Cara para pemain burung dalam menyikapi juri yang kurang fair dalam menilai burung saat berlomba memang berbeda-beda. Ada yang protes berlebihan di lapangan. Ada yang pasrah bongkokan, diam saja dan tetap tenang, seperti kebiasaan Ferry Louw jika lovebird Putri dicurangi. Ada pula yang unik, seperti Om Dani Rose, yaitu mengungkap curhatnya kepada Om Kicau.

Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.

Kelas kacer (juga lovebird) paling berpotensi mengundang protes / komplain peserta.

Om Dani Rose merupakan salah seorang kicaumania dari Provinsi Jambi. Sehari-hari mukim di kawasan Merlung, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, karena bekerja di BRI Unit Merlung.

Namun setiap Jumat sore hingga Minggu, dia pulang ke Kota Jambi menemui sang istri, Noviana, sekaligus bercengkerama dengan burung-burung kicauan piaraannya, termasuk kacer Reok yang belakangan terus meraih prestasi.

( Baca juga: Reok, kacer tempaan Palembang yang moncer di Jambi )

Awal bulan ini, tepatnya 1 Juni lalu, Om Dani bersama beberapa kicaumania dari Provinsi Jambi mengikuti even XXX Cup di Taluak Kuantan, Riau.

NB: Om Kicau sengaja merahasiakan nama even ini, karena belum bisa menghubungi panitia untuk keperluan konfirmasi.

Selain dia, sejumlah pemain asal Jambi juga berangkat ke sana. Misalnya  Aak Bulian, serta ada juga yang berasal dari Bungo. “Saya berfikir, even ini bakal bagus serta fairplay,” ujarnya.

Dani Rose

Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.

Namun harapan tinggal harapan. Yang dialaminya justru kekecewaan dan ketidakpuasan.

Dapatkan aplikasi Omkicau.com Gratis...

Bukan karena kacer Reok yang dibawanya kalah. Tetapi karena yang juara justru tidak lebih bagus dari burung-burung lain yang sebenarnya layak juara, termasuk kacer Reok.

Aak Bulian pun merasakan hal yang serupa, terutama di kelas kacer. Bahkan sebagian besar peserta juga mengungkapkan kekecewaannya mengenai kinerja juri dalam menilai burung selama lomba berlangsung.

“Bagaimana tidak sakit hati? Masak beberapa burung bagus bisa kalah dari burung tidak bagus. Bahkan burung yang tidak layak juara bisa menjadi juara. Yang benar saja. Jangan lihat siapa tuannya, dan jangan mudah mendengar bisikan peserta tertentu,” kata Om Dani dengan rasa jengkel.

Bagi sebagian kicaumania, terutama yang sering melombakan gaconya, pengalaman pahit seperti ini pasti terekam dalam memorinya.

Kalah dan menang dalam lomba itu biasa. Tapi jika juri bertindak diskriminatif, tentu pemilik burung bagus yang diperlakukan tidak adil tak akan mau lagi tampil dalam even yang digelar event organizer (EO) yang sama.

“Tolong juri-juri yang bertugas di sana kemarin, sadari semua itu. Saran saya kepada panitia, carilah juri-juri yang profesional,” ujar Om Dani Rose.

Menurutnya, banyak pemain yang juga memahami cara menilai burung berkicau di lapangan. Karena itu, para juri perlu menyadari, jika melakukan tindakan tidak fair, peserta pun tahu.

Jangan beralasan juri juga manusia, tempat salah dan khilaf. Lha iyalah, para juri pasti manusia juga. Tetapi apakah tidak ada standar penilaian yang jelas, sehingga burung yang tidak layak juara dengan mudah dijadikan juara.

Apakah karena juri itu manusia, lalu bisa dijadikan alasan untuk membenarkan kongkalikong antara juri dan peserta tertentu, yang pastinya akan diketahui oleh para peserta lainnya.

Hal ini berbeda dari even Avanza Berkicau – Road to Presiden Cup III di Kota Jambi, 8 Juni lalu. Lomba yang digarap Mr Said BH dan M Nazir, bekerja sama dengan dealer Toyota PT Agung AutoMall ini menurunkan juri-juri BnR yang berkualitas.

“Saya salut dan puas. Rotasi juri di dalam lapangan saat bertugas sangat cepat. Korlap dan pengawasnya juga oke. Apa yang saya baca di Om Kicau semuanya sesuai dengan fakta,” kata Om Dani lagi.

Briefing juri yang dilakukan Om Oji Lahat sangat tegas. Siapapun yang mencoba bermain mata, pasti langsung dicopot. “Saya berhak mencopot baju juri,” kata Om Oji Lahat waktu itu.

Alhasil, juri-juri pun dapat bekerja dengan sepenuh hati, sesuai dengan hati nuraninya, berdasarkan performa masing-masing burung.

Yang bagus ya dinilai bagus. Yang tidak layak juara ya jangan lantas dijadikan juara. Tidak mengherankan jika juaranya pun bisa dipertanggungjawabkan, mulai dari kacer Panglima Sumatera milik H Rico Lampung, Bajing Ireng milik Zoel Bakung, Gondrong kepunyaan Amat Belido, juga Reok milik Dani Rose.

Gelaran Avanza Berkicau pun bebas dari komplain para peserta. “Saya tidak banyak mengenal juri BnR. Kalaupun mengenal, kami jarang berkomunikasi. Faktanya, penjurian juri-juri BnR tidak memandang nama besar pemilik burung, tapi melihat kinerja burungnya,” tandas Om Dani Rose. (Kelana Lana)

Semoga bermanfaat.

Cara gampang mencari artikel di omkicau.com, klik di sini.