Tinjauan dan Analisis Hukum Penangkaran Burung dan Burung-Burung Liar Di Indonesia
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Oleh : Khusnul Zaini
Pengantar
Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...
Bahasan mengenai peraturan hukum terkait dengan penangkaran, hobi pemeliharaan burung (burung dari alam, burung import, burung yang sudah di domestifikasi), kepemilikan burung dan penyelenggaraan lomba burung, saat ini menjadi bahan diskusi kritis para praktisi (baca: penangkar, pemelihara/penghobi, pelaku lomba burung). Bahkan wacana bahasannya sampai pada gagasan penerapan sistem sertifikasi burung kicauan di Indonesia.
Dalam fenomena lain, perihal penangkaran burung-burung alam yang dilindungi/tidak dilindingi, oleh kalangan praktisi disadari secara langsung maupun tidak, dibutuhkan suatu prakondisi tertentu. Setidaknya kekhawatiran para praktisi ini menjadi perhatian serius pihak pemerintah maupun kalangan praktisi itu sendiri dengan adanya suatu solusi maupun antisipasinya.
Muncul juga pandangan kritis dari kalangan pelaku konservasi habitat dan spesies burung, yang mempertanyakan keberadaan peraturan perundangan tentang penangkaran, pemeliharaan, perdagangan, dan penyelenggaraan lomba burung, yaitu apakah selama proses pembuatan hingga material yang terkandung didalamnya tersebut mengacu ketentuan-ketentuan yang dimandatkan CITES/CBD?
Selain dari pada itu, juga muncul kritik para praktisi yang mempersoalkan kinerja pihak pemerintah (Pusat, Propinsi, Kabupaten/walikota) yang memiliki kewenangan dalam menjalankan mandat maupun yang mengontrol berbagai aturan tentang penangkaran, pemeliharaan, perdagangan, dan penyelenggaraan lomba burung yang ada/berlaku saat. Fenomena ini mengemuka, karena fakta lapangan menunjukkan pihak pemerintah belum menjalankan peraturan hukum secara maksimal dan konsisten.
Untuk menjawab sekaligus menjelaskan beberapa wacana maupun pertanyaan kritis di atas, dalam tulisan ini dimaksudkan untuk membedah secara kritis dalam tinjauan dan analisis hukum dengan urutan paparan sebagai berikut :
1. Aturan yang berhubungan dengan hobi pemeliharaan dan penangkaran burung di Indonesia untuk (a) burung yang berasal dari alam, (b) burung impor, (c) burung yang sudah di domestifikasi;
2. Aturan yang berhubungan dengan penyelenggaraan lomba Burung di Indonesia?;
3. Aturan baru yang berhubungan dengan hobi pemeliharaan burung, penangkaran burung, dan perlombaan burung?;
4. Elemen-elemen kunci yang perlu diperhatikan dalam mempromosikan system sertifikasi;
5. Eksistensi undang-undang yang ada saat ini implikasinya dengan komitment Indonesia di dalam CITES/CBD?;
6. Prakondisi untuk menangkarkan burung-burung alam yang dilindungi maupun tidak dilindungi, dan;
7. Instansi pemerintah (pusat, propinsi, daerah) yang memiliki mandat menjalankan aturan hukum terkait dengan pemeliharaan burung, penangkaran burung dan perlombaan burung.
Aturan Yang Berhubungan Dengan Hobi Pemeliharaan Dan Penangkaran Burung Di Indonesia Untuk (a) Burung Yang Berasal Dari Alam, (b) Burung Import, (c) Burung Yang Sudah Di Domestifikasi A. Hobi Pemeliharaan Dan Penangkaran Burung Berasal Dari Alam
Sebelum masuk materi pembahasannya, perlu diklarifikasikan lebih dulu mengenai penggunaan istilah yang lazim dipakai masyarakat umum dengan pemakaian istilah berdasarkan peraturan hukum yang ada/berlaku saat ini. Masyarakat umum selama ini cukup familier dengan menggunakan istilah kata “hobi”, sedangkan dalam ketentuan hukum, istilah tersebut dinyatakan dengan menggunakan istilah kata “pemeliharaan untuk kesenangan”. Sedangkan untuk istilah kata “berasal dari alam”, dalam ketentuan hukum istilah tersebut dinyatakan dengan menggunakan istilah kata “satwa liar”.
