Harga milet putih yang akhir-akhir ini terus naik 75% – 100 % dari harga biasanya dikeluhkan banyak penghobi burung khususnya penangkar burung-burung pemakan biji, seperti kenari, lovebird, perkutut ataupun derkuku. Kenaikan harga milet di Indonesia dipengaruhi oleh kenaikan harga milet di pasaran dunia karena negeri ini masih merupakan negeri importir dan jumlah konsumen di Indonesia yang banyak sangat potensial menyerap milet dari beberapa negara manca.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Secara umum, kenaikan harga milet ini perlu disikapi dengan arif dan tidak emosional. Sebab, fenomena ini sebagaimana ditulis Agrobur dalam laporan utamanya pada edisi terakhir, adalah siklus tahunan. Selalu terjadi dalam kurun beberapa waktu.
Hingga kini, belum diketahui secara pasti alasan yang mendasari kenaikan harga milet yang sangat tinggi itu, apakah karena gagal panen, gangguan cuaca atau penyebab lainnya. Namun yang utama, karena ini pernah terjadi dan seperti siklus tahunan, produsen pakan atau peternak yang menggunakan milet sebagai campuran utama pakan, semestinya tidak reaktif. Ya tadi, mengingat Indonesia memang masih memiliki ketergantungan tinggi terhadap produk impor.
Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...
Di Indonesia nyaris belum ada upaya untuk mengembangkan budidaya milet, guna menunjang industri besar hobi ini.
Harus diakui, fenomena ini begitu berat dihadapi para petemak atau produsen pakan bijian. Seperti kenari atau lovebird, kedua jenis yang pakan wajibnya adalah biji-bijian. “Sebenamya yang paling terhempas adalah peternak lovebird, porsi miletnya lebih banyak dibanding peternak kenari,” ujar salah seorang peternak lovebird kawakan asal Surabaya.
Juga masih ada satu lagi penghobi yang paling terpukul, akibat fenomena ini. Adalah kungmania alias penghobi perkutut.
Milet merupakan campuran utama dari menu pakan yang dikonsumsikan. Khusus di perkutut, menurut laporan Agrobur, justru mendapati harga yang relatif melambung. Melebihi harga yang ditemui di kicauan. Per 25 kilogram bisa mencapai Rp. 250.000. Padahal sebelumnya hanya menyentuh level Rp 150.000.
Di beberapa kota, para produsen pakan bijian untuk jenis kicauan, didapati menjual dalam kisaran Rp 9.000 — Rp 10.000 per kilo. Padahal sebelumnya hanya bertengger di Rp 4.000-an hingga Rp 6.000.
Melihat fenomena seperti ini, diprediksi harga jual burung juga bakal terkerek. Khususnya di lovebird, jenis kicauan yang tergolong sebagai barang fast-moving. Pasalnya, para peternak juga tidak mau terjerat akibat kenaikan harga ini.
Kalau toh tidak ingin menaikkan barga, mereka harus mencari solusi terbaik. Agar para pelanggan bisa tetap menikmati hasil ternakan mereka.
“Fenomena ini bakal sangat terasa buat para breeder lovebird skala besar. Mereka membutuhkan milet dalam volume besar. Kalau para breeder gurem tampaknya tidak terlalu merasakan imbasnya,” ujar Mr. Lukman, breeder lovebird asal Kepanjen, Malang.
Produsen pakan pun mengeluh
Meroketnya harga milet bukan hanya dikeluhkan para pemilik burung ataupun peternak, tetapi juga produsen pakan.
Memang mau tidak mau untuk bisa bertahan, para produsen pakan yang mengandalkan milet sebagai bahan utama seperti produsen pakan kenari, lovebird maupun perkutut harus menaikkan harga antara Rp 500,- sampai Rp 1.000 per pak/bungkus.
Menaikkan harga memang harus dilakukan agar usaha tetap jalan. Namun untuk menaikkan harga agar margin profit bisa tetap dan tidak turun terasa berat. Misalnya per pak dinaikkan Rp. 1.000, keuntungan mereka sudah berkurang. Jika keuntungan dijaga tetap, paling tidak harga harus dinaikkan Rp. 1.200 per pak mengingat kenaikan juga terjadi pada komponen pakan lainnya.
Hal itu dengan perhitungan selisih harga milet yang lama – sebelum naik – Rp 4.700/kg ke Rp 9.000/kg atau naik Rp 4.300/kg. Kalau per kg milet dibuat bahan pakan menjadi 4 pak, maka barga per pak harusnya naik 4300 : 4 = Rp 1.075.
Tapi beberapa produsen ada yang hanya menaikkan Rp 500 karena tidak ingin memberatkan konsumen. Seperti produsen pakan Canary dan Love Bird Kraft, menaikkan sedikit karena prediksinya kenaikan harga milet sampai Rp 7.500/kg atau sampai Rp 180 ribu/zak.
