Jumlah penangkar murai batu di berbagai daerah dari waktu ke waktu terus bertambah. Apabila tidak disiasati secara cerdas, tentu susah bersaing dengan penangkar lainnya, terutama dalam menjaga kestabilan harga.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Hal inilah yang sejak awal disadari Om Heri serta Om Sakum, duet pemilik breeding murai batu DMD Bird Farm yang berlokasi di daerah Parung, Bogor. Keduanya memiliki latarbelakang yang sama, yakni sesama kicaumania alias penggemar burung kicauan.
Untuk dapat memenangi persaingan, atau setidaknya mampu bersaing, DMD BF menggunakan materi induk berkualitas, bahkan eks jawara lapangan, antara lain Bimasakti dan Brimob.
Dari sembilan petak kandang yang menyatu dengan rumah Om Heri tersebut, dua di antaranya dihuni murai batu Bimasakti dan pasangannya, serta Brimob dan betinanya.
“Anakan dari trah Bimasakti dan trah Brimob inilah yang terbilang laris manis. Banyak peminat, sehingga mereka harus rela antre menunggu anakannya,” tutur Om Heri.
Untuk materi induk jantan lainnya, Om Heri dan Om Sakum mengoleksinya dari hasil hunting burung-burung juara latberan.
“Yang kita colok sebagai calon indukan adalah burung berkualitas, meski tidak tidak harus juara pertama. Yang penting materinya bagus, mentalnya hebat, dan gaya tempurnya bagus. Itulah yang kita colok untuk dijadikan induk jantan. Induk betina berasal dari rekan-rekan penangkar lainnya,” tambahnya.
Dengan cara seperti inilah, duet Om Heri dan Om Sakum mampu mengembangkan usaha ternak murai batunya lumayan pesat. Meski belum genap setahun berdiri, produk DMD BF sudah laris-manis diminati para pemain dan penggemar burung rumahan.
Buktinya, begitu menetas, anakan murai batu sudah langsung dibooking. Bahkan peminat harus antre alias indent untuk mendapatkan anakannya.
Petak-petak kandang itu tertata rapi, berjejer, dengan dinding dari batako. Setiap petak memiliki ukuran 1,5 x 1 m2 dan tinggi 2 meter. Khusus bagian depan terbuat dari kawat halus (strimin), agar pasangan induk murai batu terbiasa dengan lalu-lalang manusia.
Agar burung lebih nyaman, bagian dalam kandang dibuat semacam taman air yang mengalirkan gemiricik suara air yang mengalir setiap saat. Pepohonan kecil juga melengkapi kandang ternak. Suasana alami ini membuat pasangan induk merasa lebih nyaman sehingga cepat berproduksi.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Kotak sarang ditempatkan di bagian atas depan, sehingga pemilik / perawat tak perlu masuk ke dalam kandang, baik saat memanen maupun mengecek telur. Sebab kotak sarang cukup dibuka dari luar.
Untuk memenuhi kebutuhan pakannya, selain mengandalkan voer, DMD BF juga memberikan EF berupa jangkrik, ulat hongkong, dan kroto. Penggunaan kroto hanya sedikit, namun jangkrik dan ulat hongkong diberikan secara ad libitum (tak terbatas / sekenyangnya).
Menurut Om Heri, pemberian ulat hongkong dapat memacu kesuburan (fertility) dan daya tetas (hatchability) indukan. Buktinya, induk betina rata-rata bisa bertelur empat butir, dan semuanya menetas.
Jika sudah menetas, anakan dibiarkan dalam perawatan induknya hingga umur 5 hari. Setelah itu dipanen: dipindah ke dalam boks inkubator dengan lampu penghangat 5 Watt.
Anakan murai batu dibesarkan dengan cara diloloh. Untuk meloloh anakan murai batu, Om Heri dibantu sang istri. Hal ini terus dilakukan sampai anakan belajar makan sendiri (umur 1 bulan).
Selanjutnya, dilakukan pemasangan ring dengan kode DMD BF-Dewa Bahari. Pasalnya, breeding murai batu ini merupakan kongsi antara Om Heri dan Om Sakum.
Anakan murai batu yang sudah bisa makan sendiri ini biasanya langsung diambil pemesan yang sebelumnya sudah booking. Harga trotolan murai batu umur 1,5 bulan bervariasi, mulai dari Rp 3,5 juta hingga Rp 4 juta per ekor.
“Itu harga trotolan dari trah favorit seperti Bimasakti dan Brimob. Ada juga anakan dari kandang lain yang harganya lebih murah,” tandas Om Heri.
Semoga bermanfaat.
Penting:Â Burung Anda kurang joss dan mudah gembos? Baca dulu yang ini.