Bukan saya menakuti-nakuti Anda kalau saya menulis judul seperti itu. Sebab, judul itu saya tulis berdasarkan pengalaman dan literatur mengenai struktur tubuh burung. Sudah empat kali saya alami sendiri, mengobati burung yang sedang sakit atau stres, bukannya sembuh tetapi malah mati. Ada yang langsung tewas tetapi ada juga yang lemas selama sehari kemudian mati. Semula saya menduga, kematian burung itu dikarenakan tersedak atau tersumbat saluran pernafasannya setelah saya masukkan obat dalam bentuk tablet ataupun kapsul.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Memang pada kasus tertentu burung bisa tersumbat saluran pernafasannya oleh tablet, kaplet atau kapsul yang kita masukkan ke dalamnya, dan kita terlambat memasukkan air sebagai pendorongnya agar segera masuk ke tembolok (untuk burung bertembolok) atau ke saluran pencernaan lain. Namun ternyata ada faktor lain yang semula tidak pernah saya perkirakan, yang ternyata bisa menjadi penyebab kematian burung saat kita pegang .
Dalam tulisan mengenai Teknik Menangkap (memegang) burung dalam buku Aneka Permasalahan Burung dan Ayam Hias, Drh Dharmojono mengatakan bahwa memegang burung harus berdasarkan teknik tertentu. Pengasuh rubrik konsultasi kesehatan unggas dan burung di Majalah Infovet ini mengingatkan bahwa bangsa burung, terutama yang sedang dalam proses domestikasi, gampang sekali eksitasi (meronta-meronta) kemudian stres. Dalam keadaan eksitasi, nyata sekali peningkatan frekuensi denyut jantung dan respirasinya (pernafasan).
Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...
Dalam kondisi itu, burung bisa mati jika kita pegang pada bagian dada. apalagi terlalu kencang. Mengapa? Sebab burung tidak mempunyai diafragma sehingga tidak bisa bernafas apabila bagian dadanya didekap, apalagi bila terlalu kencang.
Tetapi sebaliknya, burung mempunyai konstruksi kepala, sayap dan kaki yang kokoh sehingga ketika memegang burung diusahakan dengan menangkap kepala, sayap dan kedua kakinya.
Dengan demikian, jika kita memegang burung kecil (kenari, murai batu, anis merah dan sebagainya) kita upayakan memegangnya dari bagian atas burung dan telapak tangan berada di punggung burung, sementara dua jari (telunjuk dan tengah) mengapit leher, bukan seperti kalau kita memegang munthu (ulekan pasangan cobek) tetapi dengan menjepitkan jari tengah dan telunjuk seperti umumnya atau sebagian besar orang sedang memegang rokok.
Sementara untuk burung jenis besar (kakatua, burung hantu, elang dll) disarankan memegangnya dari bagian kepala dengan tangah sebelah (jika burung paruh atau kaki tajam, bisa menggunakan handuk atau paper towel). sementara tangan satunya memegang kaki. Sedangkan untuk bagian sayap, kita bisa minta bantuan teman lain.
Kalau Anda memilih sarung tangan untuk memegang burung hendaknya tidak menggunakan yang berbahan dari kulit atau plastik tebal. Apalagi lalu menangkapnya secara tiba-tiba, burung bisa panik dan stres berat. Selain itu, dengan menggunakan sarung tangan tebal, tangan akan kehilangan sensitivitas dan akibatnya genggaman mungkin terlalu kuat sehingga bisa menyebabkan kematian mendadak pada burung (seperti tercekik).
Sekali lagi, hindarkan mencengkeram pada bagian dada burung yang pada dasarnya tidak punya diafragma dan cengkeraman pada dada bisa menyebabkan burung tidak bisa bernafas dan mati.
Perlu diingat pula, burung yang liar atau sedang meronta, akan cepat sekali naik suhu tubuhnya (hyperthermic). Oleh karena itu jika pemeriksaan atau perawatan burung akan memakan waktu lama, maka setelah burung dapat dikuasai, maka handuk, paper towel atau sarung pelapis tangan segera dilepas untuk mengurangi terjadinya hyperthermic tersebut.
Disarankan pula untuk memegang burung di tempat tertutup sebagai antisipasi jika burung terlepas dari tangan, dia tidak akan pergi ke mana-mana.
Begitu teman burung-mania.