Bagaimana kinerja kabinet baru Pelestari Burung Indonesia (PBI) periode 2013-2018 nanti? Salah satu opini yang muncul di media massa ternyata bernada pesimistis. Salah satu di antaranya adalah tulisan Om Wahyu Dwi Widodo di Agrobur Edisi 672 Maret 2013. Pesimisme itu berangkat dari susunan pengurus yang akan mendampingi Pak Bagya nanti.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Sejumlah penilaian Om Wahyu Dwi Widodo sebenarnya nyaris senada dengan pendapat saya di artikel “Plus minus PBI dan BnR di mata saya“. Nah, PR utama kabinet PBI saat ini tentunya adalah bagaimana mengubah pesimisme kalangan kicaumania itu menjadi optimisme demi tercapainya visi dan misi PBI sebagai lembaga yang mengklaim diri sebagai pelestari burung Indonesia.
Sebelum masuk ke artikel opini Om Wahyu, berikut ini adalah susunan lengkap kepengurusan Pelestari Burung Indonesia (PBI) Pusat 2013-2018:
Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...
SUSUNAN PENGURUS PELESTARI BURUNG INDONESIA (PBI) PUSAT
MASA BAKTI : 2013 – 2018
Dewan Penasihat :
1. Prof. Dr. Made Sri Pana
2. Ir. E. Budi Utami
3. Hartono
4. Ir. Yusuf Assegaf
5. WS. Soeprojo
6. Drs. Bambang Wisnu
7. Joko Irianto
8. SB. Irawan
9. Tutuk Kurniawan
1. Ketua Umum : H. Bagiya Rahmadi, SH
2. Ketua 1 : Drs. Teguh Rahardjo
Membidangi : Keorganisasian, Keanggotaan & Pengendali Lomba
3. Ketua 2 : drh. Andre Agus W.
Membidangi : Konservasi, Pendidikan dan Litbang
4. Ketua 3 : Letkol. Laut Elka Setiawan
Membidangi : Kerjasama, Humas dan Peningkatan Swadaya
5. Bendaharawan : Aay Mulyana
6. Sekretaris Umum : H. Margono, SE
Sekretaris 1 : Ir. Tharom Maryanto
Sekretaris 2 : Ilham Yusuf
7. Bidang Organisasi & Keanggotaan : Djoko Triatmoko, Ir. Wahyu Budi Utomo
8. Bidang Konservasi & Litbang : Susilowati, SE, Mochtar Djawadi
9. Bidang Pendidikan & Pelatihan : H. Mukriyanto, H. Tubagus Sunarseno
10. Bidang Kehumasan & Kerjasama : Samuel Adinugroho, SE, M. Samsul Hadi
11. Bidang Peningkatan Swadaya : Eddy Limbono, Slamet Budiono
Alamat Sekretariat PBI Pusat: Jl. Penggalang IV / 23, Jakarta Timur 13140. Fax : 021 856 4368; HP : 0812 8013 744.
Email : pbi.margono@yahoo.com
Pesimistis
Berikut ini adalah opini Om Wahyu Dwi Widodo selengkapnya:
Setelah dinobatkan sebagai ketua umum, tampaknnya sosok Bagya SH dan “kabinet barunya” harus kerja keras bila tidak ingin disebut sebagai rezim yang “gagal”. Pasalnya kinerja PBI selama lima tahun ini terasa sangat menurun, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Jadi kalau tidak mau disebut pengurus “gagal”, mau tidak mau sang ketua bersama jajarannya segera tancap gas untuk menempatkan PBI sebagai satu-satunya organisasi perburungan di Tanah Air yang punya power dan menjadi motor dalam upaya pelestarian burung. Sehingga ke di masa mendatang PBI bukan sekadar memikirkan lomba melainkan sebagai organisasi yang mampu menampung aspirasi para penggemar burung ocehan di Tanah Air.
Sebelum acara Munas digelar, saya sempat berdoa mudah-mudahan saat Munas nanti terpilih sosok ketua umum yang memiliki kredibilitas dan kapasitas sebagai ketua umum untuk menggantikan Dr. Made Sri Prana yang sudah tidak mau dicalonkan lagi karena sudah beberapa kali menjabat.
Memang untuk mencari pengganti sosok Made Sri Prana agak susah, dan itu diakui oleh banyak kalangan internal PBI, karena itu setiap Munas ketika pilihan ketua umum sosok Made selalu mendapat dukungan penuh, meskipun pria yang menghabiskan banyak waktunya di LIPI sudah beberapa kali ingin mengundurkan diri.
Puncaknnya pada Munas lalu, Made Sri Prana benar-benar tidak mau dicalonkan. Mau tidak mau harus dipilih ketua umum baru. Saat dibuka pemilihan ketua umum ternyata cukup banyak yang mencalonkan diri.
Tapi predeksi saya yang jauh hari menebak Bagya terpilih ternyata tidak meleset. Dan terpilihlah Bagya SH, tokoh PBI Sleman sebagai ketua umum.
Bila melihat sosok Bagya sebenarnya cukup pas, karena dibanding sosok lain barangkali pria yang sering turun di lomba dan dekat dengan banyak kalangan ini lebih mudah menampung aspirasi banyak kalangan. Kemudian dan sisi performa juga cukup oke. Pria yang tidak banyak bicara ini cukup berwibawa di hadapan para tokoh PBI.
