Pasar Burung: Ilustrasi dari lukisanWidhi dot blogspot

Survei Burung Indonesia bersama University of Oxford, Pelestari Burung Indonesia (PBI), AC Nielsen, Aksenta, dan Darwin Initiative mengungkapkan perputaran uang di kalangan pehobi burung kicauan di Jawa dan Bali mencapai Rp7-triliun per tahun!

Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.

Jumlah fantastis itu bahkan jauh lebih tinggi dibandingkan kucuran dana oleh pemerintah untuk menyelamatkan Bank Century sebesar Rp6,7-triliun. Nilai itu merupakan akumulasi dari 6 parameter survei yang dilaksanakan pada 2007, yakni: transaksi jual-beli burung, kandang, peralatan, pakan hidup, buah, biji, vitamin, obat, dokter, media, hingga perjalanan para penghobi.

Fahrul Paja Amama dari Burung Indonesia di Bogor, Jawa Barat, menjelaskan dari survei di 6 kota seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Semarang terungkap pehobi burung berkicau menyukai burung tangkapan alam ketimbang hasil penangkaran. “Para pehobi percaya mitos burung alam itu lebih kuat dan kicauannya bagus,” kata Fahrul. Angka yang dirilis Burung Indonesia menunjukkan fakta itu. Pada 2006 burung tangkapan alam mencapai 880.000 ekor. Jumlah itu lebih besar dibandingkan 1999 yang mencapai 740.000 ekor.

Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...

Burung-burung kicauan populer yang dipelihara adalah cucakrawa Pynonotus zeylanicus, kenari, serindit, cerukcuk P. goiavier, kutilang P. aurigaster, murai batu Copsychus malabaricus, anis merah Zoothera citrina, kacer, dan cucak hijau Chloropsis sonnerati. Sayang beberapa jenis mulai sulit dijumpai di alam. Cucakrawa, misalnya, nyaris tak bersisa lagi di hutan-hutan di Pulau Jawa. “Di alam cucakrawa sudah langka,” kata Heru Sutarman, ketua Asosiasi Penangkar Cucakrawa di Ciputat, Tangerang.

Marak

Pascawabah flu burung sekitar 2003-2005, pamor burung kicauan mulai meroket kembali. Indikasi itu terlihat dari maraknya kontes yang digelar di berbagai tempat. Lomba-lomba itu selalu dibanjiri peserta. “Di lokal sini saja setiap kali kontes pesertanya di atas 100 orang,” kata Yuliandra Sadgala, pehobi kicauan di Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Setiap orang minimal membawa seekor burung.

Penelusuran Trubus di Bandung, Yogyakarta, Semarang, hingga Surabaya mendukung hal itu. Di sana setiap pekan minimal satu kontes digelar. Bahkan sekadar ajang latihan pun menyedot puluhan peserta. “Latihan di sini bisa diikuti sekitar 40-50 orang,” kata Sukaeri, pehobi di Semarang, Jawa Tengah.

Sampai saat ini burung kicauan populer di lomba tak bergeser, masih dikuasai anis merah, murai batu, dan kacer. “Anis merah dan murai baru disukai karena memiliki volume suara keras, bagus dan jernih,” ungkap Arief Zulianto, penangkar di Klaten, Jawa Tengah. Khusus anis merah kini berkembang berbagai gaya. Bila sebelumnya populer gaya teler dan pinguin, kini gaya doyong alias merunduk-runduk ke depan disukai.

Fakta lain yang tersaji adalah masuknya burung-burung master alias pengisi suara seperti lovebird, kenari, dan cucak jenggot pada kelas tersendiri di lomba. Tak ayal perdagangan burung-burung itu terkerek naik. Budiharto di Semarang, misalnya, kini lebih tekun menernakkan jenis german roller, stafford, dan sanger. “Jenis-jenis ini dikenal sebagai kenari kicauan,” kata Budiharto. Pun Budi Prawoto di Klaten, yang kini menernakkan lovebird.

Di luar burung master, masih ada jenis baru lain yang mulai dikonteskan: kolibri. Burung sepanjang 6,5 cm yang dikenal sebagai penyerbuk bunga itu dinilai dari sifat bertarungnya, bukan suara. Namun, berbagai pihak menyayangkan apabila burung ini dilombakan. “Kolibri ini termasuk satwa yang dilindungi,” kata Dr Made Sri Prana APU, ketua Pelestari Burung Indonesia (PBI) yang ditemui di sela-sela acara publikasi bertema “Merayakan Keragaman Burung di Indonesia” oleh Burung Indonesia di Kebun Raya Bogor pada pertengahan Juli 2010.

Penangkaran

Lebih jauh Made menjelaskan upaya penangkaran burung kicauan perlu digalakkan. Usaha itu untuk mengurangi eksploitasi burung di alam. “Yang berhasil saat ini adalah cucakrawa, murai batu, kacer, dan anis kembang,” katanya. Anis merah sejauh ini belum berhasil dikembangbiakan.

Dapatkan aplikasi Omkicau.com Gratis...

Sejalan langkah itu lomba besar berskala nasional sejak 2003 hingga kini telah mensyaratkan minimal ada 3 kelas hasil penangkaran. Sayang kelas hasil penangkaran sedikit menyedot peserta. “Iming-iming hadiah tidak besar,” ujar Sadgala. Hal serupa disampaikan Fahrul. “Perbandingan hadiahnya bisa 1:10 dibandingkan dari alam,” katanya. Faktor lain penyebab seretnya peserta adalah minim pasokan hasil tangkaran. Maklum menangkarkan burung kicauan tak mudah.

