Lovebird saat ini sedang naik daun, baik sebagai hiburan di rumah maupun burung lomba. Di berbagai daerah, kelas lovebird menjadi salah satu kelas paling bergengsi, sejajar dengan murai batu atau bahkan melampauinya. Banyak penggemar yang ingin menurunkan gaconya di arena lomba, tetapi mereka ragu karena belum faham cara penilaiannya.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Ada beberapa keuntungan jika lovebird sering dilombakan, antara lain menguji seberapa jauh kemajuan burung hasil perawatan kita, memperoleh hadiah bagi yang masuk daftar juara, dan meningkatkan nilai jual burung jika kerap berprestasi.
Bagi yang belum pernah melombakan lovebird dalam kontes suara (bukan kontes kecantikan), atau bagi yang belum lama turun ke lapangan, Om Kicau ingin memberikan panduan singkat mengenai bagaimana penilaian lomba burung berkicau di kelas lovebird.
Panduan ini dibuat Om Agus Sanjaya Mustika, salah seorang juri lomba burung berkicau yang beberapa tahun pernah bertugas di Kalimantan Timur dan Jawa Tengah. Semoga dapat menambah pengetahuan kita. Selamat mengikuti:
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Di berbagai daerah, kelas lovebird kini sudah menjadi kelas favorit. Sejumlah event organizer (EO) mulai sering membuka kelas lovebird dengan jumlah sesi melebihi sesi murai batu. Hal ini sering dijumpai di berbagai even di Jabodetabek, Solo, Jogja, Madiun, Balikpapan, Samarinda, dan sebagainya.
Contoh terbaru bisa dibuktikan dalam kontes IKPBS Special Open di Solo, 26 Juli lalu. Panitia membuka empat kelas lovebird, sementara jenis burung lain maksimal dua kelas. Bahkan empat kelas lovebird pun semuanya full peserta, sehingga banyak calon peserta yang tidak kebagian tiket.
( baca juga: Kelas lovebird di IKPBS Special Open Solo full peserta)
Penulis yang kebetulan memiliki relasi sejumlah EO lomba burung di Kalimantan Timur kerap mendapat laporan bahwa brosur lomba belum dipublikasikan, tetapi tiket kelas lovebird sudah habis dipesan. Hal ini kerap dialami Polder Air Hitam Samarinda, juga beberapa EO lain di Kalimantan Timur.
Sebenarnya banyak sekali lovebird lovers yang ingin melombakan burungnya. Sayangnya, masih banyak yang belum pede, karena belum memahami tatacara penilaiannya. Padahal dengan lomba, terbuka lebar kesempatan untuk memperoleh manfaat ekonomi dari hobi burung kicauan, minimal bisa meningkatkan nilai jualnya.
Pada sisi lain, ada beberapa pemain yang sudah beberapa kali mengikuti lomba burung di kelas lovebird. Tetapi karena minimnya pengetahuan tentang penilaian lomba di kelas lovebird, dia sering menuduh juri berlaku tidak fair dan merasa gaconya mestinya tampil sebagai juara.
Di sinilah arti penting seorang penggemar lovebird, khususnya pemain dan calon pemain, untuk memiliki pengetahuan yang memadai mengenai penilaian lomba di kelas lovebird, agar tak selalu komplain tanpa alasan yang jelas.
Kriteria penilaian lomba di kelas lovebird
Kriteria penilaian lomba pada kelas lovebird diutamakan pada beberapa hal berikut ini:
- Irama
Irama adalah naik turunnya lagu / intonasi yang menggelombang. Yang ideal adalah irama naik-turun-naik-pelan-keras-kencang-pelan-landai-turun-keras, yang terus diulang-ulang.
- Lagu
Lagu pada burung lovebird adalah murni suara ngekeknya. Boleh juga ditambah dengan suara isian lain yang memiliki frekuensi tinggi, namun masih memiliki suara khas asli lovebird alias suara ngekeknya.
- Panjang lagu
Panjang lagu yang dinyanyikan atau ngekek lovebird itu bervariasi. Nah, dalam lomba, durasi minimal ngekek lovebird minimal di atas 25 detik, maksimal tidak terbatas karena ada yang mencapai 40 detik atau lebih.
- Volume
Volume adalah tebal dan tipis suara yang dikeluarkan lovebird saat bunyi di lapangan. Yang tipis tentu kurang ideal dan sulit menang.
