Tips transaksi burung gacoan, awas jawara katrolan dan karbitan!!Banyak kicaumania sukses membeli burung karena segera moncer di lapangan, tetapi tidak sedikit yang  merugi jutaan rupiah gara-gara burung “karbitan”. Bagaimana liku-liku transaksi burung gacoan lomba selama ini? Apa yang sebaiknya dilakukan?
Jika ada pertanyaan beli burung juara itu sebaiknya di rumah atau di lapangan? Sebagian besar pasti menjawab di lapangan. Sebab semua menjadi sangat jelas dan gamblang, seperti apa materi, kualitas, dan daya juang burung incaran.

Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.

Bila ingin burung yang benar-benar bisa tampil stabil, sebaiknya tidak boleh tergesa-gesa dalam melakukan pembelian. Apalagi kalau banderol yang harus dibayar sudah relatif mahal. Ada burung yang beli di lapang, ternyata kemudian gagal.

Tak sedikit pula yang beli di rumah, kemudian bisa nampil dan laku mahal. Inilah sejumlah faktor yang bisa mempengaruhi sukses tidaknya sebuah transaksi burung juara.

Untuk mengetahui kebenaran jejak juara, biasanya dilakukan dengan melihat berita atau data juara di majalah. Kalau dari lomba yang diikuti selalu masuk papan atas (tak harus juara 1, tapi misalnya selalu berada di tiga besar), berarti kinerja sang jagoan cukup stabil.

Bertanya, atau cek dan ricek kepada teman yang saat itu ada di lapang, dan kebetulan tahu tentang jenis burung yang sedang dipantau. Sebaiknya tanya kepada teman yang netral, bukan kepada teman yang berperan jadi makelar karena saran-sarannya tidak akan netral lagi mengingat ia berkepentingan agar terjadi deal dan dapat bagian. Jadi ceritanya akan bagus-bagus, dan istimewa saja.

Bila perlu tanya pada juri yang bertugas pada sesi tersebut. Namun bertanya kepada juri kadang kala juga tak netral, sebab, sering kali juri ikut menjadi bagian dan koneksi para makelar juga. Yang paling valid tentu saja melihat dan memantau sendiri, atau melalui orang yang betul-betul dipercaya.

Di sini pun kalau sang bos kurang paham burung, bisa jadi korban bila si anak buah ternyata juga ikut bermain. Banyak sekali kasus seperti ini!

Memantau di lapangan, itu menjadi langkah yang harus kali pertama dilakukan. Langkah ini bisa dilakukan lebih darisekali.

Setelah kita melihat penampilannya berulang-kali dan kinerjanya memang stabil, barulah kita bisa memutuskan apakah burung itu memang layak dibeli atau tidak.

Selain itu, kita juga harus yakin bawah semua setelan rawatan harus bisa diperoleh. Tanpa itu semua, ya percuma. Bila perlu, ya “beli” sekalian dengan perawatnya. Sudah jadi rahasia umum, biasanya soal setelan rawatan memang selalu ada yang disembunyikan oleh pemilik atau perawat lama.

Karena itu setelah pindah tangan, awal-awal mungkin burung masih mau nampil, tapi lama-lama terus melorot dan melorot.

Seringkali burung-burung itu kemudian balik lagi ke pemilik lama dengan harga yang sudah jatuh, karena diasumsikan membeli burung yang sudah rusak dan harus dibenahi lagi.

Memantau kualitas, jangan asal juara

Hati-hati juga, memantau burung harus benar-benar melihat kinerja dan kualitas bukan label juara! Waspadai dengan kongkalikong antara pemilik burung yang akan melego burung dengan (sebagian) juri.

Ada banyak cerita, burung yang sedang dalam pemantauan, di banyak tempat biasanya selalu dikatrol juri agar selalu bisa juara, dengan tujuan bisa melancarkan transaksi. Nah, kalau sampai seperti ini, berarti Anda telah dikibuli!

Soal umur, tentu, tergantung jenis burungnya. Ada yang lebih baik dibeli ketika burung usia muda, namun untuk alasan kemapanan dan kestabilan, ada pula yang memilih burung yang sudah cukup umur.

