Banyak sudah cerita sukses penangkara burung murai batu dengan sistem poligami. Contohnya adalah penangkaran yang dilakukan Om Didik RRBF di Gresik. Cerita sukses itu juga berlaku bagi Om Amiril Mu’minin yang biasa disapa Amiexs di Malang. Kisah Om Amiexs yang juga agen produk Om Kicau untuk wilayah Malang tersebut menarik minat wartawan Trubus yang kemudian memprofilkan Om Amiexs di majalahnya.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Kisah itu dimulai sejak 2010. Ya pada tahun itulah Om Amiexs mulai menangkarkan muraibatu secara poligami, yakni satu ekor pejantan dikawinkan dengan lebih dari seekor betina. “Seekor jantan dapat kawin dengan 4 betina,” ujar Om Amiexs majikan Amiexs Bird Farm yang beralamat di Perum Puncak Buring Indah (Buring Hill Side), Blok B4-33 Kelurahan Buring, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, Telp 081335003344 dan 083834115566.
Berikut ini kisah selengkapnya:
Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...
Amiril Mu’minin tergerak menerapkan teknik poligami itu untuk mengoptimalkan pejantan dengan pertimbangan bahwa harga pejantan yang bagus tidak murah. “Harga pejantan yang bagus berkisar di atas Rp10-juta,” ujarnya. Sementara betina yang bagus sendiri berkisar Rp1,5-juta—Rp2-juta. Pada perkawinan monogami, maka pejantan harus menunggu betina mengerami telur-telurnya selama 12—16 hari. Sepuluh hari kemudian, induk betina baru siap berkopulasi lagi. Sementara dengan poligami, pejantan tetap dapat membuahi betina lain sehingga produktivitas meningkat signifikan. Pemanfaatan poligami pun mensiasati harga pejantan yang mahal.
Muraibatu hasil tangkaran Amiril Mu’minin menjadi incaran pehobi meski harga relatif mahal. Sebagai gambaran Amiril menjual seekor anakan muraibatu berumur 2 bulan mencapai Rp3,5-juta—Rp7-juta, sedangkan di penangkar lain Rp1,5-juta—Rp2-juta. Namun, harga yang membumbung 2—3 kali lipat itu tidak menyurutkan pehobi antre membeli. Saat ini terdapat antrean pemesan sejak Mei 2011 yang belum terlayani. Menurut perhitungan Amiril, dalam sebulan sebetulnya terdapat permintaan total tidak kurang dari 60—80 ekor. Produksi Amiril sendiri berkisar 20—30 ekor anakan jantan setiap bulan. Membanjirnya permintaan membuat Amiril harus menutup pintu inden.
Amiril Mu’minin mulai menangkarkan muraibatu (secara monogami) sejak 2004. Sebelumnya alumnus Sekolah Tinggi Akuntasi Negara (STAN) itu pehobi muraibatu. “Muraibatu itu atraktif dan volume suaranya keras,” ujar Amiril tentang alasan jatuh cinta pada burung yang saat ini populer di kontes itu. Ia menangkarkan muraibatu di belakang rumah. Lahannya tidak luas, hanya kira-kira separuh lapangan bulutangkis. Untuk menyiasati lahan sempit itu, ia membuat kandang berukuran 1,3 m x 0,70 m x 2 m; lazimnya 2 m x 2 m x 2 m.
Amiril membangun kandang bertembok semen sebagai sekat antarkandang. Di bagian depan kandang ia membangun tembok setinggi 50 cm. Kandang dilengkapi pintu masuk-keluar agar pekerja bisa merawat dan membersihkannya. Bagian depan kandang, sebagian pintu ditutup dengan ram kawat. Supaya muraibatu nyaman, Amiril menaruh tanaman sirih hijau yang tumbuh merambat di sisi kandang. Sepintas kandang muraibatu itu nyaris tertutup tanaman sirih, kecuali bagian muka.
Menurut ayah 2 anak itu sirih berfungsi menjaga kelembapan. Kelembapan ideal sekitar 90% dengan suhu 200—300C. Sirkulasi udara juga harus lancar. “Di alam muraibatu menyukai suhu dingin. Bila suhu panas, muraibatu tidak mau bertelur,” katanya. Bila bertelur pun, telur infertil alias tidak berbuah. “Istilahnya kopyor,” ujar Amiril.
Hal menarik lain bentuk kandang di penangkaran Amiril menyerupai huruf L. Kondisi kandang tersebut mengharuskan murai batu saling bertempur alias bersitatap. Bagi sebagian peternak hal tersebut kerap dihindari lantaran muraibatu akan saling fight antarsesamanya. Namun, menurut Amirul kondisi tersebut bergantung kualitas murai. “Jika bagus tidak ada masalah kandang saling berhadapan,” ujarnya.
Harus genit
Indukan bagus berpeluang menghasikan anakan bagus. Oleh karena itu Amiril Mu’minin senantiasa memilih indukan terbaik antara lain berekor panjang, bermental bagus, serta volume suara tebal dan besar. Mengenai bentuk bentuk tubuh induk yang sempurna, cirinya adalah berkepala besar, mata besar melotot, dan paruhnya proporsional bagi induk jantan. Umur induk jantan berkisar 1,5—2 tahun, karena organ reproduksinya tumbuh sempurna. Lebih baik jika pejantan pernah juara lomba sehingga keindahan suaranya sudah teruji.
Adapun muraibatu betina harus genit. Begitu jantan mendekati, betina langsung “ngeper” atau salah tingkah dengan rajin bergerak ke sana ke sini. “Itu tanda betina siap kawin,” tutur pria kelahiran 1979 itu. Umur betina siap kawin minimal
12 bulan, walaupun ia bisa dikawinkan saat berumur 10—11 bulan. Pada umur 12 bulan organ reproduksi betina sudah sempurna. Pejantan dapat terus berpoligami selama kondisinya masih baik.
Pakan untuk calon-calon induk muraibatu itu berupa kroto, ulat, dan jangkrik. Dalam pemberian pakan, Amiril tak mempunyai takaran pasti. Menurut pengalaman Amiril pakan alami berkadar protein lebih tinggi daripada pakan buatan. Kadar protein pakan alami mencapai 40%, pakan pabrik biasa kurang dari 20%. Ia tak khawatir muraibatu enggan berkopulasi lantaran kegemukan akibat protein tinggi. Amiril mencegahnya dengan membiarkan muraibatu bebas bergerak di kandang.
Proses poligami pada muraibatu relatif mudah. Sepekan pascakopulasi, betina bertelur. Saat itulah Mu’minin mengambil pejantan lalu mengawinkan dengan betina lain dan seterusnya sampai betina ke-4. Penangkar berusia 34 tahun itu mengatakan sebetulnya tak ada batasan jumlah induk betina sepanjang, “Kondisi pejantan harus prima,” kata Amiril. Harap mafhum dari pengalamannya, pejantan yang prima menghasilkan anakan berkualitas: tangguh secara fisik dan berpeluang rajin berkicau saat dewasa.
Berkat pakan alami itu, Amiril menuturkan kondisi burungnya selalu prima dan tidak mudah sakit. Selain itu produksi telur pun tinggi. Rata-rata betina bertelur 4 butir, penangkar lain 2—3 butir dalam sekali peneluran. “Pernah dijumpai seekor betina bertelur 6 butir,” ujar Amiril. Persentase tetas pun tinggi, nyaris 100% dengan perbandingan anakan jantan dan betina 50:50. (Faiz Yajri/Trubus)