Cockatiel atau falk (dieja orang Indonesia menjadi palek) sejak lama memiliki penggemar di Indonesia. Burung yang kerap dijuluki parkit australia ini memiliki penampilan yang mirip dengan perpaduan parkit dan kakatua.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Palek pintar meniru suara lingkungan di sekitarnya, melalui siulannya yang khas, serta dapat dijadikan teman bermain di rumah. Banyak kicaumania yang ingin menangkarnya. Om Kicau telah membuat panduannya pada artikel Tips sukses menangkar burung palek. Artikel ini adalah kelanjutannya, dengan fokus pada beberapa problem penangkaran burung palek / cockatiel. Selamat mengikuti.
Kunci utama keberhasilan dalam penangkaran burung adalah manajemen breeding. Hal ini harus selalu menjadi landasan kita sebelum memulai usaha penangkaran burung.
Manajemen breeding terdiri atas seleksi induk, kualitas pakan, tatakelola kandang, pengaturan siklus reproduksi, perawatan anakan, pencegahan dan pengobatan penyakit, hingga manajemen usaha (recording, promosi, pemasaran, dan sejenisnya).
Karena tidak mungkin menjelaskan detail manajemen breeding secara lengkap, karena ruang yang lebih pantas adalah buku, maka Om Kicau akan mengambil beberapa problem terpenting saja yang terkait dengan sukses dan tidak penangkaran burung palek / cockatiel ini.
1. Burung belum cukup umur
Burung yang dikembangbiakan dengan umur terlalu muda merupakan sebuah kesia-siaan, karena kita akan merawatnya dalam kandang penangkaran selama berminggu-minggu, tanpa ada tanda-tanda induk betina akan bertelur.
Jika ini yang terjadi, maka akan muncul rasa frustasi bagi penangkarnya. Pastikan kedua calon induk (burung jantan dan betina) sudah berumur lebih dari 1 tahun.
2. Bobot badan induk tidak ideal
Induk cockatiel, baik jantan maupun betina, harus ideal. Tidak boleh terlalu kurus, namun juga jangan terlalu kegemukan (obesitas). Bobot badan rata-rata burung palek dewasa adalah 90 gram. Tetapi kisaran idealnya sekitat 78 – 125 gram. Artinya, jika di bawah 78 gram termasuk kurus, dan kalau melebihi 125 gram termasuk gemuk.
Burung dengan bobot badan dalam kisaran ideal inilah yang bagus dijadikan indukan. Apabila terlalu gemuk, maka potensi telur infertil makin tinggi. Sebaliknya, jika terlalu kurus atau berdada nyilet, ada kemungkinan burung mengidap penyakit kronis yang tidak terdeteksi.
Kualitas telur yang dihasilkan, termasuk fertilitas dan daya tetasnya, juga cenderung rendah. Bahkan, dalam beberapa kasus burung berdada nyilet, nafsu makannya sangat rendah sehingga anakan yang dihasilkan pun biasanya jelek, mudah sakit, dan tentu saja mudah mati.
3. Kekurangan pakan berkualitas
Bukan hanya manusia saja yang membutuhkan makanan berkualitas. Burung pun perlu pakan berkualitas, baik burung rumahan, burung lomba, maupun burung yang berada dalam penangkaran.
Calon induk yang diberi pakan asal-asalan akan memiliki produktivitas yang rendah. Misalnya jumlah telur relatif sedikit. Induk betina cockatiel bisa bertelur sebanyak 3-8 butir. Jumlah maksimal hanya bisa dicapai jika genetiknya bagus, dan pakan berkualitas.
Kualitas telur, termasuk kerabang telur, sangat dipengaruhi oleh kualitas pakan. Pakan yang miskin kalsium (Ca), misalnya, membuat kerabangnya tipis dan mudah pecah atau retak.
Fertitilitas (tingkat kesuburan) dan daya tetas (persentase telur yang menetas) juga dipengaruhi oleh kualitas pakan yang diberikan pada masa-masa sebelum bertelur, meski faktor genetik juga tetap berperan penting.
4. Kandang terlalu padat
Kalau Anda menangkar burung cockatiel dalam kandang koloni, yaitu satu kandang dihuni beberapa pasangan induk, perhatikan kapasitas kandang. Kapasitas kandang yang ideal adalah 1 m2 untuk 4 ekor alias 2 pasangan induk. Jadi apabila Anda membangun kandang dengan panjang 2 meter dan lebar 1 meter (berapapun tinggi kandang), maka penghuninya jangan melebihi empat pasangan induk.
