Sukses dalam breeding murai batu biasa (white-tail) dan ekor hitam (black-tail) memang membuat produk Yaqisa BF Bekasi milik Imam Iswahyudi banyak diburu murai mania di Tanah Air. Dalam perkembangannya, Om Imam kini mencoba menyilangkan dua jenis murai berbeda tampilan bulu ekor tersebut. Hasilnya? Banyak anakan / filial pertama (F1) dari persilangan tersebut yang memiliki prospek sebagai burung berkualitas.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Masalah persilangan murai batu black-tail dan white-tail, juga antara ekor pendek dan ekor panjang, pernah diulas Om Kicau secara detail. Silakan buka panduannya dalam artikel Persilangan murai batu berbeda warna dan panjang ekornya.
Mengapa Om Imam tertarik menyilangkan murai batu berbeda warna ekor tersebut? Menurut dia, masing-masing jenis memiliki kelebihan dan ia ingin mengumpulkan semua keunggulan dari kedua indukan pada anak-anaknya alias F1.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Sebagian murai mania beranggapan, murai black-tail memiliki kualitas suara yang bagus. Volumenya lebih keras dan tembus, adapun durasi kerjanya juga lebih ngedur. Salah satu contoh murai blacktail yang paling fenomenal ya Natalia milik Om Gunawan Solo. Gaco ini beberapa waktu lalu mati akibat gangguan pernafasan.
“Namun, menurut saya, semua itu juga tergantung dari individu burung. Soal volume suara, misalnya, itu relatif sangat relatif dan tergantung faktor genetiknya. Tidak semua black-tail bersuara dengan volume lebih keras daripada white-tail. Yang jelas, suara black-tail lebih kristal,” jelas Om Imam.
Keunggulan burung ini, meski masih bahan, lebih cepat ngevoer. Itu sebabnya, banyak breeder mencoba menangkarnya, atau dan menyilangkankannya dengan white-tail. Om Imam pun kepincut untuk melakukan hal serupa.
Semula, dia hanya mengembangkan (bukan menyilangkan) murai black-tail. Ada empat kandang indukan produktif di rumahnya. Dari pasangan indukan tersebut, dia menyeleksi beberapa ekor saja yang memiliki beberapa sifat unggulan. Selebihnya, lebih banyak murai white-tail yang ada dalam kandang penangkarannya.
Dari seleksi tersebut, Om Imam hanya memilih indukan murai black-tail yang berjenis kelamin betina. Adapun pejantannya murai batu white-tail yang juga diseleksinya secara ketat.
“Hasilnya bagus! Kini tinggal rutin melakukan pemasteran terhadap anakan hasil kawin silang tersebut,” kata Om Imam, saat ditemui Om Kicau di kediamannya, kawasan Harapan Indah, Bekasi.
Meski demikian, sampai saat ini Yaqisa Bird Farm yang dikelolanya tetap fokus pada breeding murai batu yang induk betina dan induk jantannya berasal dari satu jenis, yaitu pasangan murai black-tail dan pasangan murai white-tail. Kalaupun ujicoba persilangan ini sukses, berarti ada tiga jenis produk yang bakal dipasarkannya: white-tail, black-tail, dan silangan keduanya.
Untuk mencetak produk anakan white-tail, misalnya, Om Imam menggunakan induk jantan yang pernah menjadi jawara di berbagai lomba. Misalnya Crespo, Jass, Leonidas, Samudera, Black Duck, Singo Edan, Aladin, Indigo, dan Gozilla. “Sekitar 90 persen induk jantan adalah trah juara,” kata Om Imam.
Adapun induk betinanya diseleksi dengan berbagai kriteria, seperti kualitas suara dan kesempurnaan katuranggan. Beberapa induk betina yang digunakannya merupakan trah jawara dari Arco BF Serang. Misalnya trah Matador, Raja Rimba, Torres, Patriot, dan Zola.
Setiap anakan yang dihasilkan pun harus diseleksi terlebih dulu. Hanya yang lolos seleksi yang akan dilemparnya ke pasar. “Setiap breeder pasti ingin agar produknya dikenal karena kualitasnya. Apakah pembeli merupakan penghobi rumahan, apalagi pemain lapangan, kualitas produk menjadi harga mati bagi seorang breeder,” tuturnya.
Harga anakan di Yaqisa Bird Farm, baik white-tail, black-tail, dan silangan keduanya saat ini sekitar Rp 3 juta – Rp 4 juta per ekor, dengan umur 2 bulan atau lebih, sehingga dipastikan bisa makan sendiri. (d’one)