Ada sebuah tread di forum kicaumania yang sebenarnya sudah lama, tetapi masih relevan diangkat lagi, yaitu tentang mental burung murai batu. Tread yang dimoderati Om Root ini dibuka sejak 29 November 2010, namun karena diskusi berlangsung hangat dan ramai, baru ditutup 11 Agustus 2012. Meski moderator mengaku sudah mendapat jawaban, namun sumber jawaban yang berdasarkan hasil pooling itulah yang membuat saya tergoda untuk menulis artikel ini. Sebagian besar materi artikel ini sebenarnya juga berlaku untuk semua jenis burung.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Om Root membuat pooling cerdik, dengan mengajukan pertanyaan: apakah mental murai batu diturunkan secara genetis? Ia kemudian memberikan lima opsi jawaban, yang langsung disambar para kicaumania dengan jawaban bervariasi. Adapun lima opsi jawaban yang disodorkan, beserta hasilnya, terlihat pada tabel berikut ini :
OPSI JAWABAN | PERSENTASE | |
a. | Ya, 100 % | (10,62 %) |
b. | Tidak, hanya didapatkan dari latihan | (12,39 %) |
c. | Didapatkan dari kombinasi antara genetis dan lingkungan (latihan) | (74,34 %) |
d. | Didapatkan dari murai batu juara | (2,65 %) |
e. | Didapatkan dari indukan yang bagus | (7,96 %) |
Saya tidak akan mempersoalkan kesahihan jawaban ilmiah yang didasarkan pada hasil pooling, karena yang saya amati justru keguyuban para kicaumania dalam memberikan masukan dan pendapat, sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman masing-masing. Apalagi beberapa penangkar murai batu seperti Om Amiex dan Om Didik RBBF ikut memberi masukan. Ikut nimbrung pula Bos KM, Om Yogi Prayogi (Om CJ), yang ternyata jago genetika.
Om Root mengajukan pertanyaan dengan asumsi begini: Kalau mental MB bersifat genetis, berarti semua penangkar wajib memilih indukan yang memiliki mental bagus. Sebaliknya, kalau mental MB tidak bisa diturunkan kepada anaknya, berarti penangkar wajib membangun mental semua burung hasil penangkarannya.
Batasan mengenai mental burung
Oke, sebelum masuk ke inti permasalahan, kita perlu bertanya apa yang dimaksud dengan mental murai batu? Mungkin jawabannya bisa subjektif, tetapi secara umum yang dimaksud mental adalah perilaku / kebiasaan burung ketika merespon sesuatu yang ada di dekatnya, baik yang dilihat atau didengarnya. Sesuatu itu bisa berarti manusia, burung sejenis, burung lain, maupun benda asing yang belum pernah dilihat atau didengarnya.
Dengan pemahaman ini, maka mental MB yang baik adalah ketika ia memiliki beberapa perilaku berikut ini:
- Bersikap ingin bertarung dalam arti sesungguhnya, karena itulah MB disebut sebagai fighter sejati, sebagaimana ayam jago.
- Berkicau lantang setiap melihat musuhnya, atau mendengar kicauan musuhnya.
- Tidak mudah drop ketika mendengar kicauan musuh lebih keras, atau gerakannya lebih agresif. Ia tetap bersikap seolah ingin menghadapinya.
Mungkin ada yang ingin menambahkan contoh lain?
Mental yang bagus belum tentu sama dengan kondisi fisik atau power yang bagus. Burung dengan kondisi fisik / power bagus bisa saja memiliki mental mudah keder. Sebaliknya, burung bermental hebat, meski kalah power dan fisik, tetap saja cuek melihat musuhnya.
Nah, sekarang kita masuk ke pokok permasalahan. Apakah beberapa perilaku yang terkait dengan mental MB diturunkan secara genetis? Saya jawab “ya”.
Selain mental, faktor lain yang diturunkan secara genetis adalah volume dan irama suara, dua hal yang terkait dengan struktur pita suara. Adapun variasi lagu ditentukan oleh latihan / pemasteran.
Faktor lain yang bersifat genetik adalah kecerdasan, termasuk kecerdasan dalam mengingat suara yang pernah didengarnya. Kecerdasan individu MB berbeda-beda, tergantung dari bapak, ibu, atau bapak dan ibunya. Burung dengan kecerdasan yang sama, tetapi mendapat perlakuan / perawatan (faktor lingkungan) yang berbeda, akan menghasilkan performa berbeda.
Kembali ke mental MB. Kalau tidak diturunkan secara genetis, tak akan pernah ada MB atau kacer yang fighter. Jika mental ini tidak diturunkan secara genetis, maka setiap individu MB yang bertemu dengan sesama MB yang belum pernah dilihatnya pasti akan rukun-rukun saja, langsung ngerumpi seperti lovebird.
Murai batu, kacer, juga ayam jago memang didesain Sang Pencipta untuk menjadi petarung. Sedangkan lovebird, atau itik, didesain sebagai individu yang mudah akur dengan satwa sejenis yang baru pertama kali dilihatnya. Jadi, uraian ini sekaligus menjawab pertanyaan mengapa MB selalu ingin bertarung setiap kali melihat musuhnya.
