Berangkat dari keinginan untuk memuaskan Kicau Mania Sampit, yang selama ini merasakan masih ada beberapa permasalahan mengganjal tentang kinerja tim juri dari BnR dan Pelestari Burung Indonesia (PBI), Om Syaifudin Zuhri mencoba menggabungkan atau mengolaborasi kedua sistem penjurian yang menjadi mainstream dalam berbagai lomba burung di Indonesia. Upaya itu bukan sebatas wacana, tetapi sudah dijalankannya dalam latber di Sampit, Minggu (7/4). Artikel ini murni buah fikir Om Syaifuddin Zuhri, tokoh kicaumania dan EO di Sampit. Redaksi omkicau.com sekadar melakukan penyuntingan seperlunya. Silakan menikmati.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Pada kesempatan ini, saya ingin mengupas sistem penjurian dalam lomba burung berkicau di Indonesia, termasuk di Sampit maupun di Kalimantan Tengah. Tim juri dalam berbagai even biasanya dari PBI dan BnR. Meski sistem penjurian pada kedua organisasi ini hampir sama, tetapi ada beberapa permasalahan mengganjal yang mesti dicermati, demi terpenuhinya rasa keadilan dan kepuasan para peserta lomba.
Artilel ini saya buat bukan untuk menjelekkan atau merugikan pihak tertentu, karena saya justru mengadopsi sistem penjurian BnR dan PBI, untuk dikolaborasikan menjadi sistem “baru” yang dirasakan bisa meningkatkan fair play demi kepuasan peserta lomba itu sendiri.
Penjurian sistem PBI dan BnR memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Artikel ini berangkat dari semangat untuk mengumpulkan kelebihan, sekaligus menghilangkan atau meminimalisasi kekurangan, dari kedua sistem tersebut.
Sekarang kita amati sistem penjurian PBI. Ketika pengonceran / penentuan juara 1, 2, dan 3, bendera A, B, dan C cenderung mengumpul (meski terkadang bendera C terbagi ). Dari sini bisa diambil kesimpulan, peran salah satu juri (terkadang dianggap senior ) sangat dominan. Padahal ada juri lain yang tak sependapat dengan “juri senior” dalam penentuan juara (koncer A maupun B ).
Sering kita jumpai juri yang satu dan juri lainnya saling eyel-eyelan atau berbeda pendapat di tengah lapangan. Ini mestinya tak perlu terjadi, dan kurang pantas dilihat para peserta lomba. Karena peran “juri senior” sangat dominan, terkadang beberapa juri junior hanya mengekor saja.
Akibatnya, mereka mempunyai ketergantungan terhadap juri yang dianggap senior, dan pada akhirnya minat untuk belajar / mendalami cara penjurian yang baik dan adil jadi terabaikan. Ketergantungan ini membuat juri-juri junior menjadi kurang berani ketika suatu saat diminta menjadi juri tanpa didampingi seniornya.
Karena itu, untuk pengonceran, saya cenderung memilih sistem BnR. Sebab masing-masing juri bekerja secara independen tanpa dipengaruhi juri yang lain. Tentunya tim juri BnR dalam pengonceran sudah dilindungi oleh pengaman yang dikenal dengan istilah Nominasi. Namun, berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, terdapat jeda waktu / kekosongan penilaian saat para juri mengajukan hasil pilihannya kepada perekap lapangan untuk pengusulan nominasi.
Jeda waktu itu dapat berlangsung selama 3 menit hingga 8 menit. Bagi para pemain (peserta lomba), waktu menunggu selama itu jelas tidak mengenakkan, seakan-akan ada waktu yang terbuang percuma. Setelah itu, Korlap pun baru menancapkan bendera kuning sebagai tanda nominasi.
