Maraknya perburuan liar terhadap beberapa jenis burung tertentu membuat Pemerintah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam menetapkan 10 jenis burung yang dilarang untuk diburu dan tidak boleh dibawa keluar daerah. Hal ini sejalan dengan Instruksi Gubernur Aceh Nomor 8 Tahun 2011 tentang Moratorium Perburuan dan Peredaran Burung Keluar Aceh. Apa saja 10 jenis burung yang dimaksud?
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Berikut ini 10 jenis burung yang dilarang ditangkap dan / atau dibawa keluar wilayah Provinsi Aceh :
- Cucakrawa (Pycnonotus zeylanicus)
- Beo aceh (Gracula religiosa)
- Kutilang (Pycnonotus aurigaster)
- Kepodang (Oriolus chinensis)
- Jalak kerbau (Acridotheres javanicus)
- Murai batu (Copsychus malabaricus)
- Kacer (Copsychus saularis)
- Cica daun (Chloropis cochinchinensis)
- Pipit peking (Lonchura punctulata)
- Jalak suren (Sturnus contra).
Catatan Om Kicau: Cica daun sebenarnya merupakan nama umum untuk semua spesies burung yang berada dalam genus Chloropsis atau kelompok leafbird. Adapun jika merujuk pada spesies Chloropis cochinchinensis, pengertiannya adalah cucak rante / cucak ranting.
Menurut Kepala Urusan Pengamanan dan Pengawetan Keanekaragaman Hayati, Balai Konservasi Sumber Daya Alam ( BKSDA ) Provinsi Aceh, Andi Aswinsyah, Instuksi Gubernur ini dikeluarkan dalam rangka menjamin kelestarian populasi burung dari ancaman kepunahan yang terjadi di wilayah Aceh.
Andi Aswinsyah menambahkan, ke-10 jenis burung itu merupakan burung yang paling banyak diminati masyarakat untuk dipelihara. Karena itu, untuk melindunginya dari ancaman kepunahan akibat maraknya perburuan, Pemerintah Provinsi Aceh menerbitkan moraturium perburuan burung-burung tersebut.
“Burung yang boleh keluar dari wilayah Aceh harus merupakan burung penangkaran, yaitu burung yang dikembangbiakkan atau hasil budidaya manusia. Burung-burung hasil penangkaran diperbolehkan keluar setelah mendapat rekomendasi dari instansi terkait (BKSDA – Red), misalnya untuk mengikuti kontes burung ” jelasnya kepada Serambi, Selasa (4/6).
Adapun burung yang menyerupai murai batu, yaitu cempala kuneng (Trichixos pyrropygus), juga masuk dalam daftar burung dilindungi yang tidak boleh diburu. Meski tidak disertakan dalam materi Instruksi Gubenur, ada aturan tersendiri mengenai cempala kuneng. Sebab burung ini sudah ditetapkan sebagai maskot fauna identitas Provinsi Aceh.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Perburuan burung cempala kuneng juga telah dilarang Pemerintah Provinsi Aceh sejak beberapa tahun silam. Burung jenis ini banyak disukai karena suara kicauannya yang menarik, terdiri atas siulan merdu, nada tunggal dan nada ganda, meningkat dan menurun bergantian secara tidak tetap.
Semoga menjadi renungan kita bersama.
—
Penting: Burung Anda kurang joss dan mudah gembos? Baca dulu yang ini.
Goooood……
Budayakan burung dgn penangkaran, jgn malah merusak ekosistem di alam.
Manusia seharusnya melestarikan, jgn malah merusak!!!!!
Kalau kita ingin memelihara, pilih yg di penangkaran,biarkan burung yg ada di alam, biar tdak punah!!!
Smoga pada tataran pelaksanaanya sesuai dgn yg diamanahkan aturan gubernur tsb.
Selamat buat aceh yg berani dan tegas demi anak cucu kita… Karna suatu saat akan ada negara yg mengakui burung” endemik kita..
Percayalah…
Mudah-mudahan peraturan ini bisa konsisten dilaksanakan dan tidak bisa dikomersialisasikan. Sudah saatnya kita beralih memelihara burung dari tangkapan hutan menjadi hasil penangkaran untuk mencegah anak cucu kita tidak bisa lagi mendengar kicauan beberapa burung akibat kepunahan di masa depan.
moga BKSDA tidak korup(sogok mensogok) dan 10 burung tersebut bisa lestari….,,
Budayakan penangkaran, karena terlalu bnyak pemikat burung lama kelamaan punah….,
mudah2 kedepannya semua propinsi meniru langkah ini,ato lebih baik dari yg dilakukan BKSDA dan Pemerintah Propinsi Aceh dlm melindungi semua binatang khususnya burung. Salam lestari