Anis merah yang masih muda misalnya, masih sangat rentan berubah. Seringkali begitu mabung, setelah berubáh total. Dulunya hebat sekali, selesai mabung melempem. Gaya teler tidak cepat lagi, mungkin tidak doyong lagi tapi berdiri. Speed yang dulunya rapat bisa berubah menjadi banyak spasi. Dan seterusnya.

Burung-burung lain yang muda-muda, punya potensi untuk berubah karakter.

Tedy, kepercayaan H. Fitri yang belum lama mentake-over kacer Black Sabath dan Putra Kutai mengungkapkan, pemantauan memang harus dilakukan sendiri dan dilakukan berulang-kali. “Jadi kita harus tahu pasti, lihat sendiri bagaimana penampilan dan kualitasnya. Jadi bukan semata juará atau tidak. Kalau sudah yakin, ya begitu turun dari gantangan kita kawal. Cara gampangnya begitu, bukan tidak percaya, tapi untuk menjaga biar semua sama-sama enak.”

Untuk kasus kacer, Tedy mengaku sengaja mengusulkan pada sang bos memilih burung yang sudah cukup umur. Sebab, untuk kacer kalau umur masïh muda masih labil.

“Karena kita cari burung lornba, ya cari yang benar-benar sudah jadi dan mapan, tidak nanggung. Apalagi harganya juga sudah tinggi. Kalau nanggung dan masih ada unsur gambling ya percuma.”

Hanya dari cerita

Bani – beli burung hanya berdasar cerita

Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.

Namun, karena faktor kepercayaan, ada pula yang membeli burung hanya berdasarkan cerita. Mr G dari Kebumen misalnya, mengaku beberapa kali membeli burung tanpa melihat atau memantau sendiri.

“Saya pernah beli cendet dariBeni AP, harganya cukup mahal, dan dasarnya hanya cerita saja, burung juga keaadan mabung lagi. Tapi berita baiknya, selesai mabung burung itu ternyata memang bagus dan luar biasa. Di tangan saya juga langganan juara, tapi sekarang juga sedang mabung lagi.”

Cerita yang sama juga dialami oleh Bani SSA Sragen. Ciung Wanara, kacer barunya yang kemudian juara nyeri di kontes Sragen 24 Mei, ternyata dibeli dari teman kuliahnya di Jakarta, tanpa melihat dan memantau. “Main percaya saja, istilahnya, yaitu, beli cerita. Katanya bagus, minta segini, kemudian ada tawar-menawar sambil membayangkan kualitas burung. Begitu deal ya saya bayar burung dikirim. Untungnya ternyata barang yang saya bayar sesuai dengan harapan atau yang dibayangkan.”

Ingat, kisah Mr G dan Bani SSA adalah hanya sebagian kecil cerita yang baik. Cerita yang tidak baik, tentu jauh lebih banyak lagi.

Membeli di rumah

Membeli burung kondisi di rumah yang berhasil juga ada, tapi yang gagal pun tidak sedikit. Warjo IKPBS Solo misalnya, saat membeli cucak hijau yang kemudian diberi nama Barcelona.

“Di rumah bagus, apalagi saya lihat sang pemilik juga memiliki banyak sekali master yang oke-oke. Saya menawar ke rumah mungkin sampai tiga kali sampai akhirnya dilepas. Harganya ya harga rumah, lumayanlan. Tapi kan memang ada unsur gamblingnya, sebab kita belum tahu mau nampil atau tidak di lapangan. Untungnya bisa nampil, dan sekarang juga sudah kembali laku dengan harga yang lumayan. Ingat, saya selaIu melombakan di even orang lain, saat saya tidak tugas juga.”

Likin, punya kisah berbeda. Pengorbit kenari yang antara lain melesatkan nama Raja Mas ini lebih suka memelihara darimuda. “Saya ada breeding, tapi sedikit, lebih banyak membeli dari breeder-breeder atau teman. Jadi kalau ada anakan yang menurut saya bagus, saya beli, kemudiari saya besarkan dan dimaster. Setelah mau nampil, kita lombakan, sampai tampil berulang kali stabil, setelah itu biasanya pembeli akan datarig sendiri, tinggal menghitung harga yang pas.”

