Salah satu kegelisahan para kicaumania saat ini adalah ditetapkannya cica daun besar / greater green leafbird (Chloropsis sonnerati) sebagai salah satu jenis burung dilindungi di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Permen LHK No P.92 / Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Spesies ini lebih popular dengan nama cucak hijau atau cucak ijo.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Berbagai upaya telah dilakukan para kicaumania, termasuk yang dipelopori Forum Kicau Mania Indonesia (FKMI), agar cucak ijo bisa dikeluarkan dari daftar burung dilindungi. Tapi upaya tersebut belum membuahkan hasil sebagaimana diharapkan para penggemarnya.
Harus diakui, populasi cucak ijo di alam liar terus mengalami penurunan. Bahkan Badan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) pun telah meningkatkan status konservasinya: dari Hampir Terancam / Near Threatened (NT) menjadi Rentan / Vulnerable (VU).
Hal serupa dialami enam spesies burung cica daun / leafbird (keluarga Chloropsidae) lainnya, sehingga dimasukkan dalam daftar burung dilindungi di Indonesia. Sebelumnya, berdasarkan peraturan lama (PP No 7 / Tahun 1999), tak ada satu pun spesies leafbird yang termasuk burung dilindungi.
Tujuh spesies burung cica daun yang dilindungi di Indonesia
(diurutkan berdasarkan status kerawanan konservasinya)
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Di antara keluarga leafbird yang dilindungi tersebut, hanya cucak ijo yang paling sering dilombakan. Bahkan jenis burung ini sering menempati kelas utama dalam perlombaan di beberapa daerah.
Cucak hijau kepala kuning menempati peringkat kedua, meski hanya dimainkan di wilayah Sumatera saja. Selebihnya, lima jenis burung cica daun lainnya nyaris tak pernah dilombakan.
Ketika FKMI dan organisasi perburungan lainnya memperjuangkan agar murai batu, cucakrawa, jalak suren, pleci, dan burung-madu (“kolibri”) dikeluarkan dari daftar burung dilindungi (berdasarkan Permen LHK No P.20 / 2018), omkicau.com sudah memberikan kajian kritisnya, termasuk terhadap cucak ijo.
Seperti dijelaskan dalam kajian kritis tersebut, upaya untuk mengeluarkan cucak ijo dari list merah tak bisa dilakukan sekarang. Sebab kondisi dan alasannya sangat berbeda dari murai batu, cucakrawa, maupun jalak suren.
Karena itu, suka atau tak suka, kita mesti mau menerima kenyataan bahwa cucak ijo kini menjadi salah satu jenis burung dilindungi di Indonesia. Butuh perjuangan lebih “dahsyat” untuk menuju goal: agar cucak hijau kelak dikeluarkan dari daftar burung dilindungi.
Salah satu di antaranya adalah melakukan penangkaran burung cucak ijo. Permasalahannya, sampai saat ini belum banyak kicaumania yang berhasil membudidayakan cucak ijo. Kendala terjadi di berbagai lini, mulai dari proses penjodohan, telur infertil, telur pecah karena dibuang induknya, hingga anakan mati tidak lama setelah menetas.
Namun keberhasilan beberapa rekan kicaumania dalam beternak cucak ijo, misalnya H Ari Suprawadi (Om Arkum) dan Om Bambang Is (Malang), tentu membuktikan bahwa burung ini tetap bisa dibudidayakan.
Ada lagi Om Angin KM. Lintang Songo BF Solo juga pernah berhasil menangkar cucak ijo, kendati kemudian tidak dilanjutkan lagi karena alasan kurang menguntungkan secara ekonomi.
Lihat detailnya pada artikel Penangkaran burung cucak ijo
Semua ini harus menjadi penyemangat kita untuk terus belajar tentang penangkaran burung cucak ijo. Dulu beberapa rekan menghentikan usaha penangkaran burung cucak ijo karena alasan kurang menguntungkan. Sekarang fokusnya mesti diubah, yakni agar cucak ijo kelak dapat dikeluarkan dari daftar burung dilindungi.
Kawin suntik percepat keberhasilan penangkaran burung cucak ijo
Syaratnya, burung cucak ijo harus dibudidayakan secara massif, sebagaimana murai batu, cucakrawa, serta jalak suren. Jika masih banyak kendala dalam penangkaran burung cucak ijo, maka metode kawin suntik / AI (artificial insemination) bisa menjadi solusi terbaik.
Sudah ada rekan kicaumania yang berhasil menerapkan metode kawin suntik / inseminasi buatan (IB) pada burung, misalnya Om Arda Pandawa. Minggu (19/9) lalu, Om Arda Pandawa menjadi salah satu narasumber dalam Deklarasi APBN (Asosiasi Penangkar Burung Nusantara) Korwil Eks Karisidenan Surakarta.
APBN merupakan wadah bagi para penangkar burung se-Indonesia yang dibentuk Ronggolawe Nusantara. Dalam acara tersebut, Om Arda Pandawa menjelaskan sekilas mengenai kawin suntik pada burung.
Pada kesempatan mendatang, omkicau.com akan mengupas lebih detail tentang teknik kawin suntik pada burung. Melalui kawin suntik, kita bisa mendapatkan anakan dari induk jantan dan betina dari spesies yang sama (apapun jenis burungnya), tanpa harus melalui proses penjodohan. (OK-1)
Penting: Burung Anda kurang joss dan mudah gembos? Baca dulu yang ini.