Masih ingat dengan spesies baru burung isap-madu yang ditemukan di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur? Burung ini diusulkan diberi nama Iriana, mengacu pada Ibu Negara: Iriana Joko Widodo. Presiden Joko Widodo pun memberikan izin melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Menteri Sekretaris Negara. Kini, burung endemik di Pulau Rote itu resmi diberi nama ilmiah Myzomela irianawidodoae.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Dengan demikian, jumlah burung endemik di Indonesia kini bertambah satu spesies lagi. Pemberian nama ilmiah jenis burung endemik dengan nama Ibu Negara ini baru pertama kali terjadi di Indonesia.
Hal ini dilakukan sebagai ungkapan penghargaan kepada Ibu Negara yang sangat memperhatikan kehidupan burung, sehingga dapat menjadi contoh bagi masyarakat dalam pelestarian lingkungan di Indonesia.
Adapun nama internasional untuk spesies baru ini adalah myzomela rote. Postur tubuhnya mungil, dengan panjang sekitar 11,8 cm. Kepala berwarna merah tua, sedangkan tubuh bagian atas, sayap, dan ekor berwarna hitam. Tubuh bagian bawah zaitun, sementara kaki dan paruh hitam, dengan bantalan kuku kuning. Iris mata cokelat gelap.
Proses penemuan spesies burung baru itu sebenarnya sudah berlangsung lama. Dimulai dari pernyataan Forbes pada tahun 1879, yang mengungkap masih banyaknya jenis Myzomela spp. di wilayah Wallacea yang sama sekali belum pernah ditemukan.
Berbekal informasi tersebut, pada tahun 1996, seorang ornitholog asal Australia bernama Ron Johnstone melaporkan dugaan adanya spesies baru burung isap-madu di Pulau Rote, NTT.
Selanjutnya, pada tahun 2009, Philip Verbelen (ornitholog asal Belgia) melaporkan hasil pengamatannya di Pulau Rote mengenai spesies yang sama. Saat itu, dia berhasil mengambil foto dan merekam suara kicauan burung tersebut.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Tahun 2014, dengan menggunakan suara rekaman tersebut, para ahli dari Belgia kembali mengunjungi Pulau Rote, untuk melakukan penelitian lanjutan. Dalam penelitiannya, mereka melakukan pengamatan menganai respon burung myzomela sumba (Myzomela dammermani ) terhadap suara rekaman tersebut.
Hasilnya, suara rekaman itu tidak menarik perhatian burung myzomela sumba. Namun ketika diputarkan di wilayah Pulau Rote, suara itu mendapat balasan dari burung yang ada di daerah itu. Hal tersebut membuktikan bahwa spesies myzomela yang baru ditemukan ini adalah berbeda dari spesies yang sudah ada sebelumnya.
Penelitian terakhir dilakukan Oktober 2017. Dr Dewi M. Prawiradilaga dan rekan-rekan dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, dibantu tim peneliti dari National University of Singapore, memublikasikan jenis myzomela baru dari Pulau Rote dalam jurnal ilmiah Treubia Volume 44, edisi Desember 2017.
Dalam penelitiannya, mereka membuat analisis bioakustik dengan membandingkan struktur tubuh masing-masing burung dari genus Myzomela, seperti myzomela wakolo (Myzomela wakoloensis), myzomela seram (Myzomela blasii), myzomela banda (Myzomela boiei), myzomela sulawesi (Myzomela chloroptera), myzomela sumba (Myzomela dammermani), myzomela timor (Myzomela vulnerata), dan myzomela kepala merah (Myzomela erythrocephala).
Nyanyiannya unik dan berbeda dari semua kerabatnya
Myzomela rote memiliki keterkaitan dengan spesies burung isap-madu lain yang ada di beberapa pulau di Indonesia. Namun ada nyanyian unik yang membedakannya dari semua kerabatnya, termasuk beberapa perbedaan bentuk dan bulu halus yang sebelumnya diabaikan. Begitu juga dengan pita kehitaman di bagian dada yang terlihat lebih sempit daripada myzomela sumba.
Sebagaimana burung isap-madu lainnya, myzomela rote termasuk pemakan nektar serta beberapa serangga kecil, termasuk laba-laba. Habitatnya di hutan, semak-semak, kebun dan pohon yang sedang berbunga. Tak jarang, burung ini juga ditemukan sedang memakan nektar pada bunga pohon jati di sekitar perkampungan.
Myzomela rote / Myzomela irianawidodoae termasuk dalam keluarga Meliphagidae yang semua jenisnya merupakan burung dilindungi. Namun karena tingkat ancamannya cukup tinggi, para peneliti kemudian merekomendasikan IUCN (Badan Konservasi Dunia) agar spesies ini dimasukkan dalam kategori Rentan / Vulnerable .