Nyatannya harga terus menangkak naik hingga tembus di atas Rp 9.000/kg. Tentu produsen tidak bisa berbuat apa-apa.
Beberapa produsen pakan berharap tahun depan harga milet bisa turun, karena kalau tidak, maka harga pakan kemasan di tanah air bisa naik lagi.
“Untuk semantara kami menaikkan lima ratus rupiah sebagai bentuk kebersamaan kami dengan konsumen. Kebetulan Canary Kraft dan Love Bird Kraft mempunyai konsumen yang jumlahnnya puluhan ribu, kami tidak ingin mereka yang sudah berat makin terasa berat bila kita naikkan lebih dari lima ratus,” ujar Agus formulator pakan.
Apakah dengan menaikkan harga sedikit, bisa untung? Hal inilah yang sulit dijawab. Menurut Agus, masih ada untung meski sangat tipis.
Demikian pula produsen pakan perkutut Surabaya menjelaskan, dengan menaikkan harga Rp 1.000 sebenarnya untungnya sangat mepet, sebab berat per kaleng sekitar 350 gram, ditambah bahan lain – seperti madu, vitamin juga naik. Tapi hal itu harus mereka jalani agar tetap bisa bertahan.
“Dengan menaikkan harga lima ratus atau seribu rupiah, mudah-mudahan dipahami konsumen. Yang penting kualitas tidak boleh berubah atau dikurangi meski pada bahan lain ada juga kenaikan seperti vitamin, telur dan madu. Hal itu tidak kami perhitungkan agar kualitas tetap tenjamin,” tambah Agus.
Daya beli tetap tinggi
Meski harga milet merangkak naik, daya beli konsumen masih tetap tinggi seperti sebelumnya. Bagi pedagang kios burung yang mangkal di rumahan, meski harganya naik tidak menjadi masalah yang penting stok milet cukup dan tidak hilang di pasaran. Jika stok milet tidak ada di pasaran, itu yang bakal menjadi persoalan bagi para pedagang kios burung.
Selama ini, stok milet di Pasar Burung Sukahaji Bandung misalnya, cukup banyak hingga para pedagang kios pun tidak merasa terganggu atas naiknya harga milet.
Menurut Suhada, pedang kios burung yang mangkal di Melong, Cimahi, para pembeli tidak merasa terganggu atau rewel dengan naiknya harga ini. Mereka tetap nyaman selagi stok milet di kios-kios burung atau Pasar Sukahaji, masih tersedia.
“Mau apa lagi kalau sudah naik, toh yang penting stoknya ada. Yang repot stok kurang, harga melonjak tajam. Jadi, berapa pun naiknya oleh penggemar burung atau breeder pasti dibelinya,”ujar Suhada di tempat mangkalnya di Melong, Cimahi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Yanto. Penggemar lovebird ini, tidak mempersoalkan harga milet putih dan milet merah yang saat ini merangkak naik. Baginya, yang terpenting stoknya di pasaran ada dan tidak menghilang seperti awal tahun lalu ketika hampir seminggu tidak ada milet di pasaran.
Menurutnya, kondisi saat ini memang sangat berpengaruh terhadap peternak lovebird. Tetapi bila harga pakan milet naik, harga jual lovebird pun ikut naik. “Ini harus disesuaikan dengan kebu tuhan pakannya. Saya juga nggak mau rugi bila memang ada yang minat terhadap burung ini. Ya, biar sama-sama enak gitu,” kata Yanto, salah satu penggemar lovebird rumahan.
“Milet putih dan milet merah merupakan salah satu makanan pokok burung impor ini. Jika harganya naik di pasaran secara otomatis harga jual burung lovebird pun ikut naik. Itu sudah hukum dagang dan umumnya para penggemar pun mengerti akan hal ini. Dan peternak pun menaikkan harga hanya berkisar Rp 25.000,- sampai Rp 50.000 per ekor,” ungkap Suhada yang juga diamini oleh Yanto.
Namun menurut pengalaman, ketika komponen pakan naik membumbung, harga burung pemakan jenis pakan bersangkutan akan turun harganya karena orang tidak mau gambling membeli burung yang harga pakannya relatif mahal.
Sementara itu, menurut Ebod Jaya, salah satu produsen pakan burung, kenaikan harga milet putih yang merupakan makanan utama lovebird, tidak mesti disikapi dengan menaikan harga pakan kemasan. Sebab, kenaikan ini bersifat fluktuatif. Bisa jadi dalam waktu dekat harganya kembali normal.
”Kecuali jika selama 3-4 bulan harga tidak turun, kenaikan harga pakan kemasan tidak bisa dihindari,” ujar Ebod.