Arief Zulianto menuturkan ia perlu waktu sekitar 3 bulan untuk membiakkan murai batu. Namun setelah berhasil memakai sangkar dempet, dari 4 pasang murai batu berjodoh Arief dapat memetik 6 piyik per bulan. Sama dengan pengalaman Heru Sutarman saat menangkarkan cucakrawa. “Kuncinya peternak mau belajar dan sabar,” katanya.

Andai berhasil, pasar membentang. Wahyu Anto, pedagang burung di Pasar Burung Depok, Solo, Jawa Tengah, kerap kesulitan melayani permintaan kacer sebanyak 50 ekor/hari dan cucakrawa 10-20 ekor/hari. “Pasokan dari penangkar di Boyolali, Solo, dan Klaten belum banyak,” kata Wahyu.

Pedagang burung lain seperti Septian Candrawinata (Jalan Karimata, Semarang), Suroso (Pasar Bratang, Surabaya), dan Iskandar (Pasar Burung Sukahaji, Bandung) sepakat saat ini penjualan burung kicauan naik sebesar 5-10% dibandingkan 3 tahun lalu. Harga juga ikut naik. Anakan burung kontes siap bunyi kini mencapai Rp850.000/ekor dari sebelumnya Rp500.000/ekor pada 2008.

Tidak padam

Mengoleksi burung kicauan memang tak bakal pernah padam. Banyak alasan mengapa perlu memelihara burung. Selain status sosial dan tradisi, alasan lain adalah: romantisme menghadirkan suasana desa bila mendengarkan kicauan burung.

Pantas Edi Sutrisno di Tulungagung, Jawa Timur, mengoleksi puluhan burung kontes. “Ada kenikmatan mendengar kicauan burung itu,” katanya. Untuk menjaga kualitas suara bagus dan merdu Edi memberi pakan burung buatan pabrik. “Kelengkapan gizinya terjamin,” kata Edi yang memakai pakan produk Central Proteinaprima itu. Demikian pula Paino di Bekasi, Jawa Barat, yang mengandalkan pakan pabrik dari Prima Nutrisi Utama. “Burung sehat rajin bersuara,” ungkapnya.

Bagi Sadgala kini memelihara burung kicauan bak candu. Apalagi jika rajin mengikuti lomba. “Keinginan memiliki burung bagus meningkat,” katanya. Jika sudah begini harga burung seringkali menjadi nomor kesekian. Jadi wajar perputaran uang di burung kicauan mencapai triliunan rupiah. (Dian AS/Peliput: A A Raharjo, Faiz Y, Nesia A, Tri Susanti, dan Ratu Annisa- Trubus-Online)

Berita terkait (sumber: detik)

Penghobi burung perkutut di Kota Surabaya terus berkembang. Bahkan, Perkutut bisa menjadikan ajang bisnis ekspor impor dan asetnya mencapai hingga ratusan miliar.

Ketua Persatuan Pelestarian Perkutut Seluruh Indonesia (P3SI) Koordinator Daerah (Korda) Surabaya, Hadras Ridwan, menerangkan, perkumpulan penghobi Perkutut di Indonesia ada sejak tahun 1957.

Semakin lama, penghobi semakin berkembang. Bahkan, di Jawa Timur dan Kota Surabaya, jumlah penghobi Perkutut terbanyak dibandingkan dengan daerah lain.

“Hingga tahun 2010, di setiap gang jalan di perkampungan ada 5 warga yang mempunyai burung perkutut,” ujar Hadras Ridwan di sela-sela acara Musda P3SI Korda Kota Surabaya, di Rumah Makan Taman Sari, Sabtu (8/1/2010).

Ia menjelaskan, selain banyak yang hobi melestarikan burung Perkutut, warga Surabaya banyak yang berternak Perkutut, yang nilai asetnya bisa mencapai ratusan miliar.

“Hingga saat ini, ada 200 penghobi yang juga berternak. Rata-rata setiap penghobi memiliki 20 kandang. Bahkan ada yang memiliki kandang sampai 100 kandang,” tuturnya.

Ridwan menambahkan, setiap minggu atau setiap bulan, banyak warga Malaysia, Singapura maupun Bangkok Thailand datang ke Kota Surabaya, untuk belanja burung perkutut yang sepasang burung harganya bisa mencapai puluhan juta rupiah.

“Sejak 5 tahun ini, ekspor impor burung Perkutut sudah berjalan. Kebanyakan yang membeli orang-orang Bangkok. Padahal, kita beli di Bangkok, setelah kita rawat, malah orang Bangkok banyak yang tertarik,” jelasnya.

Ia berharap, Pemkot Surabaya mendukung perkembangan organisasi penghobi Perkutut. “Kita minta peran aktif Pemkot Surabaya, misalnya hal-hal berkaitan dengan kesehatan atau pariwisata. Kita juga ingin bisa menggelar dan mendukung kegiatan di Taman Surya Balai Kota,” harapnya.

Walikota Surabaya Tri Rismaharini mengaku siap mendukung penghobi Perkutut. Bahkan, pemkot menyiapkan lahan hutan kota seluas 6 hektar di kawasan Lakarsantri. “Kita akan membangun hutan kota dan kita siapkan space untuk penghobi Perkutut. Nanti kita koordinasikan dengan dinas pertanian,” tandasnya. (*)

Cara gampang mencari artikel di omkicau.com, klik di sini.

-7.550085110.743895