Peraturan hukum yang mengatur terkait dengan hobi pemeliharaan burung yang berasal dari alam, secara spesifik diatur berdasarkan ketentuan BAB.IX (Pemeliharaan Untuk Kesenangan) Pasal 37 ayat (1,2) PP.No.8/1999 (Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar).
Ketentuan Pasal 37 ayat (1) PP.No.8/1999 menyatakan bahwa “setiap orang dapat memelihara jenis tumbuhan dan satwa untuk tujuan kesenangan”. Sedangkan ketentuan Pasal 37 ayat (2) PP.No.8/1999 menyatakan bahwa “tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan pemeliharaan untuk kesenangan hanya dapat dilakukan terhadap jenis yang tidak dilindungi”.
Berkaitan dengan tujuan pemeliharaan untuk kesenangan terhadap satwa liar, Menteri menetapkan batas maksimum satwa liar yang dapat dipelihara. Ketentuan ini dinyatakan secara tegas sesuai ketentuan Pasal 38 PP.No.8/1999 (1).
Bagi para pihak yang ingin melakukan pemeliharaan satwa liar untuk kesenangan, Pasal 40 ayat (1) PP.No.8/1999 mewajibkan untuk (a) memelihara kesehatan, kenyamanan, dan keamanan satwa liar peliharaannya, dan (b) menyediakan tempat dan fasilitas yang memenuhi standar pemeliharaan satwa liar.
Sedangkan peraturan hukum yang mengatur tentang penangkaran burung berasal dari alam, secara spesifik di atur dalam Permenhut.No.P.19/Menhut-II/2005 (Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar). Pasal 2 Permenhut.No.P.19/Menhut-II/2005 menegaskan bahwa penangkaran satwa liar bertujuan untuk :
(a) mendapatkan spesimen satwa liar dalam jumlah, mutu, kemurnian jenis dan keanekaragaman genetik yang terjamin, untuk kepentingan pemanfaatan sehingga mengurangi tekanan langsung terhadap populasi di alam, dan;
(b) mendapatkan kepastian secara administratif maupun secara fisik bahwa pemanfaatan satwa liar yang dinyatakan berasal dari kegiatan penangkaran adalah benar-benar berasal dari kegiatan penangkaran.
B. Hobi Pemeliharaan Dan Penangkaran Burung Berasal Dari Impor
Peraturan hukum yang mengatur tentang hobi pemeliharaan burung yang berasal dari impor, pada prinsipnya di atur dalam Kepmenhut.No.447/Kpts-II/2003 (Tata Usaha Pengambilan Atau Penangkapan Dan Peredaran Tumbuhan Dan Satwa Liar), dan PP.No.8/1999 (Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar). Masingmasing peraturan hukum tersebut mempunyai peran dan posisi serta relevansi hukumnya masing-masing.
Keberadaan Kepmenhut.No.447/Kpts-II/2003 merupakan dasar hukum bagi masuknya burung-burung yang berasal dari impor. Dalam Paragraf 2 (Izin Pemanfaatan Non-Komersial Luar Negeri) Pasal 38 Ayat (2) huruf c Kepmenhut.No.447/Kpts-II/2003 menyebutkan bahwa “Izin pemanfaatan non-komersial luar negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) (2) diberikan untuk tujuan pemeliharaan untuk kesenangan, termasuk barang bawaan pribadi dan cenderamata (personal atau household effects dan souvenirs) jenis-jenis tidak dilindungi dan tidak termasuk dalam Appendiks I CITES”.
Tafsir hukum atas material peraturan hukum yang dinyatakan dalam pasal dan ayat di atas, bisa diartikan bahwa setiap burung yang berasal dari impor, secara hukum boleh dipelihara untuk tujuan kesenangan/hobi.
Sedangkan keberadaan PP.No.8/1999 yang dalam penjelasan sebelumnya, adalah merupakan dasar hukum bagi setiap orang yang bermaksud ingin memelihara jenis satwa (burung) untuk tujuan kesenangan. Oleh karena itu, dalam konteks ini satwa (burung) yang berasal dari impor tafsir hukumnya bisa juga masuk dalam katagori satwa (burung) yang berasal dari alam.
Sedangkan peraturan hukum yang mengatur tentang penangkaran burung berasal dari impor, secara spesifik di atur dalam Pasal 6 Nomor 2 huruf b Permenhut.No.P.19/Menhut-II/2005, yang menegaskan bahwa “Induk satwa untuk keperluan pengembangbiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a(3), dapat diperoleh dari sumber-sumber lain yang sah meliputi luar negeri”.
