Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Hal inilah yang terjadi di D’Yan BF Badung Bali. Adalah Ni Putu Dianawati yang sejak tahun 2007 mengelola anakan-anakan burung dari penangkaran D’Yan BF. “Khusus untuk merawat piyik saya lakukan sendiri,” tutur Dianawati, istri Wayan Sumiarta, majikan D’Yan.
Kini, D’Yan BF telah memiliki 14 kandang cucakrowo yang aktif berproduksi, 7 kandang murai batu, lovebird dan kenari. Dari hasil produksi seluruhnya, Dianawati khusus mengasuh piyik-piyik sampai bisa makan sendiri. Dari asupan pakan sampai memberikan vitamin agar pertumbuhannya sehat.
“Awalnya sedikit kagok, tetapi lama-lama malah suka,” papar ibu dari Ni Luh Putu Dita Elita ini.
Tingkat kesulitan dan membutuhkan kesabaran terjadi pada saat baru habis disapih, khususnya yang disapih umur sekitar 3 hari. Selain terlalu kecil juga mesti menyuapi setiap waktu. Terkadang malam hari juga terus dipantau agar piyik beriar-benar cukup makan. Karena, kontinuitas asupan makanan ketika piyik sangat penting agar tidak terjadi masuk angin yang bisa mengganggu pencernaan yang berbuntut kematian.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Penangkaran D’Yan
Tentang D’Yan sendiri, semua berangkat dari hobi Wayan Sumiarta yang juga pemain lomba. Oleh karena itu, dalam mengembangkan penangkaran murai batu di Mengwi Badung, Wayan Sumiarta selalu berorientasi pada output yang berkualitas. Tidak salah kemudian jika Sumiarta yang akrab disapa D’Yan ini menomorsatukan indukan sebagai inputnya.
“Karena dari indukanlah akan muncul burung-burung yang sesuai dengan harapan. Indukan yang berkualitas lebih bisa dipastikan akan menurunkan anakan yang bagus dibandingkan indukan yang jelek. Berpegang dari pengalaman-pengalaman itulah saya lebih condong memakai indukan yang terpilih,” terang D’Yan.
Dia memilih indukan bagus juga berpangkal dari formula pengalaman peternak-peternak lain. Hal itu bisa dicermati dari fisik, daerah asal dan mental melalui uji lapangan. Secara fisik, indukan betina yang berbadan agak bulat punya kecenderungan bereproduksi lebih banyak. Rata-rata bisa bertelur tiga butir bahkan lebih.
Daerah asal murai yang bagus umumnya jenis medan yang tampak dari ekornya lebih panjang. Namun jenis borneo juga baik untuk dikombinasikan dengan jenis medan.
Di kandang D’Yan BF ada kandang untuk menangkar murai batu jenis borneo dan medan yang kemudian setiap anakannya diberi ring BXM. “Untuk memudahkan membedakannya kelak setelah dewasa,” tambah D’Yan.
Sedangkan faktor mental pejantan sangat ditentukan dari hasil di lapangan. Prestasi yang dicapai di lapangan akan membuktikan mental burung tersebut. Burung jawara sudah pasti punya mental tarung yang lebih. “Inilah yang kami pakai,” kata D’Yan.
Khusus untuk murai batu di penangkarannya, seluruh indukan pejantan merupakan burung-burung lomba. Sebelum dimasukkan ke kandang rata-rata sudah pernah menjuarai di latber-latber. Bahkan beberapa di antaranya masih aktif dilombakan. Beberapa nama jago-jagonya yang kini dipegang D’Yan yang seringkali mendominasi posisi I kelas murai di antaranya Red King, Teror, T-Rex, Avatar, Monster, Speed, Antrax, Tarsan, lalu dll.
“Empat anakan sengaja saya pelihara dan kini dalam tahap penggodokan menuju lomba,” kata D’Yan.
Dalam proses penangkaran yang selama ini dilakukan, D’Yan fokus pada kualitas lomba bukan kuantitas. Karena, dengan bisa mengembangbiakkan jenis-jenis murai yang tipe lomba, secara pelan-pelan hasilpenangkaran akan diburu dan sebaliknya akan bisa mengurangi penangkapan di alam sesuai tujuan hobi burung untuk melestarikan keberadaan burung. (Sumber: Agrobis Burung, edisi 565 Februari 2011)