PENGANTAR:
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
INI adalah arsip tulisan yang pernah diterbitkan Yayasan Kutilang melalui Buletin Kabar Burung.
Kuuuu…keee….ttee…kuuunngggg…..Kuuu….keeteeekkk….kunggkunggg..Ketetetetetek…Ooooo….Kuuuu…keee….ttee…kuuunngggg…..
Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...
Suaranya mendayu-dayu, ibarat langgam keroncong yang manis didengar. Di-senggaki dengan siulan si empunya, burung itu terpancing untuk semakin riang memamerkan suaranya, sang perkutut pun dengan bangga berceloteh sampai kung.
Terlihat roman muka damai dan gembira si empunya kala memandangi burung perkutut peliharaannya melantunkan suara. Suasana yang akan dengan mudah ditemui di rumah para ‘pecinta’ burung. Tak hanya satu ekor, kadang sampai puluhan bahkan ratusan burung bisa ditemui. Bukan hanya perkutut. Juga murai batu, bermacam-macam anis, cucak rawa, dan burung penceloteh yang lain. Demam memelihara dan melombakan burung tampaknya kini semakin marak. Hal ini dapat dilihat dari semakin menjamurnya even lomba burung yang diadakan. Mulai dari yang kelasnya ecek-ecek sampai dengan yang tarafnya nasional. Di tingkat lokal Yogyakarta saja, lomba burung berkicau dan perkutut bisa mencapai angka diatas lima kali setiap minggu. Pada masa-masa ramai lomba, bisa jadi setiap minggu ada lomba burung berkicau dan perkutut, total jendral jadi delapan. Belum lagi yang level nasional, satu hari bisa berlangsung tiga even di tiga tempat yang berbeda. Bahkan untuk jenis perkutut, telah ada sebuah liga layaknya ‘Liga Bank Mandiri’-nya PSSI.
Dari Pak Raden sampai Bei Polan
Dari even-even yang ada tersebut tampak pesertanya semakin berjubel. Kalau dahulu memelihara burungdan juga melombakannyahanya dilakoni oleh orangorang tertentu, kini melombakan burung sudah bukan merupakan hal yang wah bagi orang kebanyakan. Bisa diibaratkan dari Pak Raden sampai Bei Polan. Dari kalangan pejabat dan orang-orang golongan atas yang memang secara finansial mampu sampai pegawai negeri golongan II-d yang hanya punya penghasilan pas-pasan. Burung atau kukila -dalam bahasa Jawa halus-, sudah bukan hanya lambang status, tapi sudah menjadi rabuk nyawa.
Berpuluh-puluh bahkan berjuta-juta rupiah bisa dihabiskan orang untuk dapat mengikuti lomba burung. Ini termasuk juga membeli burung kualitas lomba, memelihara, memberi makan, membuatkan sangkar yang representatif, sampai mendaftarkannya di sebuah lomba. ”Apalagi bagi para penangkar dan pedagang yang memang punya tujuan komersil, lomba adalah cara terbaik untuk mendongkrak harga”, kata Agus yang juga punya usaha sambilan penangkaran perkutut.
Jenis-jenis burung yang dilombakan sangat beragam namun yang paling sering antara lain cucak rawa (Pycnonotus zeylanicus), bermacam Anis (Zootera spp.), Murai batu (Monticola solitarius), perkutut (Geopelia striata ). Cucak Rawa adalah burung kegemaran, dilevel yang seimbang adalah murai, ujarnya lagi.
Mengaku Pelestari
Sayang, seringnya lomba tidak diikuti dengan usaha penangkaran yang bagus. Banyak burung yang dilombakan adalah hasil tangkapan dari alam. Selain untuk lomba, burung hasil tangkapan dari alam dijadikan indukan dalam industri penangkaran burung. Hasil perkawinan inilah yang nantinya akan dijadikan indukan bagi penangkar burung lomba.
Ketika ditanya mengapa, Agus menjelaskan “burung yang diambil dari alam cenderung mempunyai kualitas fisik yang bagus. Dengan sedikit treatment dari aspek makanannya maka akan diperoleh hasil yang bagus”. Senada dengan itu, Yusuf, wiraswastawan garmen, yang senang melombakan perkutut mengatakan, “Secara fisik memang burung tangkapan mempunyai kualitas yang bagus, cocok sebagai indukan.” Tapi khusus untuk perkutut biasanya burung dari alam mempunyai corak suara yang kurang bagus.”, ia menambahkan. Ige, seorang pengamat burung mengatakan, “memang dalam setiap penangkaran, indukan sering diambilkan dari alam.”
Usaha Pelestarian
Kasus ini tampaknya perlu mendapatkan perhatian khusus dari pihak yang berkompeten karena seandainya penangkapan di alam tidak dilaksanakan secara bijaksana maka jumlah burung-burung ocehan akan semakin menipis, apalagi macam burung Cucak rawa yang memang di alam sudah semakin langka.
Sebenarnya telah ada organisasi yang mewadahi para penggemar lomba burung, supaya dalam melakoni kesenangannya tidak menimbulkan kerusakan alam. Wadah tersebut adalah Pelestari Burung Indonesia (PBI). Namun tampaknya organisasi yang digagas dengan tujuan konservasi ini belum berada pada posisi yang seharusnya. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Agus, “Dipandang secara organisasi, maka saat ini PBI malah terlihat kental di aspek bisnisnya bukan pada aspek peleatariannya.” Terlepas dari itu semua, memang sudah saatnya bagi kita untuk melakukan hobi kita tanpa harus mengorbankan lingkungan sekitar kita. (yan)
Penting: Burung Anda kurang joss dan mudah gembos? Baca dulu yang ini.