Dari beberapa catatan dan koreksi, rekan-rekan Kicau Mania Sampit mencoba mengadopsi dan mengolaborasikan kedua sistem (PBI dan BnR), dan diuji coba dalam sebuah latberan di gantangan rel, Minggu (7/4) lalu. Menurut pengakuan para peserta, sistem “baru” ini terbukti lebih efektif dan lebih fair play, sehingga bisa lebih memuaskan para pemain.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Format ideal model gabungan
Bagaimana format ideal sistem penilaian lomba burung hasil penggabungan sistem BnR dan PBI yang dilakukan Kicau Mania Sampit ? Berikut ini garis besar ketentuan yang kami buat dan sudah kami terapkan tanggal 7 April 2013 :
- Setelah melakukan penilaian lomba burung, dan masing-masing juri sudah menjatuhkan pilihannya, Koordinator Lapangan (Korlap) mengomando para juri untuk menancapkan bendera kuning kepada 3 (tiga) burung pilihannya sebagai tanda Nominasi. Jadi, setiap juri mengajukan 3 burung nominasi yang dipilihnya sendiri, tanpa pengaruh dari juri yang lain.
- Nominasi dianggap sah apabila burung tersebut dinominasikan / disetujui oleh minimal 2 (dua) orang juri.
- Apabila burung hanya dinominasikan 1 orang juri, Korlap berhak membatalkan nominasi dengan cara mencabut dan merobohkan bendera kuning dan meletakkannya di tempat lain. Ini dimaksudkan untuk mengantisipasi jika ada burung titipan pemain kepada salah seorang juri, atau juri memilih burung tertentu dan tidak mendapat dukungan dari juri-juri lainnya.
- Setelah penancapan bendera nominasi, dan Korlap mengesahkan nominasi, para juri bisa meneruskan penilaian yang segera dilanjutkan dengan persiapan pengonceran / penancapan bendera Merah ( A ) dan bendera Hijau ( B ) kepada burung yang sudah sah dinominasikan. Pengonceran antara juri yang satu dan juri lainnya bersifat independen, tanpa ada unsur saling mempengaruhi. Selain itu, untuk meningkatkan kemandirian para juri, perlu dilakukan koreksi terhadap salah seorang juri yang saat penancapan bendera nominasi atau pengonceran selalu berbeda dari juri lainnya.
- Setelah pengonceran, Korlap menghitung akumulasi poin / nilai untuk penentuan juara. Bendera Merah ( A ) memiliki poin 100 dan bendera Hijau ( B ) 40 poin. Artinya, 2 buah bendera Hijau (total 80 poin) tetap tidak bisa mengalahkan 1 bendera Merah (100 poin). Kalau 3 bendera Hijau (120), maka poinnya lebih banyak dari 1 Bendera Merah (100). Tetapi siapa yang menjadi juara 1 ditentukan berdasarkan akumulasi poin terbanyak.
- Bendera kuning (nominasi) tidak menunjukkan nilai poin. Tetapi kalau ada burung yang memiliki akumulasi poin yang sama, juara ditentukan berdasarkan jumlah bendera kuning terbanyak. Jika akumulasi poin masih sama, juara ditentukan berdasarkan nomor gantangan terkecil.
- Kalau burung yang ternominasi ada 5 gantangan, maka burung-burung tersebut berhak menduduki posisi juara 1 s/s juara 5, berdasarkan akumulasi poin tertinggi. Sedangkan penentuan juara 6 dan seterusnya berdasarkan akumulasi nilai 38 di lembar penilaian juri yang dilakukan oleh perekap.
Demikian gambaran penjurian lomba burung yang kami coba terapkan di Sampit, yang selama ini identik tanpa teriak. Semoga sistem nominasi ini bisa lebih fair play dan memuaskan semua pihak, karena setiap juri bisa bekerja secara independen tanpa ada pengaruh juri lain. Sistem ini bisa juga disebut semi-BnR, tetapi tidak ada lagi jeda / kekosongan waktu. Semua ini kamu lakukan demi kemajuan Kicau Mania semuanya.
Terima kasih. Mohon masukan dari rekan-rekan kicaumania lainnya. Salam Kicau Mania, dan tetap semangat !!!
*) Syaifudin Zuhri saat ini bertugas di Kesatuan Brimob Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Di sela-sela tugas dan pengabdiannya sebagai anggota Polri, dia aktif membina kicaumania di Kalimantan Tengah, khususnya Sampit. Syaifudin juga dikenal sebagai EO Lomba Burung yang paling aktif di Sampit. Beberapa gelaran lomba burung yang pernah ditanganinya antara lain Sampit Cup, Kasat Brimob Kalteng Cup, serta beberapa even latpres.
—
Penting:Â Burung Anda kurang joss dan mudah gembos? Baca dulu yang ini.