Kondisi kandang penangkaran yang terlalu sesak bisa memicu beberapa risiko, misalnya akan muncul burung yang mendominasi /memonopoli pakan dan berusaha mencegah burung lainnya untuk mengambil pakan yang sudah disediakan. Selain itu, akan muncul pula perilaku burung yang mencabuti bulunya sendiri akibat sarang terlalu berdekatan dengan sarang lain.
5. Induk terlalu diforsir berproduksi
Di alam liar, burung biasanya hanya mengalami 1-2 kali masa berkembang biak. Artinya setelah telur menetas menjadi piyik, induk akan merawat dan membesarkannya hingga remaja. Setelah anak-anaknya mulai hidup mandiri, alias lepas sapih, barulah induk jantan mengawini pasangannya dan induk betina akan bertelur lagi. Begitu seterusnya.
Dalam penangkaran, biasanya breeder berusaha membuat pasangan induk makin produktif. Tujuannya untuk memenuhi permintaan pasar. Akibatnya anakan dipanen ketika masih piyik, dibesarkan dalam inkubator, dan pasangan induk akan berproduksi kembali dua minggu berikutnya.
Ini sah-sah saja. Namun perlu diingat, burung bukanlah mesin reproduksi. Setelah 2-3 kali berproduksi, perlu istirahat minimal 1 minggu sebelum kedua induk dikawinkan lagi. Dengan cara seperti ini, pasangan induk bisa berproduksi dalam waktu lebih lama.
6. Induk mengalami stres
Penangkaran burung cockatiel bisa terganggu apabila pasangan induk selalu dilanda kekhawatiran atau stres akibat gangguan di sekitarnya. Gangguan bisa berupa suara bising, asap, dan bau-bauan, maupun kehadiran hewan yang sering lalu lalang di sekitar kandang, misalnya kucing, anjing, tikus, dan musang.
Kondisi seperti ini sering mengubah perilaku induk, misalnya membuang telur yang sedang dierami, bahkan membuang anaknya sendiri. Jadi, pastikan kandang penangkaran berada di lokasi yang tenang dan aman dari semua gangguan tersebut, sehingga pasangan induk bisa berkembang biak dengan baik dan dapat merawat anak-anaknya dengan baik pula.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
—-
7. Pasangan yang tidak sejodoh
Cockatiel, sebagaimana burung paruh bengkok pada umumnya, pintar meyembunyikan karakter asli mereka. Sepasang burung nampaknya sudah berjodoh, selalu berdekatan, sering meloloh, serta saling membersihkan bulu, belum jaminan kalau mereka benar-benar pasangan murni (true pair).
Bisa jadi, kedua burung sama-sama berkelamin jantan. Atau sebaliknya, sama-sama betina. Kasus ini sering terjadi pula pada lovebird dan burung paruh bengkok lainnya. Kunci utamanya adalah tahu cara membedakan burung jantan dan betina. Silakan lihat kembali panduan sexing burung cockatiel di sini.
Bahkan bisa juga pasangan induk sebenarnya terdiri atas burung jantan dan betina, dan telah memperlihatkan tanda-tanda berjodoh seperti disebutkan di atas, namun tidak kunjung melakukan perkawinan. Biasanya, hal ini akibat umur induk yang belum cukup seperti penjelasan poin pertama, pakan miskin protein, dan beberapa faktor lainnya.
8. Induk jantan belum siap
Umur dewasa kelamin burung cockatiel memiliki range cukup luas, yaitu antara 12 – 24 bulan. Artinya, ada burung yang sudah matang kelamin pada umur 12 bulan alias 1 tahun, tetapi ada juga yang baru mencapai dewasa kelamin pada umur 24 bulan.
Selain faktor genetis, kualitas pakan juga menjadi penyebab utama dari perbedaan umur dewasa kelamin. Pada manusia, kita lihat anak-anak yang sejak kecil diberi makanan bergizi akan mengalami masa puber lebih cepat daripada anak-anak yang sejak kecil diberi makanan seadanya.
