Sejak dulu murai batu asal Aceh, atau sering disebut murai batu aceh, sudah sangat popular di kalangan kicaumania Indonesia. Tingginya permintaan membuat banyak oknum pedagang kerap mengklaim stok yang dijualnya sebagai murai batu aceh.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
“Padahal yang banyak beredar di pasaran saat ini adalah murai batu malaysia, tetapi diklaim sebagai murai batu aceh,” tutur Om Iskandar Atjeh, kicaumania asal Aceh yang mukim di kawasan Bangunharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul.
Dalam percakapan dengan omkicau.com di kediamannya, belum lama ini, Om Iskandar Atjeh memberi tips mengenai cara membedakan murai batu aceh dan murai batu malaysia. “Pertama, lihat posturnya. Sebab postur tubuh murai batu acerh tetap lebih besar daripada murai batu malaysia,” ujarnya.
Kedua, cermati pula struktur bulu, terutama bulu ekornya. Pasalnya, bulu ekor pada murai batu aceh itu lebih besar daripada murai batu asal Malaysia. Artinya, daun-daun pada bulu ekor murai batu asal Aceh lebih lebar ketimbang murai batu malaysia.
Karena itu, penggemar murai jangan sampai terkecoh. Teliti sebelum membeli. Selain itu, kalau mau beli murai batu aceh hasil tangkapan hutan, pilihlah yang masih liar dulu. Soalnya murai batu yang masih liar biasanya memiliki fisik atau stamina yang kuat.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
“Setelah itu, baru dijinakkan dan dilatih makan voer, kemudian sangkarnya digantung pada tempat yang nyaman. Perawatan selanjutnya sama seperti murai batu pada umumnya. Jika mau beli yang sudah jadi, atau sudah gacor, itu sih mudah. Kita tinggal pantau ketika burung beraksi di lapangan, baik dalam even latber, latpres, maupun lomba,” tambah Om Iskandar.
Di rumahnya, Om Iskandar memiliki beberapa murai batu aceh yang sudah berprestasi. Misalnya DJ dan Pokemon. Murai batu DJ sudah delapan tahun dirawat Om Iskandar, sedangkan Pokemon sudah sekitar lima tahun di tangannya.
Om Iskandar sudah menggemari murai batu aceh sejak tahun 2005. Kalau menilik asal-usul daerah atau habitatnya, sedikitnya ada tujuh jenis murai batu aceh, yakni:
- Murai batu asal Sabang
- Murai batu asal Simeulue
- Murai batu asal Singkil
- Murai batu asal Tangse
- Murai batu asal Jantho
- Murai batu asal Pancu
- Murai batu asal Meulaboh
Secara umum, murai batu asal Aceh juga bisa dibedakan antara daratan dan pesisir / kepulauan. Murai batu ekor hitam biasanya mukim di kawasan pesisir / kepulauan, seperti pernah diungkap omkicau.com dalam artikel:
Ragam urai batu ekor hitam di Sumatera
Ketika Aceh dilanda konflik bertahun-tahun, pamor murai batu aceh cenderung menurun lantaran tidak banyak pedagang besar yang berani masuk Aceh untuk mengambil burung dari para pengepul. Ada, tapi tak banyak.
Pasokan murai batu asal Sumatera ke Jawa lebih didominasi murai batu asal Medan dan Lampung. Tapi setelah konflik Aceh relatif rampung, murai batu aceh menjadi buruan para pemain maupun penangkar / breeder di berbagai daerah di Indonesia.
Om Iskandar pun acapkali mendapat pesanan dari para pemain dan penggemar murai batu aceh. Karena itu, dia secara rutin mendatangkan murai-murai tersebut dari Aceh. Semua proses dilakukannya secara legal, termasuk harus melewati prosedur administrasi seperti izin penangkaran, izin siap edar, sampai ke tahap pemeriksaan oleh dokter hewan dan karantina.
Saat ini Om Iskandar Atjeh sedang merampungkan pembangunan kandang-kandang penangkaran murai batu aceh, plus lovebird, di kediamannya. Harga termurah untuk trotolan murai batu aceh sekitar Rp 6 juta. Info lebih lanjut bisa ditanyakan langsung via akun fesbuknya: Iskandar Atjeh. (Galuh Candra)
Semoga bermanfaat.