Penangkaran MBOF Bogor milik Megananda boleh dibilang merupakan salah satu penangkaran burung terbesar di Tanah Air. Saat menginjakan kaki di pintu gerbang halaman penangkaran di kawasan Desa Cijujung, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, suasana mirip taman burung makin terasa. Di atas lahan lebih dari 2 hektare, kandang-kandang kokoh permanen beserta rumah tinggal dibangun dan terbagi dalam beberapa blok.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Pada bagian depan terlihat kandang-kandang kawat yang disusun berjejer. Di dalamnya, berisi aneka jenis burung paruh bengkok, mulai dari kakatua lokal hingga burung impor seperti grey parrot, ringneck, macaw blue and gold, green wing, dan sebagainya.
Ada juga burung lokal langka seperti beo nias, jalak bali, dan rangkong. Beberapa burung popular seperti cucakrawa dan murai batu juga ditangkar di sini. Bahkan, burung cardinal atau lebih dikenal dengan sebutan angry birds pun ada di penangkaran MBOF Bogor.
Semua burung yang ditangkarkan, terutama jenis-jenis burung yang dilindungi, sudah dilengkapi dengan surat izin resmi dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jawa Barat.
Sebagai pusat penangkaran terbesar, MBOF yang dikelola Supriyanto ini kerap menjadi referensi dan kajian penelitian ilmiah para mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), terutama dari Fakultas Peternakan, mulai S1 hingga S2. Bahkan, MBOF menjadi konsultan penangkaran beberapa kebun binatang di Tanah Air di Jateng dan DIY.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Megananda mendirikan MBOF pada tahun 1997. Semua berawal dari hobi burung yang ditekuninya sejak 1978. Hobinya terus berlanjut saat dia menimba ilmu di Amerika Serikat. “Waktu di luar (AS), saya juga memelihara kenari,” kata Megananda.
Ketika kembali ke Tanah Air, dia juga aktif mengikuti lomba burung. Melihat kondisi murai batu dan cucakrawa di alam liar yang makin langka, terutama di Sumatera, akhirnya dia bertekad mengembangbiakkan kedua jenis burung ini. Burung-burung jawaranya seperti Bahorok, Raja Binjai, dan Jegger dijadikan indukan untuk diternak.
“Melalui penangkaran, kita bisa mengembangbiakkan burung-burung yang di habitat asal memang sudah langka. Apalagi pemerintah daerah, terutama di Aceh, sudah melarang burung-burung tertentu keluar dari wilayah tersebut, dan itu sudah ada perdanya,” kata Megananda yang juga kolektor aneka jenis anggrek.
Selain murai batu, dia juga sukses menangkar cucakrawa, jalak bali, anis kembang, dan lainnya. Bahkan anakannya sudah tersebar di kalangan penghobi burung kicauan di negeri ini. Puluhan hingga ratusan pasang indukan dari berbagai jenis burung tersebut kini tengah berproduksi.
Penangkaran burung paruh bengkok
MBOF tak hanya menangkar aneka jenis burung kicauan. Berbagai jenis burung dari keluarga paruh bengkok (parrot) pun ditangkarnya. Mulai dari kakatua jenis laser hingga alba yang anggun dengan warna bulu putih dan jambulnya yang menyerupai kipas.
Ada lagi kakaktua jenis molkan dengan model bulu yang mengembang, dengan selingan warna oranye di bagian jambul dan sayap. Dia juga membiakkan kakatua raja hitam.
Kandang penangkaran dibuat dari kawat baja dengan ukuran 3,5 x 3 m2 dan tinggi 3,5 meter. Di dalamnya batang pohon sebagai tenggeran, serta kotak sarang / gelodok kayu bulat berdiameter 35 cm, dengan lubang seukuran tubuh burung, sebagai sarana keluar-masuk indukan. Beberapa burung paruh bengkok kini sudah berproduksi.
Bahkan salah satu koleksi macaw blue and gold ditempatkan di pelataran terbuka, dilepas bersama pasangannya, dan tetap aktif berproduksi. “Burungnya memang jinak dan mau berproduksi,” terang Supriyanto.
Untuk burung paruh bengkok lainnya, proses penjodohan membutuhkan waktu berbulan-bulan, minimal dua bulan. Itupun kalau jantannya tidak galak. Kalau kakatua tampak berjodoh jika burung jantan dan betina selalu berdekatan, serta ditandai saling ciuman. Kakatua jantan jenis molkan atau jambul oranye cenderung agresif dan kerap menyerang betina pasangannya.
Induk betina biasa bertelur sebanyak 2-3 butir telur, yang akan dierami sekitar 28 hari. Setelah menetas, anakan akan diasuh indukannya. Kalau ingin merawat sendiri, anakan bisa diambil dalam usia minimal 2 minggu.
Anakan yang baru dipanen dipindahkan ke inkubator, sambil dirawat atau disuapi oleh perawatnya. Dengan cara seperti ini, anakan akan lebih cepat besar, apalagi jika didukung pakan dengan kandungan gizi yang cukup.
Anak burung yang dirawat atau diasuh pemilik cenderung lebih jinak dan mudah sekali berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Hal ini juga diterapkan MBOF pada beberapa ekor anakan kakatua.
Penangkaran burung kardinal / angry birds
Namun, dari semua jenis burung yang ditangkarkannya, ada satu spesies yang terbilang langka dan eksotik. Ya, itulah burung kardinal jambul merah (Paroaria coronata) atau sering disebut angry birs. Bagi kalangan anak-anak dan remaja, jenis burung ini memang sudah tidak asing lagi. Ini tak lain karena burung ini menjadi ikon produk mercahandise / logo maupun cenderamata aneka produk, sekaligus salah satu game terpopular saat ini.
Kardinal jambul merah merupakan burung endemik di Amerika Selatan, terutama Uruguay, Paraguay, Argentina, Bolivia, dan Brazil. Di habitat aslinya, burung ini hidup di hutan-hutan subtropis dan tropis. Mereka menyukai pakan berupa buah-buahan, biji-bijan, dan aneka serangga.
Di MBOF sudah ada beberapa pasang angry birds yang berkembang biak. Burung yang seukuran kutilang ini berproduksi nyaris tanpa henti. Kandang penangkaran berukuran 1,5 x 2 m2, dengan tinggi 2,35 meter, berdinding kawat.
“Sebenarnya ukuran kandang juga bisa diperkecil lagi. Anakan yang sudah menetas dan berumur lima hari langsung dipanen dan dipindahkan ke inkubator untuk perawatan lebih lanjut,” kata Supriyanto.
MBOF bisa dijadikan contoh bagi kalangan swasta lainnya yang ingin terlibat aktif dalam konservasi burung-burung langka, baik lokal maupun dari mancanegara. Selain ikut berperan mengurangi angka perburuan burung di alam liar, usaha ini secara ekonomi juga sangat menjanjikan. (d’one).