Nama penangkaran murai batu ini cukup panjang, Dragon Jhon BTM Hanifa Bird Farm, yang bermarkas di Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Pemiliknya adalah Om Andri Marjoni. Melalui berbagai cerita duka, bahkan sejumlah kegagalan, Om Joni akhirnya menuai kesuksesan dalam mengelola ternak murai batu.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Om Joni mendirikan Dragon Jhon BTM Hanifa BF pada tahun 2015. Namun hingga awal tahun ini, usahanya ini nyaris tak membuahkan hasil yang signifikan. Pasalnya, produktivitas indukan sangat rendah.
Namun semua itu tidak lantas membuatnya putus asa. Berkat dukungan kawan-kawan, dia bangkit kembali dan menemukan penyebab kegagalannya.
“Ternyata suhu kandang yang terlalu panas menjadi biang kerok induk murai batu tidak produktif. Saya lalu menjebol beberapa dinding luar kandang, sehingga suhu tak lagi panas. Sekarang, induk-induk murai batu mulai rajin berproduksi,” jelas Om Andri kepada omkicau.com.
Sebelum mendirikan Dragon Jhon BTM Hanifa BF, Om Joni memang menyukai murai batu, bahkan acapkali mengikuti lomba. Namun lebih sering zonk dalam setiap lomba yang diikutinya.
Awal tahun 2015, temannya yang bernama Om Ahmad Deni memberi masukan agar murai batu koleksinya diternak saja. Jika diternak, Om Joni bisa memilih langsung burung prospek dan bisa dilatih sejak kecil.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Kebetulan Om Joni punya beberapa ekor murai batu yang dibelinya langsung dari Pulau Daik Lingga (Kepri), serta ada pula yang berasal dari Aceh.
Dia lalu mendirikan delapan petak kandang ternak murai batu, yang ditempatkan di lahan berukuran 9 x 4 m2 yang ada di sebelah kanan rumahnya. Dua petak kandang lagi dibangun di lahan sebelah kiri rumahnya.
“Saat itu saya punya tiga ekor murai batu jantan. Yang pertama dari Dabok Singkep, sudah tiga kali mabung. Yang kedua dari Aceh, sudah dua kali mabung. Yang ketiga juga dari Aceh, baru berumur tujuh bulan, saya beri nama Dragon Jhon,” jelas Om Joni.
Dia kemudian membeli beberapa ekor induk betina dari rekannya, Om Habib, yang kebetulan kuliah di Jogja dan menawarkannya murai betina ekor hitam noktah 4. “Saya pesan enam ekor waktu itu, karena harganya sangat murah. Beberapa minggu kemudian, saya pesan lagi,” tambahnya.
Cobaan demi cobaan terus mendera
Di tengah rintisan tersebut, tiba-tiba murai batu Dragon Jhon mati. Padahal jagoan muda ini menjadi salah satu favoritnya. Posturnya besar, suaranya super keras. Burung ini pernah ditawar Rp 7 juta, tetapi Om Joni memang tak mau menjualnya.
Bahkan karena begitu cintanya, Dragon Jhon diabadikan sebagai nama penangkaran murai batunya. Karena Dragon Jhon mati, Om Joni hanya punya dua ekor induk jantan. Beruntung Om Ahmad Deni menyumbang seekor pejantan untuk menambah materi indukan.
Selain itu, Om Joni juga membeli murai batu jantan berprestasi milik Om Tony (Tanjungpura). Bukan hanya itu, dia berburu induk jantan hingga ke Binjai bersama rekannya, Bang Andri. “Saya dipertemukan dengan Pakde Santoso yang memiliki murai blacktail jawara, bernama Krisna”.
Tetapi cobaan demi cobaan terus menderanya. Sejak pertengahan tahun 2016, kandang ternaknya kosong. Sebab semua (12) induk betina mati mendadak. Beberapa induk jantan juga mati, dan hanya tersisa 2 ekor murai blacktail.
Hal itu berlangsung hingga akhir 2017. Awal tahun 2018, Om Joni kembali termotivasi untuk beternak murai batu. Semua itu berkat dukungan dua sahabat yang sudah seperti saudara sendiri: Brigadir Fiki Choirudin dan Om Didik Setiadiningrat (penjaga gudang murai impor di Malaysia).
Keduanya mendukung Om Joni baik secara secara mental maupun finansial. Akhirnya kandang Dragon John BTM Hanifa BF mulai terisi kembali, dengan induk betina dari Malaysia serta induk jantan ekor hitam yang tersisa.
Hingga akhir 2018, ada 10 pasangan induk di kandang ternak Dragon Jhon BTM Hanifa BF. Namun produksi sangat rendah. Om Joni hanya memiliki empat ekor murai batu anakan dari Krisna (3 betina dan 1 jantan). Akhirnya, induk-induk betina dari Malaysia digantinya dengan betina ekor hitam keturunan Krisna.