Ini adalah sikap mental yang diwariskan turun-temurun, kecuali jika kelak ada seorang ornitholog yang mau menghilangkan beberapa gen MB yang terkait dengan sifat bertarungnya dalam locus gen, sehingga akan tercipta murai batu generasi baru yang setiap bertemu musuh malah terlihat akur (he.. he.. nggak ada lomba murai lagi dong…).
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Sifat fighter itu muncul bukan hanya ketika MB melihat musuhnya, tetapi juga setiap kali ia mendengar kicau musuh-musuhnya. Ini juga merupakan karakter dasar yang bersifat genetis, yang tidak hanya dijumpai pada murai batu, tetapi juga pada sebagian burung berkicau yang punya kebiasaan menjaga wilayah teritorialnya di alam bebas.
Di alam bebas, burung memiliki kebebasan dalam mencari pasangannya. Setiap kali memperoleh jodoh, burung jantan secara naluri akan menjaga wilayah teritori atau kekuasaannya dengan cara berkicau atau bernyanyi. Nada nyanyian (song) selalu berbeda pada nada panggilan (call).
Nada nyanyian selalu keluar dari burung jantan-dominan, yang berkuasa di wilayah teritorialnya. Burung jantan-dominan merupakan pemimpin bagi burung betina yang menjadi pasangannya, burung betina lain, serta beberapa burung jantan-subordinat seperti anak-anaknya yang sudah tumbuh dewasa dan belum memisahkan diri.
Nada nyanyian itu seperti mengumumkan kepada burung lain yang bukan bagian dari komunitasnya, bahwa tempat ini merupakan sarang dari pasangannya atau tempat komunitasnya mencari makan. Pengumuman ini akan membuat burung lain tidak memasuki wilayah tersebut. Pada beberapa burung petarung, seperti MB, larangan itu terkadang dilanggar dengan risiko harus bertarung.
Karakter individu burung bisa berbeda
Nah, dari dua perilaku itu saja sudah bisa ditebak bahwa mental murai batu bukan hanya diturunkan secara genetis, tetapi juga menjadi bagian karakter dari burung MB itu sendiri. Tetapi hendaknya jangan dilupakan pula, setiap individu burung memiliki kadar yang berbeda untuk perilaku yang sama. Ini bisa terkait dengan faktor genetik, misalnya hormon testosteron, kadar nyali dan sebagainya.
Untuk memudahkan ilustrasi, saya akan mengambil contoh ayam. Dua ekor ayam jago yang belum pernah bertemu, entah berbadan besar atau kecil, pasti akan bertarung jika dipertemukan. Seperti dijelaskan, ini sudah menjadi karakter bawaan dari semua ayam jago.
Tetapi beberapa individu ayam jago terkadang langsung lari setelah mendapat beberapa hantaman dari lawan. Sebaliknya, ada juga individu ayam yang tetap bertahan meski terus diserang lawannya.
Contoh di atas menggambarkan bahwa setiap individu memiliki nyali yang berbeda. Begitu pula dengan MB. Di alam bebas, mereka bisa bertarung lama, namun dapat juga berjalan singkat, tergantung dari nyali masing-masing.
Faktor non-genetis juga berpengaruh
Nyali merupakan sifat bawaan yang diturunkan secara genetis. Tetapi kadarnya bisa ditingkatkan melalui latihan dan pengalaman.
Sebagai contoh, jika seorang istri pemalu menikah dengan suami pemalu, maka anak-anaknya cenderung pemalu. Tetapi ketika anak mendapat pelatihan kepribadian, lalu memiliki pergaulan luas, sifat pemalunya pelan-pelan bisa “dihilangkan”. Artinya, sifat pemalu tetap ada pada diri si anak, tetapi tertutupi oleh kemampuannya untuk mengubah sifat pemalu menjadi pemberani berkat training tertentu.
Saya punya sahabat anak tentara. Waktu kecil, dia sering pulang ke rumah sambil menangis karena kalah berkelahi. Setiap melihat dia menangis gara-gara berkelahi, sang ayah langsung menuntunnya ke tempat lawannya. Ia meminta anaknya berkelahi, bahkan ikut menungguinya.
Karena takut kepada ayahnya, si anak menghilangkan ketakutannya terhadap musuhnya dan berkelahi lagi. Meski kalah lagi, ia sudah tidak menangis. Akhirnya kawan saya diikutkan beladiri, dan beberapa bulan kemudian diminta berkelahi lagi, dan menang.
Ini kisah nyata yang bisa menggambarkan bagaimana individu dengan karakter dasar bernyali kecil, namun berkat tempaan tertentu bisa mengubahnya menjadi lebih bernyali. Sifat keras ayahnya, dan latihan beladiri, adalah contoh tempaan dan pengalaman yang dapat mengubah nyali kecil menjadi besar.
Pada burung, khususnya burung petarung seperti MB, kacer, serta cendet, penambahan hormon testosteron bisa menaikkan kadar nyalinya. Anda bisa mencobanya dengan pemberian TestoBirdBooster secara rutin, nanti akan terlihat perbedaan terutama pada MB yang semula drop setiap melihat lawan.
