Di balik kesulitan pasti ada kemudahan. Nasihat ini kerap disampaikan orangtua, guru, juga pemuka agama. Mudah diucapkan, meski tidak selalu mudah dijalankan. Namun Agus Fathoni, warga Dusun Ngrukem, Desa Pendowoharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, mampu menjalankan nasihat itu dengan baik, ketika ingin menangkar burung trucukan. Artikel ini bisa menjadi inspirasi bagi Anda yang ingin menjadi penangkar burung: apapun jenisnya.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Ada dua acungan jempol yang pantas kita sampaikan kepada Agus Fathoni, atau biasa disapa Guspat. Pertama, selama ini jarang sekali orang yang mau menangkar burung trucukan. Tidak mengherankan jika sebagian besar trucukan dibeli dari pasar burung atau take-over dari teman atau kicaumania lainnya.
Populasi burung trucukan (Pycnonotus goiavier) di alam bebas memang belum terlalu mengkhawatirkan, atau berstatus Least Concern (LC). Tetapi sampai kapan status itu bertahan, kalau setiap hari selalu saja terjadi penangkaran trucukan dari alam bebas?
Kedua, informasi tentang penangkaran burung trucukan masih terlalu minim, baik melalui publikasi ilmiah, buku-buku, maupun informasi dari media online (lebih mudah mencari informasi perawatan daripada penangkaran trucukan). Itu sebabnya, Om Guspat berusaha melalui caranya sendiri, meski berkesan trial and error.
Kandang penangkaran sederhana
Guspat membuat kandang penangkaran sederhana, berukuran 1 x 2 m2, dengan model tertutup. Pasalnya karakter trucukan mirip cucakrowo, yaitu agak sensitif. Di dalam kandang penangkaran disediakan ranting pohon agar menyerupai kehidupan di alam bebas.
Pakan indukan terdiri atas voer, jangkrik, dan pisang. Jangkrik sangat diperlukan untuk meningkatkan birahi kedua indukan, agar mau kawin.
Untuk penjodohan, dia tidak menggunakan teori perkenalan (pra-penjodohan). Pokoknya calon induk jantan dan betina langsung dimasukkan dalam kandang penangkaran. Meski tanpa perkenalan, ternyata keduanya tidak berantem.
Telur sering pecah
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Minimnya informasi membuat Guspat sempat kebingungan ketika beberapa kali mengalami kegagalan. Dua bulan lamanya dia harus menunggu induk betina bertelur. “Setelah berjodoh, trucukan betina bertelur untuk pertama kalinya. Namun telur pecah di dasar kandang, karena betina tidak mau menaruh telurnya di sarang. Begitu pun dengan telur kedua,” ujar Guspat.
Sarang yang digunakan untuk trucukan sama seperti yang biasa digunakan cucakrowo (mangkuk terbuka). Dengan caranya sendiri, dia mengubah model sarang, dengan membuat sarang yang terlindung dari papan kayu (glodok), agar indukan lebih nyaman.
Beberapa hari kemudian, induk betina kembali bertelur. Namun masih saja pecah di dasar kandang. Menurut pengakuannya, hal itu disebabkan induk jantan mengalami over birahi (OB). Si jantan terus mengejar betina, termasuk saat mau bertelur. Akibatnya, betina bertelur di sembarang tempat dan pecah.
Jadi perkaranya bukan soal model sangkar, melainkan si jantan yang terus minta kawin dan selalu mengejar betina termasuk saat mau bertelur. Belajar dari pengalaman itu, Guspat kemudian menangkap burung jantan dan memasukkannya ke dalam sangkar.
Hasilnya, induk betina mau bertelur dua butir di sarang, bahkan mulai mengerami telur-telurnya. Ah, satu ujian sudah terlewati.
Catatan Om Kicau:
- Dalam beberapa literatur mancanegara soal burung trucukan alias yellow-vented bulbul, warna telur burung ini memang bervariasi, mulai dari putih, cokelat muda, cokelat tua, hingga cokelat kemerahan.
- Induk jantan dan induk betina sebenarnya mengerami telur secara bergantian. Namun dalam kasus Om Guspat, induk jantan dimasukkan dalam sangkar karena mengalami OB, sehingga hanya betina yang mengerami telurnya.
Semula Om Guspat sempat dagdidug, karena hanya satu telur saja yang menetas dan itu terjadi pada hari ke-11 pengeraman. Namun beberapa hari kemudian, telur kedua akhirnya menetas juga.
