Nama H Solichul Hadi (Om Hadi) sering terpampang dalam daftar juara lomba burung kicauan di wilayah timur pantura Jawa Tengah, terutama untuk kelas murai batu serta lovebird. Selain aktif di lapangan, dia juga dikenal sebagai breeder murai batu di bawah bendera Hadi Bird Farm (BF) Jepara.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Saat ini, Hadi BF termasuk salah satu breeder murai batu terlaris di Jepara, bahkan banyak diminati muraimania dari berbagai kota. Om Ahmad Al-Assoy, salah seorang pemain ternama di Jabodetabek, juga kerap memberi murai batu dari Hadi BF.
Untuk pengelolaan breeding murai batu tersebut, Om Hadi mempercayakannya kepada Om Ruly. Meski baru memiliki 12 petak kandang, seluruh materi induk jantan merupakan burung-burung eks jawara di berbagai lomba. Misalnya Brekele, Pedrosa, dan Harno.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Saat ini, Om Hadi juga sudah memiliki beberapa calon indukan, misalnya murai batu Upin Ipin yang kini menjadi andalannya ketika mengikuti lomba burung kicauan. “Nanti kalau sudah saatnya, Upin Ipin juga masuk ke kandang ternak. Sekarang masih untuk mainan di lapangan,” kata Om Ruly.
Karena menggunakan trah jawara, tak heran jika anakan murai batu hasil breeding Hadi BF laris-manis di pasaran, bahkan ketika dewasa kerap moncer di lapangan. Misanya Batosay milik Om Farid (Jepara) yang pernah menjuarai DPRD Jepara Cup, serta MB Arab Jr yang moncer di tangan Om Ahmad Al-Assoy.
Anakan umur 3-5 hari langsung dipanen
Om Hadi membangun kandang penangkaran murai batu di Desa Troso, Pecangan, Kabupaten Jepara. Desa ini dikenal sebagai sentra kerajinan kain troso yang menjadi salah satu produk unggulan Kabupaten Jepara.
Petak-petak kandang tertata rapi, masing-masing memiliki ukuran panjang 2 meter, lebar 1,7 meter, dan tinggi 2,5 meter. Kandang dilengkapi dengan bak mandi, tanaman beringin mini (dalam pot), dan kotak sarang.
Pakan utama untuk induk murai berupa jangkrik yang disediakan secara ad libitum (tak terbatas) dan ditempatkan dalam bak plastik / loyang. Setiap pagi, siang, dan sore hari, stok jangkrik di bak plastik selalu dicek.
“Kalau habis, ya ditambah. Pokoknya jangkrik harus selalu tersedia, apalagi jika induk sedang mengasuh anak-anaknya. Adapun kroto hanya diberikan secukupnya, itupun hanya pada sore hari,” jelas Om Ruly.
Begitu menetas, anakan murai tetap dibiarkan dalam perawatan induknya. Tetapi itu hanya berlangsung selama beberapa hari saja. Kalau sudah berumur 3-5 hari, anakan langsung dipanen, dipindah ke sangkar pembesaran.
Pada tahap awal pembesaran, anakan murai diletakkan dalam besek / keranjang plastik yang sudah dilapisi serabut cemara. Besek plastik dimasukkan ke sangkar khusus yang dilengkapi bohlam sebagai penghangat. Sangkar ditutup kerodong pada malam hari.
Anakan murai batu terus diloloh perawat sampai bisa belajar makan sendiri. Setelah itu dipasangi ring dengan kode Hadi.MB.BF.JPR. Pada umur 1 bulan, trotolan murai batu dipindah ke ruang khusus untuk menjalani proses pemasteran.
Di ruangan tersebut, trotolan murai batu dalam posisi dikerodong akan didampingi beberapa burung master, mulai dari burung cililin, lovebird, cucak jenggot, kenari, serindit, dan sebagainya. Kombinasi antara kualitas induk dan program pemasteran inilah yang membuat produk murai batu Hadi BF sering moncer di lapangan.
“Karena produksinya masih terbatas, rata-rata hanya dua atau tiga pasang anakan per bulan, banyak calon pembeli yang harus indent,” tutur Om Ruly. Soal harga trotolan, Anda bisa menanyakan langsung kepada Om Ruly (nomor kontak ada di bagian bawah halaman ini).
Keunggulan produk murai batu Hadi BF juga diakui Om Mimin, kicaumania asal Bogor, yang merupakan salah seorang pelanggannya. “Anakannya memang bagus-bagus, saya sudah membuktikannya. Burung sering moncer di Jakarta dan Bogor,” jelas Om Mimin.
Kesuksesan Om Hadi dalam beternak murai batu juga mendapat pengakuan dari PBI (Pelestari Burung Indonesia. Bahkan pada 29 Juli lalu, Hadi BF menerima penghargaan dari PBI Pusat yang diserahkan langsung oleh ketuanya, Mr H Bagiya Rakhmadi SH. (d’one)