Di Bali
Kenaikan harga milet juga terasakan dampaknya di Bali. Pada bulan lalu harga milet putih bersih sekitar Rp. 7.000/per kilogram kini sudah di atas angka Rp. 10.000. Hanya saja, kenaikan ini belum terasa dampaknya di kalangan konsumen.
Budi Hariono, peternak lovebird yang kini mengandangkan 60 pasang indukan, mengakui hal itu. Disebutkannya, karena pakan yang dibutuhkan tidak terlalu banyak sehingga kenaikan 50 persen belum mengganggu keuntungan yang dicapai dalam sebuIan. Masalah akan muncul jika barang itu tidak ada.
“Kalau masih ada dan harganya wajar saya rasa ndak masalah karena harga anakannya juga tinggi. Tetapi yang menakutkan bila barangnya tidak ada,” terang Budi Hariono, pemilik Ojolali BF di Padanggalak Kesiman.
Jika milet tidak ada diakuinya sulit untuk mencarikan pengganti pakan yang pas. Kalau pun ada perlu waktu penyesuaian.
Walaupun begitu, ketika harga milet mulai naik, Budi Hariono mengaku mulai mencarikan alternatif pakan agar burung tetap sehat dan pro duksi tetap lancar. Saat ini, dia sedang mencoba menambah porsi jagung dan sayur tetapi diakuinya belum bisa optimal karena harga kedua pakan mentah ini juga mahal.
Pedagang milet dalam jumlah partai besar di pasar Sanglah, Rosidi, mengaku bingung dengan lonjakan harga milet yang signifikan. Terkadang dirinya mengaku malu untuk mengatakan bahwa harga milet naik kepada peternak perkutut pelanggannya.
Rosidi yang dalam sehari biasanya bisa menjual satu kuintal milet putih eceran itu mengaku harga dari agen milet sudah naik sehingga di bawah mesti ikut naik agar tidak sampai merugi.
Ia menduga kenaikan ini masih terjangkau oleh para peternak. Terlebih lagi kebutuhannya tidaklah besar karena burung pun hanya makan sedikit milet.
Beberapa peternak lovebird mengaku belum berani mengganti pakan milet karena kebutuhannya masih sedikit terlebih lagi peternak di bawah 10 kandang.
Namun berbeda halnya dengan peternak derkuku. Untuk menyiasati pakan milet, seat ini banyak yang mengganti dengan jagung giling halus yang dicampur dengan sentrat.
“Terpaksa untuk sementara diganti dulu dengan jagung sambil nunggu harga mulai turun,” tambah Bagus Wirawan dar 18W BF, peternak derkuku yang memiliki lebih dari 15 kandang di Nusa Dua.
Sudah biasa
Sementara itu menurut produsen pakan burung Freshmix, Fauzi, pengaruh kenaikian harga milet belum terasa pada usahanya.
“Dari dulu, harga turun naik dari milet itu sudah biasa, kita bisa memperkirakan pergerakan harganya, dan dengan demikian bisa menerapkan manajemen stok dengan baik. Kebetulan kami ini hanya home industry yang kebetulan pula sangat menenkankan pada kualitas, sehingga sudah mengatisipasi dengan cara menyimpan stok yang cukup, hingga harga kembali turun.”
Menurut Fauzi, kenaikan harga milet kali ini lebih dipicu karena meroketnya pamor lovebird, sebagai pemakan utama milet. “Sama dengan kasus otek, kalau otek harganya naik, pasti burung parkit anjlog, begitu otek harganya turun, parkit meroket lagi pamornya, begitu.”
Naiknya permintaan akan lovebird yang luar biasa belakangan ini, memang membuat permintaan terhadap milet juga naik secara signifikan.
Pada perkutut
Para kungmania yang kini juga bingung dengan kenaikan harga milet. Purwanto Grand Master juga mengeluhkan pasalnya menu milet harus selalu ada untuk kebutuhan burung-burung ternaknya.
Melihat harga milet yang melambung, peternak pun mulai mensiasati dengan mencampur makanan tersebut dengan menu Iainnya seperti gabah, ketan hitam dan juga jemawut. Cara ini sebenarnya kurang etektif, pasalnya menu yang dicampur harganya juga relatif mahal.
Hanya saja, menu campuran seperti itu hanya diberikan pada burung di kandang penangkaran dan juga burung non lomba. (Ref: Agrobur)
Penting: Burung Anda kurang joss dan mudah gembos? Baca dulu yang ini.
terasa berat rasanya denagan kenaikan harga milet.karena saya adalah pemula lovebird breeding.semoga hal ini akan segera kembali normal
sebagai pemakai milet, ngikut harga aja lah..