Mengenal status perdagangan burung berdasarkan CITES –Dalam setiap artikel mengenai burung langka dan dilindungi, omkicau.com selalu menyertakan CITES untuk menyebutkan status perdagangannya. Nah, rupanya masih banyak kicaumanya yang belum mengetahui apa itu CITES.

Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.

Convention on International Trade in Endangered Species (CITES).

Selain di dunia perburungan, penggunaan istilah CITES juga dijumpai dalam satwa liar lainnya dan dunia tumbuh-tumbuhan. CITES merupakan singkatan dari Convention on International Trade in Endangered Species yaitu Konvensi Perdagangan Internasional untuk Tumbuhan dan Satwa Liar.

CITES adalah bentuk perjanjian global yang lebih memfokuskan diri pada perlindungan satwa dan tumbuhan liar dari perdagangan antarnegara yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, karena bisa membahayakan kelestarian dari tumbuh-tumbuhan maupun satwa liar tersebut, termasuk burung kicauan.

Dengan demikian, CITES mengatur segala bentuk perdagangan tumbuhan dan satwa liar seperti burung dilindungi maupun tidak dilindungi. Peraturan itu diharapkan bisa membantu menjaga kelestarian serta kelangsungan hidup dari burung tersebut di daerah asal persebarannya.

Konvensi ini sudah berlangsung sejak 1975, namun Pemerintah Indonesia baru mertifikasinya tiga tahun kemudian, melalui Keputusan Presiden (Keppres) No  43 / 1978.

Dalam peraturan CITES terdapat tiga lampiran / Appendix yang berisi daftar aneka jenis tumbuhan dan satwa liar, termasuk burung yang sudah diatur tatacara perdagangannya. Ketiga Appendix tersebut adalah:

  1. Appendix I: memuat daftar dan melindungi seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang terancam dari segala bentuk perdagangan. Itu berarti semua burung yang termasuk dalam Appendix I tidak boleh diperdagangkan, kecuali untuk konservasi.
  2. Appendix II: memuat daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi memungkinkan menjadi terancam punah akibat perdagangan yang terus berlanjut tanpa adanya pengaturan. Jenis burung yang terlampir dalam Appendix II bisa diperdagangkan melalui tatacara dan peraturan yang berlaku.
  3. Appendix III: memuat daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di suatu negara tertentu, dan berada dalam kawasan habitatnya. Appendix III memberi pilihan bagi negara-negara anggotanya untuk status perdagangannya, apakah masuk Appendix I atau Appendix II.

Ketiga Appendix itulah yang dibutuhkan setiap negara dalam melakukan perdagangan tumbuhan dan satwa liar, khususnya berbagai jenis burung kicauan dilindungi maupun tidak dilindungi. Perjanjian itu sendiri sudah menjadi komitmen dari 145 negara yang menjadi anggotanya.

Hal itu pun sudah menjadi bentuk proses kerja sama antarnegara anggotanya yang menjamin bahwa perdagangan tumbuhan dan satwa liar bisa terlaksana sesuai dengan konvensi CITES.

Dapatkan aplikasi Omkicau.com Gratis...

Beberapa jenis burung dilindungi yang masuk dalam daftar Appendix I dan II.

Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.

Selain itu, CITES yang berkantor pusat di Jenewa, Swiss, juga telah menyiapkan beberapa dokumen asli yang ditulis dalam tiga bahasa: Prancis, Inggris, dan Spanyol.

Dua tahun sekali, negara-negara anggota CITES mengadakan konferensi untuk mengevaluasi sejauhmana perjanjian tersebut bisa terlaksana, memecahkan masalah dan isu-isu yang berkembang terkait dengan kebijakan, serta untuk menentukan daftar spesies tumbuhan maupun satwa liar yang dilindungi.

Indonesia memiliki setidaknya 1.548 spesies satwa liar dan 907 spesies tumbuhan yang masuk dalam daftar Appendix CITES. Rincian tersebut meliputi:

  • Appendix I melindungi 84 jenis satwa liar dan 27 jenis tumbuhan.
  • Appendix II melindungi 1.365 jenis satwa liar dan 880 jenis tumbuhan.
  • Appendix III melindungi 9 jenis satwa liar.

Spesies burung dilindungi yang termasuk dalam daftar Appendix I

Adapun beberapa spesies burung dilindungi di Indonesia yang termasuk dalam daftar Appendix I adalah:

  • Mentok rimba (Asarcornis scutulata)
  • Trinil nordmann (Tringa guttifer)
  • Bangau bluwok (Mycteria cinerea)
  • Cikalang christmas (Fregata andrewsi)
  • Angsa-batu christmas (Papasula abbotti)
  • Pelatuk ayam ras richardsi (Dryocopus javensis richardsi)
  • Junai emas (Caloenas nicobarica)
  • Enggang papan (Buceros bicornis)
  • Enggang gading (Rhinoplax vigil)
  • Rangkong dompet (Rhyticeros subruficollis)
  • Alap-alap kawah (Falco peregrinus)
  • Maleo senkawor (Macrocephalon maleo)
  • Jalak bali (Leucopsar rothschildi)
  • Kakatua tanimbar (Cacatua goffiniana)
  • Kakatua maluku (Cacatua moluccensis)
  • Kakatua-kecil jambul-kuning (Cacatua sulphurea)
  • Kakatua raja (Probosciger aterrimus)
  • Nuri talaud (Eos historia)

Jenis burung dilindungi yang termasuk dalam Appendix II antara lain: serindit paruh merah (Loriculus exilis), serindit sangihe (Loriculus catamene), paok pancawarna (Pitta guajana), dan beo (Gracula religiosa) ras Nias, Flores, dan Sumbawa (mertensi, robusta, venerata).

Sebagian burung tidak dilindungi yang banyak dipelihara di Indonesia juga masuk dalam Appendix II, mesi sebagian lagi tidak terdaftar.

Itulah informasi sekilas mengenai status perdagangan burung berdasarkan CITES. Semoga menambah pengetahuan kita bersama.

Cara gampang mencari artikel di omkicau.com, klik di sini.