Selama ini burung finch selalu dikonotasikan sebagai burung sosial, yang hidupnya selalu berkelompok, baik dengan burung-burung dari spesies yang sama maupun berbeda spesies. Tetapi pemahaman Anda mengenai burung finch akan berubah setelah membaca artikel kali ini. Ya, meski agak seram, Om Kicau akan mengulas vampire finch (Geospiza difficilis septentrionalis), untuk menambah wawasan kita tentang dunia perburungan.

Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.

Finch vampire (Geospiza difficilis septentrionalis)

—-

Sebagian besar burung finch memang memiliki karakter senang hidup berkelompok dengan burung-burung lain di sekitarnya. Dalam pemeliharaan manusia, misalnya dalam penangkaran, beberapa spesies tertentu dari burung finch memang tidak bisa hidup berdampingan dengan jenis finch lainnya (silakan buka arsipnya di sini).

Tetapi apa yang dilakukan vampire finch memang di luar dugaan banyak orang. Spesies ini benar-benar punya perilaku sadistis: mematuki kulit mangsanya, kemudian menghisap darah mangsa sepuasnya.

Perilakunya yang senang menghisap darah inilah yang membuat burung ini disebut vampire finch alias finch drakula. Beruntung burung ini tidak pernah dijumpai di Indonesia, dan semoga tak ada yang mengimpornya (he.. he.. he..).

Vampire finch merupakan burung endemik di Kepulauan Galapagos. Melihat nama ilmiah yang disebutkan di atas, bisa diketahui kalau burung ini sebenarnya merupakan subspesies / ras dari sharp-beaked ground finch (Geospiza difficilis). Ironisnya, perilaku sadistis justru tak dijumpai pada spesies Geospiza difficilis, yang juga burung endemik di Kepulauan Darwin dan Wolf, di Samudera Pasifik.

Vampire finch jantan dan betina bisa dibedakan dari warna bulunya. Burung jantan memiliki warna kehitaman, sedangkan betina berwarna abu-abu dengan garis-garis cokelat. Paruhnya cukup runcing, bahkan paling runcing dari semua subspesies dari Geospiza difficilis. Penampilannya mirip dengan finch kaktus.

Dapatkan aplikasi Omkicau.com Gratis...

Paruh yang panjang dan runcing digunakan untuk menghisao nektar dan serbuk sari (pollen) dari bunga kaktus opuntia. Bahkan paruhnya kerap digunakan untuk meretakkan telur burung laut seperti boobies dan memakan isi telurnya.

Tetapi itu tidak seberapa. Sebab, selain memakan biji-bijian seperti halnya jenis finzh lainnya, finch drakula ini juga senang menghisap darah mangsanya.

Vampire finch sedang beraksi.

Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.

Burung yang sering menjadi mangsanya adalah burung laut  seperti blue-footed boobies (Sula nebouxi). Vampire finch akan mematuki kulit burung tersebut sampai berdarah, kemudian menghisap darah mangsanya. Anehnya, sama sekali tidak ada perlawan apapun dari burung yang menjadi korbannya.

Beberapa teori bermunculan. Ada yang menyebutkan bahwa kebiasaan menghisap darah itu merupakan perkembangan dari perilaku lama, yaitu suka memakan parasit bulu atau kutu dari burung-burung laut tersebut. Kalau di Indonesia, mirip dengan jalak kebo yang senang menyantap kutu-kutu di tubuh kerbau.

Akhirnya, kebiasaan yang semula hanya memakan kutu di tubuh burung laut, berkembang menjadi mematuki kulit, bahkan menghisap darahnya. Hal ini didukung oleh kondisi lingkungan sekitar yang relatif minim sumber air, terlebih pada saat musim kering.

Saat ini vampire finch juga dalam kondisi terancam punah. Apakah sebaiknya burung ini dibiarkan punah, agar tak memangsa korban terus-menerus yang juga berakibat menurunnya populasi di alam liar. Atau, sebaiknya diselamatkan agar dunia tetap dapat mengoleksi semaksimal mungkin spesies burung, apapun kebiasaan dan karakter yang dilakukannya.

Untuk melengkapi kisah mengenai finch drakula, silakan lihat video dokumenternya berikut ini:

—-

Kalau mau mendengar suaranya, tetapi hanya suara panggilan (call), silakan tekan tombol Play di bawah ini :

Semoga bisa menambah wawasan kita bersama.

—-

Cara gampang mencari artikel di omkicau.com, klik di sini.