Nàmun, ada pula yang jalan ceritanya kebalik. “Dulu ada teman yang mecoba berkali-kali mengorbitkan kenari gagal, kemudian dia datang dan meminta bahan dari saya. Setelah saya kasih, ternyata jadi. Sampai suatu ketika karena kesibukan, burungnya terbengkelai. Akhirnya saya dekati dan saya beli agi, setelah selesai saya benahi dan dandani karena memang sempat rusak, sekarang sudah mulai nampil lagi, itulah yang kemudian saya kasib nama Ivory.”

Dapatkan aplikasi Omkicau.com Gratis...

Bambang Robert dan Sani Jepang

Di Jogja, ada Bambang Robert yang baru saja men-take over murai batu dari temannya sendiri, Sani Jepang. Sebelumnya, Bambang mengaku sudah memantau rekam jejak jagoan bernama Los Watt itu melalui berita di tabloid Agrobur.

Sudah barang tentu, Bambang juga sudah melakukan cek dan ricek kepada teman-tèman dekatnya yang sudah pernah melihat penampilannya, sebagus apa, bagaimana kalau lawan jagoan tertentu, berani bersaing tidak, bisa menang tidak, dan semacamnya.

Sampai akhirnya, Bambang Robert merasa perlu memantau dan melihat sendiri seperti apa sih penampilan dan keistimewaan burung yang akan dibelinya.

Setelah merasa cocok antara informasi yang ía terima dengan burung yang dilihat, akhirnya terjadilah deal untuk men-take over Los Watt.

Pemula kantung tabal

Bagi pemain pemula berkantong tebal, ada kecenderungan rnembeli burung dengan cara mengandalkan orang kepercaýaan. Antara lain perawat, broker atau pemain yang sudah diakui kredibilitasnya di lapangan.

Namun, bagi yang sudah memahami pakem penilaian, terlebih lagi sudah matang di lomba, tahu bagaimana jaringan perburungan baik di antara juri, perawat, broker, dan pedagang yang berkedok pemain. Maka dipastikan mereka sudah punya trik tersendiri untuk menentukan pilihan burung yang bakal dibidik.

Joko – antar Dewa Bledek naik podium

Beberapa pemain burung papan atas di Bali hampir sebagian besar menyatakan bahwa track-record jago bisa dijadikan indikator utama menentukan pilihan. Terlebih lagi jika jago tersebut mampu menjuarai lomba di berbagai tempat.

Dan akan Iebih baik jika mampu tampil lagi setelah melewati fase ngurak. Terakhir baru memastikan melihat dan mendengar langsung kerjanya di lapangan.

“Memang harganya jelas mahal, tetapi setimpal dengan prestasinya setelah dipegang,” kata Joko SM yang berhasil mengantarkan Dewa Bledek, cucak ijo yang dibeli mahal dan mampu tampil nyeri di Banyuwangi pekan lalu.”

Cara lain, tidak harus catatan prestasinya sempurna. Cukup beberapa kali moncer di latber. Yang pasti setetah mengamati langsung kerjanya di lapangan, burung tersebut masih bisa dimaksimalkan. Trik seperti ini untuk mendap atkan harga relatif murah tetapi punya prospek bagus ke depan.

Sebagian besar cara ini diterapkan para pemain berorientasi spekulasi. Dan di sinilah banyak pemain sukses, khususnya spekulasi didasari atas kemampuan mumpuni mengangkat perfoma burung.

Berkantung cekak

Ada juga trik buat para pemàin bermodal minim. Khusus kelompok ini, dibutuhkan modal besar dalam memahami kualitas burung. Antara lain power, irama lagu, isian, durasi kerja. “Banyak burung bagus justru bermula dan latber,” tambah Wayan Sumiartha alias D’Yan.

Burung yang punya catatan prestasi bagus, tiba-tiba anjlok juga sering menjadi bidikan para pemain. Biasanya terjadi pada pemain papan atas yang baru beberapa bulan beli gaco tiba-tiba sulit tampil. Gaco seperti ini bisa berkali-kali berpindah tangan. Dan sering juga jadi bidikan para pemain. Di tangan yang tepat, burung ini bisa maksimal lagi.