Selain itu, burung harus sering dibiasakan bertemu dengan lawan-lawannya. Tak harus di arena lomba, ditrek dengan MB milik tetangga atau sahabat pun bisa sedikit demi sedikit meningkatkan nyali burung. Membiasakan menggantung sangkar di tempat yang ramai, atau dilalui banyak orang, juga membuat MB cenderung memiliki nyali bagus.
Mental MB terhadap kicauan musuh
Mental MB terhadap kicauan musuh berbeda-beda. Ada yang ngeper ketika mendengar kicauan musuh lebih merdu, tetapi ada juga yang cuek saja. MB yang ngeper ini biasanya masih muda dan dipaksa harus menghadapi MB yang sudah mapan. Ini menyangkut pengalaman dan jam terbang.
Karena itu, untuk meningkatkan mental bertanding, MB muda jangan langsung ditempelkan ke MB mapan. Sebab kalau sudah drop mental, agak susah membenahinya. Lain halnya jika MB sudah mapan, biasanya sudah tidak peduli lagi terhadap kicauan lawan.
Fakta ini sering kita jumpai dalam lomba burung berkicau, bahkan pernah dialami dua murai terbaik saat ini, yaitu Happy Birthday milik Akia Jambi maupun Natalia milik Mr Gunawan Solo. Natalia pernah kalah dari burung milik H Iwan (Cirebon) di Sultan Kasepuhan Cup Cirebon, tapi sepekan kemudian berhasil melakukan revans terhadap lawan yang sama di RMI Cup. Happy Birthday juga pernah dikalahkan Pelor Mas milik H Nendra Jakarta, namun mampu juga membalas kekalahannya.
Yang berperan di sini adalah bagaimana perawatan burung setelah lomba, baik menang atau kalah. Hal ini menyangkut setelan pakan dan ekstra fooding, mandi-jemur, teknis penggantangan, dan sebagainya. Dengan demikian, makin benar bahwa faktor non-genetis pun sangat berpengaruh terhadap mental MB.
Kondisi mental murai batu, sebagaimana burung lainnya, juga memiliki grafik naik-turun. Mungkin dapat diibaratkan dengan emosi manusia. Ketika perasaan sedang nyaman, dihina orang pun terkadang masih bisa mengalah. Ketika ketika hati sedang gundah, diberi nasihat baik malah terkadang bisa marah besar.
Nah, murai batu dengan mental sehebat apapun tetap ada batasannya, ketika harus menghadapi situasi dan kondisi tertentu. Misalnya ketika kondisi fisik kurang fit, namun dipaksakan berlomba. Biasanya MB dalam kondisi ini akan memekarkan bulu-bulunya, atau menabrak jeruji sangkar begitu melihat musuh-musuhnya.
Jika mentalnya bagus, dia bisa segera ngelangsing lagi begitu mendengar musuhnya mulai bersuara, dan merespon balik dengan mengeluarkan kicauannya. Burung bagus yang dalam kondisi tidak fit seringkali terlambat panas, dan beberapa MB juara pun pernah mengalami hal seperti ini. Tetapi jika burung belum mapan, biasanya dia akan segera gembos, dan membutuhkan penanganan lebih serius.
MB dalam keadaan over birahi juga sering mengalami perubahan mental. Dalam hal ini, pemilik / perawat mesti lebih cermat dalam mengawasi perkembangan burungnya. Sebab ketika mentalnya jatuh dan tak segera diatasi akan membuat burung yang semula bermental bagus bisa menjadi buruk. Sekali lagi, faktor lingkungan tetap tidak bisa diremehkan.
Umur burung juga sangat menentukan pembentukan mental melalui perawatan. Jika perawatan dimulai sejak piyikan, hasilnya tentu berbeda ketika Anda merawat burung umur 3-4 bulan. Makin awal ditempa makin baik pula mentalnya.
Dari seluruh uraian di atas, ternyata ada titik temu dengan hasil pooling, di mana 74,34 % kicaumania percaya bahwa mental burung murai batu merupakan hasil kombinasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan (latihan).
Ada dua opsi jawaban yang memiliki persentase rendah, yaitu mental MB didapatkan dari indukan yang bagus (7,96 %) dan didapatkan dari MB juara (2,65 %). Indukan yang bagus memang bisa menghasilkan anakan yang bagus.
Begitu pula dengan MB juara, berpeluang menghasilkan keturunan bagus (terutama pada cucunya yang jantan). Tapi semua itu belum tentu menjamin mental yang bagus, jika tak dibarengi dengan perawatan dan latihan yang bagus, serta setelan pakan dan EF yang tepat.
—
Penting: Burung Anda kurang joss dan mudah gembos? Baca dulu yang ini.
maaf kalau solo bisa beli dmana testobird nya..terimakasih
Sy pernah liat nih om burung beginian di pohon nangka tetangga lagi bertengger. Warna nya bagus.. Tp sy gak ngerti burung sih.. Jd di lewatin aja deh tuh burung…
ulasan yang mantap