Burung cendrawasih saat ini menghadapi masa kritis akibat ancaman primer berupa kerusakan hutan dan ancaman sekunder berupa perburuan dan perdagangan secara besar-besaran dan terselubung.

Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.

Staf Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Papua, Herman Soh, saat memantau burung cendrawasih di Enarotali, ibu kota Kabupaten Paniai, awal Mei lalu, mengungkapkan indikasi menurunnya populasi cendrawasih atau dikenal sebagai burung surga di Papua tersbeut.

Hasil penelitian terakhir pada Maret 2012 yang dilakukan BKSDA Papua di salah satu lokasi habitat cendrawasih, sebagaimana dilaporkan Kompas.Com, diketahui setiap satu kilometer persegi hanya ditemukan 2-3 ekor cendrawasih. Padahal, tahun 2000-2005 masih ditemukan 10-15 ekor. ”Ini tingkat degradasi yang sangat memprihatinkan,” kata Soh.

Penurunan populasi cendrawasih itu antara lain karena pemekaran kabupaten baru, pembangunan akses jalan, permukiman penduduk, pembalakan hutan, dan perburuan serta penangkapan. Setiap pembukaan jalan, pembangunan perkantoran, permukiman penduduk, penambangan, dan pembalakan hutan selalu ada cendrawasih yang ditangkap, atau sarang cendrawasih bersama telur dan anak yang baru menetas hancur.

Data WWF Papua menyebutkan, pada tahun 1900-1930-an penjualan cendrawasih mencapai 10.000-30.000 ekor per tahun. Tahun 1912, misalnya, penjualan mencapai 30.000 ekor dalam satu kali pengiriman kapal ke Jerman dan Inggris untuk kebutuhan fashion.

Tahun 1904-1908 jumlah cendrawasih yang masuk ke London 155.000 ekor, ke Perancis sekitar 1.200.000 ekor. Total penjualan burung cendrawasih selama 1820-1938 ke seluruh Eropa ditaksir kurang dari 3 juta ekor.

Keterlibatan oknum

Perdagangan cendrawasih masih terus berlangsung. Hanya saja dilakukan secara tertutup dan sulit terpublikasi. Pemburu, penadah, dan penjual cendrawasih di Papua bervariasi, mulai dari individu yang menjual di jalan-jalan ke arah pedesaan, kecamatan terpencil, bahkan di pasar-pasar tradisional.

Soh menyebutkan, dalam penelusuran BKSDA Papua beberapa waktu lalu di Bonggo, Kabupaten Sarmi, ditemukan oknum anggota TNI memelihara puluhan ekor cendrawasih dalam sebuah kandang. Oknum TNI itu mengaku menyelamatkan cendrawasih dari masyarakat yang hendak menjualnya ke pasar.

“Tetapi saat kami meminta burung cendrawasih itu, dia tidak mau beri dengan alasan macam-macam. Masih banyak kasus penangkapan, penjualan, dan pengiriman cendrawasih ke luar Papua. Bayangkan, di Jawa Barat, khususnya daerah di sekitar Bogor, ada taman burung cendrawasih yang jumlahnya puluhan ekor. Dari mana mereka dapatkan burung-burung itu?” ujar Soh.

Pada ruas jalan Nabire-Enarotali, tepatnya di Km 180, terpajang delapan ekor burung cendrawasih awetan. Burung mati-kering itu sengaja dipajang untuk dijual kepada para pelintas jalan. Harga cendrawasih kremasi itu berkisar Rp 120.000-Rp 150.000 per ekor.

43 jenis

Dapatkan aplikasi Omkicau.com Gratis...

Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.

Sebanyak 43 jenis cendrawasih tersebar dari Australia sampai Pulau Papua, dan ke arah barat sampai Pulau Maluku. Khusus di Papua terdapat 38 jenis, sebagian besar tersebar di dataran tinggi, dan beberapa jenis hidup di pulau-pulau sekitar pulau Papua.

Jenis-jenis cendrawasih itu antara lain cendrawasih jambul (Cnemophilus macgregorii), dengan panjang sekitar 25 cm, jantan berwarna jingga keemasan di bagian atas (punggung), bagian bawah hitam, dan betina berwarna zaitun kecoklatan. cendrawasih ekor panjang (Paradigalla carunculata), panjang 38 cm, berhabitat di bagian barat pegunungan Jayawijaya dan daerah kepala burung (Sorong). Burung ini berwarna hitam dengan gelambir berwarna kuning mencolok di dahi dan ekor.

Jenis-jenis cendrawasih ini sudah jarang ditemukan di hutan Papua. Perkembangbiakan burung ini memang tak banyak dan tidak mudah. cendrawasih mudah stres. Dalam sebuah sarang hanya ditemukan 1-2 butir telur. Burung ini jarang bertelur sampai lebih dari tiga butir.

Menurut penelitian WWF Papua tahun 2000, di Yappen Waropen setiap hamparan alam satu kilometer persegi terdapat enam ekor burung cendrawasih. Jika dikalikan dengan luasan wilayah 2.050 kilometer persegi (luas wilayah Yappen Waropen), total burung cendrawasih sekitar 12.300 ekor.

Koordinator Program Yayasan Bina Mandiri Utama Papua Maurus Wokey mengatakan, jenis burung di Papua yang paling dikagumi hanya cendrawasih karena bulunya indah. Ekornya yang panjang dan lembut dihiasi warna-warni yang kemilau dan kuning kecoklatan.

Cara kawinnya pun tergolong unik. Sang jantan harus melakukan percobaan percumbuan yang lama. Diawali dengan menari berputar-putar mengitari sang betina, lalu meloncat-loncat, diikuti sedikit bernyanyi. Semua ”ritual” perkawinan yang tak ditemukan pada satwa lain itu memakan waktu setengah jam.

Itu sebabnya cendrawasih disebut burung dewata. Ada juga menyebutnya burung dari surga. Pada abad ke-18-19, para bangsawan dan ratu Inggris selalu menggunakan burung cendrawasih sebagai hiasan di kepala atau pakaian. Keindahan alami itu membuat burung ini terus diburu dan diperdagangkan.

Secara umum, bulu cendrawasih bervariasi dari hitam pekat seluruhnya sampai merah jingga, dan hijau kemilau, dengan berbagai warna coklat. Bulu cendrawasih jantan lebih indah, berkilau, dan rumit. Adapun bulu betina meski tampak kusam dan lebih sederhana tetap saja menawan.

Seiring laju kehancuran habitat dan perilaku manusia, bukan tak mungkin burung endemik papua ini bakal tinggal nama saja seperti halnya jalak Bali (Leucopsar rothschildi) atau elang Jawa (Nisaetus bartelsi).

Andai saja UU No 5/1990 tentang konservasi alam dan ekosistem bisa ditegakkan niscaya nasib cendrawasih tak seburam ini. UU ini memberi ancaman kurungan penjara 20 tahun dan denda Rp 200 juta bagi yang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memelihara, memiliki, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup atau mati.(*)

Cara gampang mencari artikel di omkicau.com, klik di sini.

-7.550085110.743895