Pernah ada dalam sebuah lomba, seekor lovebird ngekek panjang dan terus membuka mulutnya. Tetapi setelah didekati juri, suaranya lirih sekali, nyaris tak terdengar. Ini yang dimaksud dengan bunyi tapi tipis dan sulit menang.
- Speed / kerapatan lagu
Speed atau kerapatan lagu yang ideal pada lovebird sebenarnya yang sedang-sedang saja. Sebab apabila terlalu rapat, lovebird terkesan terlalu terburu-buru dalam mengeluarkan lagunya. Sebaliknya, apabila terlalu renggang / senggang, suaranya terdengar seperti patah-patah saat membawakan lagu.
- Gaya
Gaya lovebird saat lomba memang bervariasi, sesuai dengan kebiasaan dan karakternya. Ada lovebird yang bergaya nyeklek, yaitu bunyi sambil membuka mulut, dengan kepala dan paruh yang proporsional.
Ada juga lovebird yang memiliki bunyi njegleg kepala ke atas, seperti burung ngerol. Gaya ini juga bagus. Ada lagi lovebird dengan gaya ndlosor, tetapi masih keluar suaranya dan panjang. Ini juga bagus.
Intinya di sini gaya hanyalah penunjang dalam penilaian lomba lovebird. Fokus penilaian tetap kembali ke irama, lagu, panjang lagu, dan volume.
- Durasi kerja
Durasi kerja adalah kestabilan lovebird dalam berbunyi selama lomba berlangsung. Durasi kerja minimal dari seekor burung lovebird adalah 75 % dari total waktu lomba yang disediakan panitia.
Apabila ada lovebird yang nakal (ngeruji sambil bunyi, ngeruji, turun ke bawah tangkringan, ngerambat, birahi –buka sayap dan ekor, miyik – bukaparuh, dan lain-lain) yang melebihi 35% waktu lomba, hal ini jelas akan mengurangi penilaiannya.
Seekor lovebird dianggap memiliki kamapanan dalam bunyi, apabila dia nampil atau mau berbunyi di atas tangkringan yang ada sangkarnya, tidak merambat, tidak turun ke bawah tangkiringan, tidak birahi, dan sebagainya.
- Durasi bunyi:
Burung lovebird akan disaring tim juri berdasarkan berapa kali ia bunyi. Juri akan memantau frekuensi bunyi, yang dikombinasi dengan tujuh kriteria sebelumnya.
Makin sering bunyi, makin bagus pula nilainya, yang kemudian digabungkan dengan penilaian dari segi irama, lagu, panjang lagu, volume, speed, gaya, dan durasi kerja.
Apakah isian lovebird sangat menentukan?
Seperti dijelaskan sebelumnya, penilaian lomba burung di kelas lovebird ditentukan berdasarkan lagu / suara ngekeknya. Ini penilaian yang utama.
Belakangan ini, banyak pemain lovebird menggunakan isian suara burung lain supaya gaconya memiliki suara tonjolan. Dalam pemahaman pemain, tonjolan yang unik dan nyeleneh akan dilirik para juri.
Sebagian anggapan itu memang benar. Tetapi jangan disalahartikan bahwa yang lovebird yang menang pasti punya suara isian burung lain. Bukan seperti itu.
Suara isian haruslah bisa menambah nilai plus dari performa suara lovebird. Biasanya, isian itu berasal dari masteran yang memiliki suara dengan frekuensi tinggi, misalnya cillilin, walang kecrek, parkit, cucak jenggot, kapas tembak, suara jangkrik, pelatuk, jalak kebo, jalak suren, dan lain-lain.
Jenis burung lainnya juga bisa dijadikan masteran lovebird, asalkan memiliki frekuensi tinggi, sehingga ketika dilagukan lovebird bisa muncul suara tonjolan di lapangan.
Adapun suara yang bersifat siulan, seperti suara angkatan anis atau tledekan saat mau bunyi, kurang nikmat untuk tonjolan lovebird.
Bagaimana jika lovebird memiliki isian suara kenari? Bagus juga seekor lovebird bisa mengeluarkan lagu kenari yang terdengar lebih mengayun, dengan speed lebih rapat, dan jedanya juga terdengar rapat.
Perlu diperhatikan, penilaian lomba burung berkicau di kelas lovebird berbeda dari jenis burung kicauan lainnya, terutama burung-burung yang memiliki tonjolan atau ngerol. Sebab tipe suara lovebird memang berbeda, yaitu ngekek.