Dalam penangkaran cockatiel, yang terjadi adalah induk betina sudah siap kawin, namun burung jantan belum siap. Akibatnya tak pernah terjadi perkawinan, sehingga semua telur yang dihasilkan induk betina infertil dan tidak akan pernah menetas meski dierami berbulan-bulan.
Ketidaksiapan burung jantan itu sendiri disebabkan dua hal. Pertama, belum mencapai umur dewasa kelamin. Kedua, beberapa burung jantan yang berumur lebih muda daripada burung betina merasa kurang pede untuk making love.
Bagaimana agar indukan burung sama-sama bisa siap kawin? Itu kadang cuma masalah waktu, tetapi bisa dipacu dengan pemberian suplemen pendukung seperti BirdMature dan BirdMineral. BirdMineral untuk perbaikan alat reproduksi agar berkembang optimal dan BirdMature agar burung sehat secara hormonal.
9. Kotak sarang tidak tepat
Ketika akan menjalankan tugas reproduksinya, burung cockatiel jantan akan memasuki kotak sarang, lantas memanggil-manggil burung betina untuk segera mengatur sarang yang akan digunakan.
Pada kasus tertentu, burung betina tidak segera masuk ke kotak sarang, karena kondisi kotak sarang tidak tepat. Misalnya pintu keluar-masuk terlalu kecil, sehingga induk betina memilih bertelur di dasar kandang.
Karena itu, sediakan kotak sarang atau glodok yang memang dikhususkan untuk burung jenis ini (cockatiel atau nuri). Atau silakan lihat gambar berikut ini :
—-
10. Induk meninggalkan telurnya
Begitu bertelur, induk yang mestinya mengerami malah meninggalkan dan mengabaikan telur-telurnya. Jika hal ini terjadi, kemungkinan penyebabnya adalah lingkungan kandang yang tak nyaman seperti penjelasan sebelumnya.
Namun ada satu faktor lain yang tak boleh diabaikan, yaitu sarang dipenuhi kutu / tungau. Akibatnya, induk betina merasa gatal dan tidak mau lagi masuk ke sarangnya. Untuk membuktikan dugaan ini, silakan periksa bahan sarang ketika induk betina sudah meninggalkan sarang.
11. Induk menelantarkan anaknya
Penyebabnya hampir sama seperti induk yang meninggalkan sarangnya. Namun ada satu kemungkinan lain, yaitu asupan pakan kurang, baik secara kuantitas (porsi) maupun kualitas (kandungan gizi).
Ketika porsi pakan minim, induk burung akan memikirkan dirinya dulu. Bahkan dia meninggalkan anaknya juga untuk mencari sisa-sisa pakan di dasar kandang.
12. Induk menyerang anaknya
Induk yang menyerang dan melukai anaknya dalam sarang biasanya memiliki perangai buruk secara genetis. Tetapi faktor lingkungan kandang yang tak nyaman juga membuatnya stres, sehingga melampiaskannya pada anak-anaknya sendiri.
13. Bekal pengetahuan breeding masih minim
Pengetahuan mengenai breeding burung bisa diperoleh melalui tiga cara: membaca, melihat penangkaran milik orang lain, dan praktik langsung.
Namun, lebih dianjurkan untuk membaca berbagai informasi terkait breeding jenis burung yang akan diternak di rumah, dalam kasus ini adalah cockatiel atau palek. Setelah itu, coba cari informasi mengenai penangkaran burung palek, baik secara langsung (misalnya milik teman), atau melihat video yang bisa dijumpai di youtube.
Setelah dua bekal pengetahuan ini dikantungi, barulah mempraktikkannya secara langsung. Tanpa bekal ilmu breeding yang memadai, Anda pasti kesulitan mengatasi berbagai problem seperti dijelaskan di atas.
Kalau ada sesuatu hal yang belum dimengerti, jangan ragu untuk bertanya kepada yang faham. Bisa melalui berbagai forum, seperti forum kicaumania.or.id, atau bisa juga menanyakannya ke Om Kicau melalui fasilitas Curhat Burung.
—-
Itulah beberapa problem yang sering dialami sejumlah penangkar burung cockatiel atau palek. Percayalah, tak ada problem yang tak bisa diatasi, kalau kita mau terus belajar dari keberhasilan orang lain, serta mengoreksi beberapa kekeliruan kita dalam menjalankan usaha penangkaran burung ini.
—-