Tapi setelah melihat jajaran pengurus yang dipilih menjadi kabinetnya, muncul perasaan ragu jajaran ini bisa membawa PBI kearah lebih baik.
Sekali lagi maaf bilamana di hati saya muncul keraguan. Kenapa demikian?
Sebagai orang yang mengikuti kiprah PBI sejak 90-an, saya tidak asing dengan nama-nama yang ada dalam jajaran pengurus tersebut, dan bahkan cukup dekat. Artinya kalau melihat track record beliau-beliau tersebut saya bisa melihat mendetail karena saya mengikuti perkembangan karir beliau-beliau, mulai mereka jadi juri hingga menjadi ketua cabang sampai duduk di kepengurusan Pengda maupun pengurus pusat.
Nah dari record yang ada di benak selama inilah yang membuat saya ragu terhadap mereka. Karena mereka duduk di dalam jabatan yang tugasnya menguras pikiran dan sekaligus mengambil aksi. Padahal selama ini saya mengakui mereka sosok yang jago di urusan lomba, dan mempersiapkan lomba, membuat kemasan agar menarik peserta, bahkan mengatur suasana lomba agar berjalan lancar mereka bisa menyiapkannya dengan baik.
Tapi ketika duduk di jajaran kepengurusan pusat, cara berpikir kan harus berubah total, sebab mereka masuk di manajeman yang harus berpikir lebih luas dan lebih konkret bagaimana membesarkan PBI agar bisa dirasakan oleh banyak kalangan kicaumania di seluruh Tanah Air. Sebab kalangan dunia perburungan saat ini sudah menyebar merata di seluruh pelosok Tanah Air.
Perbanyak cabang
Kalau PBI mau menularkan program baiknya “bukan sekadar lomba” dan seharusnya PBI harus punya cabang yang banyak. Karena dalam ilmu organisasi ada istilah organisasi yang besar dan baik bisa dilihat dari banyaknya cabang yang dimiliki. Tapi PBI sendiri justru memperkecil cabang, dan hal ini terbalik dan sepertinya PBI ingin menjadi organisasi eksklusif yang perannya hanya dapat dirasakan oleh sedikit kalangan.
Sebagai contoh di Jatim. Sekitar tahun 2000 ada sekitar 24 cabang PBI, tapi lama-kelamaan berkurang dan sekarang barangkali tinggal beberapa gelintir saja yang aktif. Sebelum “mati” sebenarnya cabang-cabang tersebut dalam kondisi hidup segan mati tak mau, tapi lagi-lagi tak tampak peran pengurus Pengda.
Itu masih terbatas soal matinya cabang-cabang di Jatim, dan barangkali tak jauh beda dengan cabang di kota-kota lain di daerah lain. Belum lagi kalau membahas masalah konservasi burung endemik yang populasinya makin tahun makin merosot dan langka, karena besarnya konsumsi untuk lomba.
Di sini sepertinya PBI tidak punya peran besar. Menentukan burung ring yang bisa dilombakan saja selalu mengulur-ulur waktu. Dari sini saya bisa mengartikan, PBI yang seharusnya bisa menjadi trend-setter di urusan burung, malah seringkali menjadi follower. Maaf bila saya katakan demikian karena waktu telah membuktikan demikian.
Belakangan ini makin terasa kecilnya peran PBI dalam ikut meramaikan sekaligus mengontrol perkembangan dunia perburungan. Padahal seharusnya PBI bisa mengambil penan yang lebih besar saat penburungan berkembang cukup pesat. Ingat cukup banyak kicaumania yang berharap peran besar PBI baik di urusan pelestarian, pembinaan para peternak sampai urusan inovasi lomba, walaupun mereka bukan orang PBI tapi mereka seIalu menunggu peran PBI.
Jadi sekali lagi maaf bila mana saya meragukan beliau-beliau bisa berbuat lebih besar apalagi membesarkan PBI. Kecuali beliau-beliau mau mengubah cara berpikir 180 derajad dan mau langsung mengambil aksi dalam menjalankan program kerja.
Sekali lagi, saya masih ragu mereka bisa bertindak dalam menjalankan program, sebab sahabat-sahabat saya tersebut dari sisi usia juga sudah tidak memungkinkan, entah bila mereka menduduki jabatan pengurus pusat saat usia beliau sepuluh tahun lalu.
Kemudian kalaupun beliau bisa mengeksekusi program tentu memerlukan dana yang tidak sedikit. Nah bicara dana tampaknya kas PBI juga tidak besar. Sebab selama ini PBI tidak punya donatur tetap dan dana operasional hanya disupport oleh cabang-cabang dan Pengda yang punya kegiatan lomba.
Kalau sudah begitu bagaimana menemukan cara untuk membesarkan PBI?
Sekali lagi saya mohon maaf bila mana dalam tulisan kali ini membahas tentang keraguan saya terhadap kapasitas pengurus baru PBI Pusat dalam membawa gerbong PBI ke arah yang lebih baik, karena memang kacamata saya melihatnya demikian.
Untung saja saya mengungkapkan keraguan bukan memvonis, jadi masih ada waktu untuk menjawab keragun tersebut.
Tidak harus menilai 100 har kerja seperti melihat kinerja presiden di neger ini ketika terpilih, tapi satu tahun barangkali waktu yang longgar yang bisa meñjadi penilaian apakah keraguan saya terbukti atau tidak. (Wahyu Dwi Widodo)
Nah bagaimana pendapat Anda?