Jika track record bagus, lanjut Joko SM, yang perlu diwaspadai adalah umur dari gaco tersebut. Beberapa burung akan mapan mulai umur tiga tahunan. Namun ada juga jenis lain yang bisa tampil umur muda.

Walaupun masih bisa tampil tetapi jika umur sudah uzur sebaiknya bukan menjadi pilihan utama. Ciri-cirinya dari sisik kaki atau sejarah kemunculannya.

Cara instan dan dari pantauan

Memang, ketatnya persaingan lomba burung belakangan ini memicu para pemilik memilih cara instan. Beli burung yang sudah prestasi. Selain gengsi menyandang predikat juara, iming-iming hadiah gede membuat para pemain lebih aman beli burung yang sudah tampil di lapangan. Alasannya, ngapain juga beli burung nanggung, itu bikin capek.

Realistis memang, dengan mentake-over burung prestasi dan mapan di lapangan jauh lebih aman. Lantas, bagaimana agar menjadi pemula cerdas dalam mengambil keputusan?

Sebelumnya, calon pembeli harus selektif dalam mengambil keputusan di saat membeli burung.

Bagi seorang pemula, sebelum turun ke arena lomba ada baiknya memahami dan belajar banyak ihwal perburungan. Dengan membeli burung di lapangan, jauh lebih aman ketimbang beli di rumah. Karena, pembeli Iebih tahu kualitas burung bersangkutan. Mulai dan materi irama Iagunya, kualitas volume hingga mental lápangannya. Memang, nilai jualnya mahal dibandingkan di rumah atau kios.

Catatan membeli burung di lapangan

Sebaiknya jangan terpengaruh gelar juara yang diraih saat itu. Misalnya, burung tersebut juara pertama langsung kita beli. Karena bisa jadi gelar juara saat itu merupakan suatu rekayasa.

Lebih amannya burung yang dipantau di lapangan adalah kinerjanya, kelebihan dan kekurangannya. Bandingkan dengan Iawan-lawan di sekelilingnya. Setelah kualitas suara dan mental, lihat karakter mainnya di lapangan.

Kalau memang memungkinkan tanya pada juri tentang kualitas burung yang diincar.

Memantau burung sebaiknya jangan hanya sekali, ikuti lagi perkembangan berikutnya di even lainnya. Apakah burung tersebut kinerjanya stabil atau tidak.

“Lebih baik kalau memantau burung di even besar, karena di situ biasanya turun burung-burung berkualitas, dan di situ bisa mengukur kualitas burung yang akan dibeli. Kalau di latber kan persaingannya kurang begitu ketat, lawan yang dihadapi juga tidak seberat di lomba besar,” saran Faisal kicaumania Jakarta.

Tua-tua Keladi

Eko – Cikande

Menurut Eko Cikande, ada lima jenis kicauan yang prestasinya makin melambung di saat usianya matang. Antara lain murai batu, kacer, pentet, cucak hijau dan anis kembang.

“Makanya saya enggak pernah mempersoalkan usia untuk membeli burung jenis di atas,” kata Eko.

Dalam memboyong burung berkualitas, Eko sendiri mempunyai team pemandu bakat baik di blok barat, blok tengah, blok timur bahkan Kalimantan dan Sumatra.

Begitu pula dengan Gugun. Pemilik cucak hijau Gigolo. la tidak mempersoalkan usia. “Yang terpenting burung itu stabil di lapangan,” ujar Gugun.

Meski saat ditransfer usia Gigolo sudah tua, namun sering merebut gelar juara di berbagai lomba, terutama di blok Banten.

“Kunci utama untuk mentransfer agar tidak tertipu juara fiktif harus langsung melihat kondisi gacoan karena banyak burung yang ditawarkan ternyata pernah pakai doping. Sesampainya di Kalimantan kondisi burung loyo dan Iangsung drop,” sebut salah satu kicaumania yang pernah jadi korban penipuan juara fiktif. (Agrobis Burung)

Cara gampang mencari artikel di omkicau.com, klik di sini.

-7.550085110.743895