Induk betina ternyata mampu menjadi ibu yang baik. Dengan telaten, sang induk memberikan kroto kepada anak-anaknya. Umur enam hari, piyik sudah mulai tumbuh bulu jarum.
Kendala yang dihadapi adalah banyaknya gurem / kutu, baik yang menempel di sarang maupun pada tubuh piyikan. Atas saran tetangga, dia menaburkan tembakau yang dirajang halus, lalu ditebarkan di dalam dan sekitar sarang.
Sempat manjur beberapa hari, namun kutu / gurem datang lagi. Sebab gurem yang menempel di tubuh piyik dan indukan tidak bisa dihilangkan, dan sebagian merambat ke bahan sarang.
Meski menghadapi kendala, akhirnya kedua piyik itu mampu tumbuh dan berkembang dengan baik. Yang penting, ketika induk betina meloloh piyikan, sediakan menu tambahan berupa kroto. Biasanya, induk betina sering menyuapi anaknya dengan jangkrik, kroto, dan pisang.
Perkembangan piyik tidak berbeda dari trucukan liar, karena Guspat tidak sempat melakukan sistem hand feeding atau pelolohan oleh manusia. Semuanya diasuh langsung oleh induknya sampai burung bisa makan sendiri dan belajar terbang.
“Akibatnya, ketika dipindahkan ke sangkar, trucukan muda tetap nabrak sana-sini seperti trucukan muda hutan. Kalau diloloh sejak piyik, mungkin burung bisa lebih jinak dan lebih mudah dilatih,” ujarnya.
Itulah sekelumit kisah perjuangan Om Guspat selama setahun dalam mengatasi berbagai kesulitan dalam penangkaran burung trucukan. Bisa mengatasi kesulitan tentu menimbulkan kepuasan batin yang tak terkira.
Apa yang bisa dipetik dari kisah ini?
- Meski minim informasi, kegigihan Guspat dalam menganalisis setiap kegagalan dapat menjadi pelajaran penting bagi siapapun yang mau menjadi penangkar. Trial and error tidak selamanya buruk, yang penting bisa mengenali karakter burung yang ada dalam rawatannya.
- Bagaimana pun masa perkenalan atau pra-penjodohan antara calon induk jantan dan betina tetap penting. Om Guspat mengalami sendiri. Tanpa metode tersebut, betina baru bertelur setelah dua bulan disatukan dalam kandang penangkaran.
- Gurem dan kutu dalam sarang mudah dibasmi, tetapi yang sudah menempel pada tubuh induk dan piyik tidak mudah dienyahkan. Dianjurkan menggunakan 5 gram serbuk FreshAves, yang dilarutkan dalam 1 liter air, lalu dimasukkan dalam spayer. Semprotkan larutan tersebut ke tubuh induk maupun piyik (aman untuk burung dan manusia). Untuk mengusir gurem / kutu di sarang, taburkan serbuk Fresh Aves pada bahan sarang yang ada di bagian bawah.
- Anda bisa menentukan kualitas produk berdasarkan pangsa pasar yang dituju. Jika ingin menjualnya rutin ke pasar burung, cara Om Guspat yang membiarkan induknya mengasuh piyikan sampai mandiri adalah pilihan yang tepat. Jika ingin menjual dalam bentuk anakan / burung muda yang lebih jinak dan mudah dilatih, sebaiknya menggunakan model hand feeding pada saat piyik berumur 5-10 hari.
Penting: Burung Anda kurang joss dan mudah gembos? Baca dulu yang ini.
aq blum paham mana jantan mana betina
Aku juga pengen ternak burung trukcukan,, tapi minim banget infonya,. Cuma nemu info ini doang satu-satunya..
waktu Smp dulu,saya pernah dapet dua ekor anakan masih loloh di Pohon jambu,,Jinak burung nya bisa pulang kekandang sendiri klo saya pulang sekolah langsung Nemplok di kepala di kasih air langsung mandi sendiri,,tapi ga lama mati di makan kucing soal nya selalu di lepas kaya burung dara gitu,,,jadi pengen punya lagi
untuk burung trucukan ciri betina dan jantan
Suara trucukan jantan lebih keras (betina lirih); kalau berkicau, jambul jantan akan lebih sering terlihat (njambul); bulu-bulu di sekitar cuping telinga terlihat lebih keluar alias njegrak (mengembang); warna hitam pada iris mata trucukan jantan lebih jelas / tegas.