Namun, lagi-lagi, cobaan harus dihadapinya. Krisna mati dimakan tikus. Celakanya, 10 pasangan induk tidak kunjung berkembangbiak. Berbagai treatment, mulai dari pakan, suplemen, hingga penambahan gelodok, sudah dicobanya. Semuanya tetap belum membuahkan hasil.
Suhu kandang terlalu tinggi jadi biangnya
Om Joni hampir menyerah. Tiba-tiba, awal 2019, dia menemukan problem utamanya. Ternyata suhu dalam kandang penangkaran terlalu panas.
Suhu udara di Kota Batam memang cukup tinggi, bahkan sering mencapai 34-35 oC. Kelembapan mencapai 80 %. Apalagi sirkulasi udara di dalam kandang juga tidak lancar.
Dari hasil temuan tersebut, Om Joni kemudian membobol tembok samping kandang, supaya sirkulasi udara menjadi lebih lancar.
“Berdasarkan pengalaman tersebut, ternyata suhu udara dan kelembapan tinggi memicu induk murai batu di kandang untuk molting (mabung) setiap dua bulan sekali,” jelas Om Joni.
Setelah dilakukan pembenahan, suhu dalam kandang tidak terlalu panas, sekitar 30 oC, dengan kelembaban 50%. Kini tiga pasangan induk sudah rajin produksi, tiga pasang lainnya mulai menyusun sarang, dan empat pasang masih dalam tahap penjodohan.
Untuk proses penjodohan, calon induk betina langsung dimasukkan ke kandang ternak. Tetapi induk jantan dimasukkan dulu dalam sangkar, meski sangkarnya ditaruh di kandang ternak.
Jika keduanya saling bersahutan, maka murai jantan dilepas dari sangkar sehingga menyatu dengan betina di kandang ternak. Hal itu biasanya dilakukan pukul 17.00, sehingga suasana mulai remang-remang.
“Biasanya, pada awalnya, tetap ada fight sesaat. Tapi jika cukup birahi, biasanya langsung kawin. Kita dapat mempercepat birahi dengan cara tertentu, misalnya memberikan extra fooding full, baik jangkrik maupun ulat hongkong. Kemudian sesendok kroto dicampur suplemen breeding,” jelas Om Joni.
Proses penjodohan paling lama berlangsung 1 minggu. Terkadang ada yang dijodohkan pagi, sorenya murai jantan dilepas karena sudah tampak berjodoh. Kalau selama seminggu belum berjodoh, salah satu indukan bisa diganti dengan yang lain.
Anakan yang menetas dibiarkan dalam perawatan induknya. Jika sudah berumur 7 hari, anakan disapih dan diloloh dengan kroto (70%) dan jangkrik kecil-kecil (30%).
Setiap dua hari sekali, anakan murai batu diberi cacing tanah yang dicarinya di bawah lumut pagar rumah. Sebelum diberikan kepada anakan murai, cacing direndam air panas. Setelah itu ditambah Vita Chick.
Sejak dini anakan murai batu dimaster menggunakan burung hidup (konin, kenari, lovebird) dan audio mp3. Pemasteran menggunakan audio m3 dirasa efektif, karena memuat banyak isian.
“Yang penting jam-jam tertentu jangan dimaster. Misalnya jam sepuluh malam sampai empat pagi. Karena pada jam-jam tersebut, burung sedang istirahat,” kata Om Joni.
Pemasteran anakan murai batu ditempatkan di kediaman Om Fiki Choirudin, rekannya yang rajin mengikuti lomba. Dia lebih paham bagaimana materi murai batu yang bagus untuk dilombakan.
Siap kembangkan usaha di Langkat
Sekarang anakan murai batu hasil breeding Dragon Jhon BTM Hanifa BF sudah dipesan teman-temannya di Batam, Tanjung Batu, dan Medan. Khusus murai batu anakan Krisna, harganya dibanderol Rp 2,5 juta / ekor (jantan). Untuk anakan betina, Om Joni tak akan menjualnya, karena akan dijadikan calon indukan.
Rencananya, Om Joni dan Om Fiki kelak hanya menjual murai batu umur 6 bulan saja. Tujuannya agar tahu persis kualitas anakan dari setiap pasangan indukan. Jika sudah tahu kualitasnya, harga bisa terdongkrak.
Kesabaran Om Joni, khususnya dalam empat tahun terakhir, kini mulai membuahkan hasil. Dia berencana mengembangkan usahanya di kampung halaman istrinya di daerah Langkat, Sumatera Utara.
“Tahun depan, saya dan keluarga akan pindah ke Langkat. Penangkaran di Batam dikelola langsung oleh Om Fiki,” tandasnya. (neolitihikum)
Breeding murai batu Dragon John BTM Hanifa BF
Kontak: Om Andri Marjoni (FB: Dajon Siodong Odong)
Alamat: Tanjung Sengkuang Blok F, No 17, RT 002 / RW 012, Batam, Kepulauan Riau.