Kepodang (Oriolus chinensis) merupakan burung kicauan yang cantik, bahkan menjadi maskot satwa Provinsi Jawa Tengah (ditetapkan di masa kepemimpinan Gubernur HM Ismail: 1983 – 1993). Meski demikian, burung ini juga dijumpai di sejumlah daerah Indonesia dengan beberapa nama lokal seperti bincarung (Sunda), gantialus (Sumatera), kunyit besar (Melayu), dan gulalahe (Sulawesi). Kicauannya merdu dan kencang, seperti alunan suara seruling. Sayangnya, kicauan merdu kepodang di hutan-hutan kini mulai menghilang.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Menghilangnya burung kepodang di hutan-hutan, terutama di Pulau Jawa, diduga akibat penangkapan, perburuan dengan senapan mimis, juga karena masih banyak masyarakat yang menjalankan tradisi dengan menggunakan kepodang sebagai salah satu bagian dari ritual tersebut.
Popularitas burung kepodang di Jawa sering diungkap melalui lagu (lelagon), peribahasa (wangsalan dan panyandra), hingga karya puisi modern.
Kepodang bagi masyarakat Jawa Tengah dipahami sebagai sebutan bagi burung berwarna kuning, yang mengandung makna filosofis sebagai generasi muda, anak, keindahan, kekompakan, dan keserasian.
Karena filosofi keindahan itulah, kepodang sering digunakan sebagai salah satu bagian dari ritual tujuh bulanan, dengan harapan anak yang dikandung akan memiliki keindahan, kecantikan, atau ketampanan seperti kepodang. Apalagi kepodang dikenal sebagai burung pesolek, yang selalu menjaga kebersihan bulu dan sarangnya.
Di beberapa daerah di Jawa Barat, kepodang juga dianggap sebagai burung penolak bala. Rumah yang di dalamnya ada burung kepodang diyakini sebagian masyarakat Sunda bisa terhindar dari marabahaya seperti kebakaran, kemalingan, diserang ilmu santet, dan sebagainya. Benar dan tidak mitos tersebut, wallahu a’lam bis-sawab.
Berbagai ritual dan mitos itu, sedikit atau kecil, nampaknya ikut memengaruhi maraknya aksi penangkapan terhadap burung kepodang di habitatnya. Meski IUCN Red List menempatkan burung kepodang dalam status Least Concern / LC (Risiko Rendah), fakta di lapangan berbicara lain: makin sulit menemukan kepodang di alam liar, khususnya di Jawa.
Habitat, perilaku, dan makanan
Burung kepodang termasuk dalam keluarga Oriolidae, dengan genus Oriolus, dan memiliki 30 spesies di seluruh dunia. Hanya beberapa spesies yang dijumpai di Indonesia, misalnya burung kepodang emas, kepodang batu, dan kepodang kapur.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Dari ketiga jenis kepodang tersebut, yang paling banyak dipelihara dan dicari masyarakat untuk ritual mitoni adalah kepodang emas. Karena itu, penangkaran terhadap burung ini dianjurkan untuk mengantisipasi makin menipisnya populasi kepodang emas di Tanah Jawa.
Di alam liar, burung kepodang hidup di hutan-hutan tropis dan beberapa spesies hidup di daerah subtropis seperti Asia Timur. Ada juga yang terlihat di kawasan dekat pantai, areal perkebunan, bahkan pekarangan rumah di pedesaan untuk mencari makan. Umumnya burung ini hidup berpasangan.
Wilayah persebarannya cukup luas, mulai dari daratan China, Asia Tengah (India, Bangladesh, dan Srilanka), hingga Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di negeri kita, kepodang bisa dijumpai mulai dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Di Jawa dan Bali, kepodang lebih sering berada di pepohonan pada dataran rendah.
Makanan utamanya adalah buah dan serangga berukuran besar. Ada keunikan dari burung ini, yaitu sering menculik anakan burung kecil dari sarangnya untuk dimakan. Karena alasan itulah, kepodang sering diusir burung-burung lain pada musim berkembang biak.
Perawatan dan penangkaran kepodang
Perawatan kepodang sebenarnya sama saja dengan burung pemakan buah dan serangga yang lain, terutama dari keluarga cica daun (leafbird) seperti cucak hijau. Silakan lihat kembali artikel perawatan harian burung cucak hijau di sini, sebagai referensi bagi Anda yang memelihara kepodang.
Meski tidak termasuk dalam daftar burung yang dilindungi di Indonesia, dan IUCN Red List masih menetapkannya dalam status Risiko Rendah, Om Kicau menyarankan kepada siapapun yang memiliki kepodang di rumah untuk memulai usaha penangkaran.
Siapa tahu bisa menjadi bisnis sampingan (bahkan utama) bagi Anda, terkait dengan tradisi dan kepercayaan sebagian masyarakat Jawa dan Sunda mengenai burung ini. Selain itu, bukankah kepodang merupakan burung multifungsi, yang bisa dijadikan penyanyi di rumah, sekaligus sebagai burung hias yang indah dipandang mata.
Burung kepodang agak sulit dibedakan jenis kelaminnya, karena termasuk burung monomorfik (penampilan fisik hampir sama). Om Kicau sudah membuatkan tabel dalam bentuk gambar di bawah ini, untuk memandu Anda dalam melakukan sexing terhadap burung kepodang.
Sebagai gambaran, untuk menangkar burung kepodang diperlukan kandang penangkaran yang luas dengan beberapa tenggeran / ranting, yang dilengkapi dengan tanaman alami maupun tanaman buatan yang rindang.
Wadah sarang diletakkan di sela-sela ranting tanaman, agar suasananya menyerupai habitat asli. Wadah sarang bisa terbuat dari rotan atau besek berbentuk cawan yang ditempatkan pada posisi yang agak tinggi.
Bahan sarang antara lain berupa rumput-rumputan, jerami, atau ranting kering. Apabila proses perkawinan berhasil, induk betina akan bertelur sebanyak 2 butir, dan akan dieraminya selama 17 – 21 hari. Setelah menetas, anakan akan dirawat bersama oleh induk betina dan induk jantan.
Suara burung kepodang
Sebagai referensi, berikut ini suara merdu burung kepodang. Tekan panel play untuk memutar suara, atau pencet link download untuk mengunduh suaranya.
Kok nggak ada videonya? Ada tuh di bawah ini, silakan menyimak:
—