C. Hobi Pemeliharaan Dan Penangkaran Burung Yang Sudah Didomestifikasi
Untuk diketahui dan dipahami sebelumnya bahwa dalam peraturan perundangan yang ada dan berlaku di Indonesia saat ini, tidak mengenal istilah “domestifikasi”. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Peraturan hukum yang secara khusus mengatur tentang hobi pemeliharaan burung yang sudah di domestifikasi, secara de facto maupun secara de jure tidak ada.
Dalam perspektif hukum ketatanegaraan, apabila terdapat suatu permasalahan yang menyangkut obyek tertentu dan ternyata dalam kenyataannya belum ada aturan hukum yang mengaturnya. Dalam perspektif politik, terhadap permasalahan hukum tersebut berlaku dua ketentuan hukum sekaligus. Kedua ketentuan hukum tersebut, yaitu pertama, diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan peraturan hukum yang ada, dan yang kedua, tidak diperbolehkan/dilarang apabila dalam kenyataannya bisa berdampak negatif sehingga dinilai pemerintah bertentangan dengan peraturan hukum yang ada.
Dengan mendasarkan pada tafsir hukum di atas, setidaknya fenomena politis ini bisa menjadi peluang bagi para pihak yang berkepentingan (baca: individu, organisasi profesi, NGO, swasta, dan pemerintah) untuk mempersiapkan dan mengajukan sebuah draf peraturan hukum yang secara khusus mengatur tentang hobi pemeliharaan burung yang sudah di domestifikasikan.
Implikasinya dengan paparan yang telah dijabarkan di atas, maka terkait dengan topik bahasan mengenai penangkaran burung yang sudah didomestifikasi, kesimpulannya adalah sama seperti paparan yang membahas tentang hobi pemeliharaan burung yang sudah di domestifikasi yang secara de facto maupun de jure adalah tidak ada.
Untuk lebih tegasnya lagi, dengan merujuk peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, bahwa tidak ada dasar hukum yang mengatur secara khusus mengenai “hobi pemeliharaan dan penangkaran burung yang sudah di domestifikasi”. Berdasarkan kategorinya, peraturan perundangan yang berlaku hanya mengatur tentang burung yang dilindungi dan yang tidak dilindungi. Sedangkan berdasarkan asalnya, hanya dikenal dengan istilah burung yang berasal dari alam dan burung yang berasal dari impor.
Aturan Yang Berhubungan Dengan Penyelenggaraan Lomba Burung Di Indonesia
Peraturan hukum yang secara khusus mengatur tentang penyelenggaraan lomba Burung di Indonesia dipastikan belum ada/tidak ada. Kesimpulan atas keterangan ini, dipastikan berdasarkan data peraturan hukum yang ada maupun informasi yang diperoleh dari pihak Departemen Kehutanan cq. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.
Berkenaan dengan kepastian atas ketiadaan peraturan hukum yang mengatur secara khusus tentang penyelenggaraan lomba burung tersebut, setidaknya ada dua hal yang bisa menjadi catatan penting, yaitu pertama, segala bentuk ketentuan aturan mengenai penyelenggaraan lomba burung, keseluruhannya ditentukan oleh pihak penyelenggara lomba. Dengan demikian, pihak panitia penyelenggara lomba burung bisa menentukan berbagai ketentuan maupun persyaratan yang ditetapkan, hingga pada proses teknis pembuktian atas kebenaran terhadap burung yang diikutsertakan dalam perlombaan.
Sedangkan yang kedua, terhadap soal pengetahuan, wawasan, dan komitmen konservasi bagi pihak penyelenggara lomba akan menjadi barometer utama, sehingga misi dari penyelenggaraan lomba tidak hanya bertujuan untuk apresiasi dan prestasi semata, tetapi harus dipastikan ada unsur edukasi-konservasinya terhadap kelestarian spesies tertentu yang sedang dan yang telah mengalami kepunahan.
Dengan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa berkenaan dengan penyelenggaraan lomba burung di indonesia, tidak ada regulasi yang mengatur secara khusus, baik yang diterbitkan oleh pihak Departemen Kehutanan cq Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, maupun oleh pihak Non-Departemen Kehutanan.
Aturan Baru Yang Berhubungan Dengan Hobi Pemeliharaan Burung, Penangkaran Burung, Kepemilikan Burung, Dan Perlombaan Burung