Simulasi penilaian lomba di kelas lovebird
Nah, kali ini kita akan membuat simulasi penilaian lomba burung berkicau di kelas lovebird. Dalam satu sesi terdapat dua lovebird (misalnya no gantangan 10 dan 20) yang kerjanya nyaris sama, dalam artian irama, lagu, panjang lagu, speed, gaya, volume, dan durasi kerja. Bahkan durasi bunyinya sama, yaitu bunyi sebanyak lima kali.
Bedanya, lovebird dengan nomor gantangan 10 memiliki tambahan lagu isian kasar atau menonjol dan frekuensinya tinggi. Dalam hal ini, tim juri biasanya akan memilih lovebird nomor 10 daripada 20, karena memiliki kelebihan pada lagu isian tadi.
Dalam praktiknya, dua ekor lovebird sulit memiliki kriteria yang sama persis pada semua kriteria penilaian (irama, lagu, panjang lagu, speed, gaya, volume, durasi kerja, dan durasi bunyi).
Pada irama, misalnya, ada lovebird dengan kriteria ideal. Dalam hal ini, naik turun intonasinya dapat kita ilustrasikan sebagai berikut:
“tik-tik-tik-clik-clik-klek-klek-tek-tek-tek-tir-tir-tir-tir-tir-tir-klik-klik-klik-klik-klek-klek-klek-klek-klik-klik-clik-clik-clik-clik-clik-klik-klik-klik-klek-klek-klek-klek………..klik-klikk………” (diulang-ulang, dan panjang).”
Tetapi ada juga lovebird dengan intonasi seperti berikut ini:
“crit-crit-klik-klik-crit-crit…”.
Tentu saja irama / intonasi naik-turun yang disebut terakhir tidak masuk durasi panjang alias tidak ada nilai plusnya, sehingga tak mungkin masuk nominasi.
Berdasarkan pantauan di lapangan saat berlangsung lomba di kelas lovebird, burung yang masuk daftar nominasi rata-rata memiliki suara panjang minimal 25-40 detik sekali bunyi.
Juri kemudian akan menyeleksi lagi, dengan mempertimbangkan seberapa sering lovebird yang satu dan lovebird lainnya rajin bunyi (memenuhi kriteria-kriteria penilaian yang sudah disebutkan sebelumnya).
Burung yang hanya bunyi 2-3 kali, meski dengan suara panjang / ngekek panjang, bisa tergeser oleh gaco lain yang bunyi sebanyak 5-8 kali dengan durasi panjang pula.
Selanjutnya, juri akan memilah burung-burung yang paling sering bunyi di lapangan, misalnya memilih 7-10 ekor, kemudian diseleksi kembali menjadi 5 ekor, dengan tetap mempertimbangkan seluruh kriteria penilaian, termasuk durasi bunyinya dicek masih sering atau sudah mengendur.
Kemudian dipilih 3 ekor lovebird terbaik, dan dibandingkan lagi mana yang lebih baik dari aspek gaya, keaktifan, dan kestabilan bunyi saat penentuan koncer atau bendera besar. Burung yang turun, apalagi sering turun dari tangkringan, bisa mempengaruhi penilaian juri.
Saat bertugas menjadi juri dalam lomba di kelas lovebird, penulis pernah melihat ada lovebird dengan irama-lagu bagus, panjang lagu masuk kriteria, dan volume juga oke. Namun saat nominasi, burung ini turun ke bawah. Sampai mau menancapkan bendera koncer, burung belum mau naik.
Akhirnya, tim juri tidak berani memberi bendera koncer, padahal burung tersebut layak koncer, bahkan nilai mentok yang diberikan juri adalah mentok semua alias 38 oleh enam juri yang bertugas. Burung ini kalau tidak turun ke bawah atau langsung naik ke tangkringan saja layak juara 1.
Alhasil, pemiliknya komplain. Namun, jika burung yang masih di bawah tetap diberi koncer, juri pun akan mendaat komplain dari peserta lain. Tak ada burungnya (tidak kelihatan, karena lovebird turun ke dasar sangkar) kok dapat bendera koncer.
Semoga panduan singkat ini bisa menambah pengetahuan kita bersama saat mengikuti lomba burung di kelas lovebird, serta tidak muncul komplain tanpa alasan yang memadai.
Semoga bermanfaat.
Penting: Burung Anda kurang joss dan mudah gembos? Baca dulu yang ini.