gumpalan kotoran ternak, tumpukan limbah bungkil inti sawit (BIS), dan limbah organik lainnya.
Lalat betina tak akan meletakkan telurnya di atas sumber pakan tadi secara langsung. Pembudidaya / peternak maggot umumnya akan meletakkan daun pisang kering, potongan kardus berongga, atau potongan kayu, di atas media pertumbuhan sebagai tempat bertelur BSF betina.
Seekor BSF betina bisa menghasilkan 500-900 butir telur, kendati beberapa penelitian menunjukkan hasil yang bervariasi. Rachmawati dkk (2010) menyebut 185-1.235 telur. Tomberlin dan Sheppard (2002) mendapatkan hasil 546-1.505 telur, dan sebagainya.
Untuk mengeluarkan seluruh telurnya, BSF betina tidak membutuhkan waktu terlalu lama, hanya 20-30 menit saja. (Tomberlin and Sheppard, 2002). Setelah bertelur, induk betina akan mati.
Bobot setiap butir telur sangatlah ringan, 0,026 – 0,030 miligram (mg). Seluruh telur yang dihasilkan, jika ditimbang, bobotnya hanya 15,8 – 19,8 mg. (Tomberlin et. al., 2002).
Setiap telur berbentuk oval, panjang sekitar 1 mm, berwarna kuning pucat atau putih krem (NCIPMI, 1998). Hanya dalam waktu 2-4 hari, telur-telur akan menetas menjadi larva.
2. Fase larva
Larva BSF inilah yang biasa disebut sebagai maggot. Larva mengalami perkembangan bertahap mulai dari instar satu hingga instar enam.
Larva yang baru menetas hanya berukuran sekitar 2 mm. Setelah itu berkembang hingga 5 mm. Jika sudah terjadi pergantian kulit, larva berkembang dan tumbuh lebih besar dengan panjang mencapai 20-25 mm, kemudian masuk ke fase prepupa.
Pada instar awal, larva BSF berwarna kuning-keputihan, dengan tekstur lunak. Tapi pada instar akhir, panjangnya bisa mencapai 27 mm, lebar 6 mm, dengan warna mulai kusam. Dari instar satu hingga instar enam hanya butuh waktu 22-24 hari, dengan rerata 18 hari (Barros-Cordeiro et. al., 2014).
3. Fase pupa / kepompong
Secara alami, larva instar akhir (prepupae) akan meninggalkan media pakan ke tempat yang kering. Misalnya ke tanah, lalu membuat terowongan untuk menghindari ancaman predator dan cekaman lingkungan.
Sejak itulah larva berubah menjadi pupa / kepompong. Kulitnya lambat-laun menjadi gelap dan pupa berkembang di dalam.
Saat berada dalam fase pupa, kondisi sayapnya masih terlipat. Lama-lama sayapnya mengembang sempurna, sehingga menutupi bagian torax (semacam dada). Proses pupation membutuhkan sekitar 2 minggu (Hall anda Gerhardt, 2002).
4. Fase dewasa / lalat
Pupa kemudian akan berubah menjadi lalat dewasa. Dua hari setelah berubah dari fase kepompong ke fase dewasa, BSF jantan akan mencegat betina yang melintas di udara. Keduanya kemudian turun dan melakukan perkawinan (Tomberlin and Sheppard, 2001).
Tatkala dewasa, lalat tentara hitam tidak memiliki bagian mulut yang fungsional. Dia tak makan, tapi hanya minum. Aktivitasnya dalam masa hidup yang sangat singkat cuma digunakan untuk kawin atau melakukan tugas reproduksi sepanjang hidupnya.
Kalau tidak makan, mengapa lalat tentara hitam tidak mati? Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, BSF mengambil nutrien yang terdapat pada kandungan lemak yang disimpan saat masa pupa. Ketika simpanan lemak itu habis, maka lalat akan mati (Makkar et. al., 2014). BSF betina umumnya memiliki daya tahan hidup lebih pendek daripada lalat jantan (Tomberlin et. al., 2009).
Performa BSF betina ternyata berbanding lurus dengan tingkat kesuburan (fertilitas). Menurut Gobbi dkk (2013), lalat betina yang bertubuh lebih besar dengan ukuran sayap lebih lebar cenderung lebih subur ketimbang lalat betina yang bertubuh dan bersayap kecil.
Tentu kesuburan tak hanya dipengaruhi faktor genetik. Faktor lingkungan juga berpengaruh. Apabila kelembaban kandang / bedeng kurang dari 60%, persentase lalat betina yang bertelur hanya sekitar 40%. Sebaliknya, jika kelembaban kandang lebih dari 60%, persentase lalat betina yang bertelur bisa mencapai 80% (Tomberlin and Sheppard, 2002).
Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan dalam budidaya maggot adalah suhu. Suhu yang lebih hangat (di atas 30°C) membuat lalat dewasa lebih aktif dan produktif.
Adapun suhu optimal larva untuk dapat tumbuh-kembang dengan baik adalah 30°C. Pada suhu 36°C, pupa tidak dapat mempertahankan hidupnya, sehingga gagal menjadi lalat dewasa.
Bagaimana apabila suhunya lebih rendah? Hasil penelitian Tomberlin dkk (2009) menunjukkan, larva dan pupa yang dipelihara pada suhu 27°C mengalami perkembangan 4 hari lebih lambat ketimbang pada suhu 30°C.
Tak hanya itu, suhu juga berpengaruh terhadap masa inkubasi telur. Suhu yang hangat cenderung memicu telur menetas lebih cepat dibandingkan suhu yang rendah. (OK-1)
Semoga bermanfaat.
Penting: Burung Anda kurang joss dan mudah gembos? Baca dulu yang ini.