Mungkin Anda sudah melupakan even Nglaras Swara yang digelar di Taman Kuliner, Minggu 30 September 2012, yang meninggalkan sedikit kisah pilu karena ada kesemrawutan akibat keterlambatan pada rekap nilai. Tapi tidak bagi Beni, salah satu penggagas even yang mengadopsi penilaian model Papburi.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Selain menggunakan penyisihan (jumlah peserta 12, di Papburi 10), nilai yang diberikan juga menggunakan angka numerik biasa dengan tambahan angka di belakang koma untuk menghindari nilai sama. Beni mengaku belum bisa melupakannya. “Bahkan lelahnya hingga kini juga belum hilang sepenuhnya.”
Di lapangan, Beni memang menjadi salah satu team juri. “Setelah usai akhirnya saya juga ikut turun tangan membantu rekap. Ada hasil rekap juara yang melenceng dari bayangan awal para juri, entah mungkin ada keliru entry, atau karena antara juri yang satu dengan lain ada beda atau kesenjangan nilai yang jauh.”
Awalnya, menurut Beni, ia dan kawan-kawan sudah merencanakan segala sesuatunya dengan sangat baik, hingga hal-hal detil termasuk mekanisme rekap. Menjelang pelaksanaan, Beni juga mengaku sudah mengkonfirmasi ulang ke semua panitia, dan semua oke. Tapi, di saat pelaksanaan, sejumlah personel ternyata tidak datang.
“Jadi masalahnya memang sedikit kompleks, selain personel yang tidak datang, juga kami gagap karena ini even pertama kami dengan konsep baru, sehingga ada hal-hal yang prakteknya tidak sama dengan yang kami bayangkan sebelumnya.”
Setelah even rampung, Beni pun mengaku perasaannya campur aduk, antara lelah, jengkel, marah, kecewa, malu, jadi satu. Waktu itu, ada semacam rasa kapok atau kagol tak ingin membuat even semacam itu lagi. “Rasa itu hingga kini masih terus membebani pikiran saya, kadang membuat susah tidur juga.”
Untungnya, beberapa peserta dan kawan-kawan yang tadinya mengaku kecewa dan marah, kemudian memberikan masukan, dukungan, dan dorongan semangat, yang intinya mereka masih bisa memaklumi semua kekurangan yang terjadi, dan berharap even yang secara konsep bagus itu, bisa dilanjutkan dan diperbaiki kekurangannya.
“Banyak sekali dukungan dari teman-teman yang awalnya juga marah dan protes. Setelah rampung, mereka ada yang ngomong langsung, melalui telepon, sms. Intinya mereka ingin even semacam ini dilanjutkan, dan memberikan masukan yang beragam, yang tentu ingin kami diskusikan lagi sehingga mana yang bisa diterapkan untuk kebaikan, kita pertimbangkan.”
Sejumlah usulan
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Usulan itu, misalnya mengenai menyamakan persepsi di antara juri, yang kemarin memang baru pertama ketemu pada penilaian model seperti ini. Agar persepsi tidak melenceng, perlunya jadwal yang bagus, misalnya penyisihan satu jenis burung harus sampai kelar, jangan diseling jenis burung lain.
“Jadi, penyisihan anis merah misalnya, dari a-f, bila peserta penuh, harus sampai rampung, baru ganti jenis burung lain. Bila perlu, setiap kali setelah penyisihan sesi pertama dan hasil diserahkan petugas rekap, juri perlu beberapa menit diskusi sebentar, burung mana paling menonjol, berapa kami memberi nilai. Kita lihat, apakah untuk burung yang sama nilai yang kita berikan hampir sama. Kalau ada yang melenceng jauh, berarti kita belum seirama dalam menilai. Tapi kalau selisihnya sedikit, berarti sudah oke. Kalau persepsi jauh, kita diskusi sebentar untuk menyamakan dulu, baru lanjut sesi berikutnya. Yang seperti ini mungkin perlu, bila juri memang sama-sama baru mengawali menilai model beginian.”
Pada jadwal sebelumnya (juga di Papburi) setelah 3 sesi, biasanya diseling jenis yang lain. Maksudnya, untuk memberi kesempatan burung-burung yang di sesi awal tidak kerja bagus, nilainya rendah, bisa mendaftar lagi. Jadwal semacam ini mengakomodasi kepentingan panitia untuk mendapatkan peserta yang lebih, tapi menyimpan kelemahan hal penilaian, juri mungkin sudah kurang awas dalam mengingat-ingat kinerja burung di sesi sebelumnya, karena sudah diselani menilai jenis burung yang lain.
Setelah selesai penyisihan jenis burung yang kedua, jenis burung yang dimainkan pertama harus sudah selesai semua proses rekapnya, sudah diketahui yang ikut final, sehingga bisa langsung final. Maksudnya, agar peserta yang sudah ikut penyisihan di kesempatan pertama, tidak menunggu terlalu lama, supaya nyetel burungnya juga bisa pas. Sesi final tidak harus dibarengkan di kesempatan terakhir.
Masukan lain adalah agar juri bisa langsung memberikan koncer, sebagai bentuk pertanggungjawaban juri dalam memilih burung juara. Logikanya, walaupun angka nilainya tidak sama persis, tapi burung yang dipilih untuk jadi juara tidak akan melenceng jauh. Dari 4 orang juri, kalau pun tidak sama semua, paling tidak 3 atau 2 orang akan memilih burung yang sama untuk layak juara 1 atau koncer A. Jadi untuk tahu siapa juara 1, mungkin juga 2 dan 3, tidak perlu menunggu rekap selesai.
Nah, mungkin Anda para pembaca juga ingin memberikan masukan untuk penyempurnaan? (Waca – Jogja)
Penting: Burung Anda kurang joss dan mudah gembos? Baca dulu yang ini.