Penyakit diabetes mellitus pada burung selama ini belum dianggap sebagai penyakit serius. Padahal, sebagaimana pernah ditulis dalam blog omkicau.com ini, diabetes bisa menyebabkan berbagai gangguan ikutan dan juga bisa mengakibatkan kematian burung. Gejala serangan diabetes mellitus secara kasat mata hampir sama dengan penyakit lainnya, dan karena itu seringkali salah dalam penanganannya.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Diabetes mellitus (kencing manis/penyakit gula) atau kerap disebut diabetes semula dianggap sebagai penyakit yang hanya dialami manusia. Anggapan itu sirna ketika beberapa dokter hewan di Eropa dan Amerika Serikat menjumpai fakta bahwa anjing dan kucing pun bisa mengalami penyakit serupa.
Kasus pertama penyakit diabetes ditemukan pada burung dari keluarga paruh bengkok (parrot), seperti lovebird, kakatua, macaw, dan nuri. Untuk memastikan apakah burung kesayangan Anda mengalami diabetes, mau tidak mau harus dibawa ke klinik hewan yang memiliki peralatan memadai untuk pemeriksaan kadar gula dalam darah (selanjutnya disebut kadar gula darah). Kadar gula darah ini tercermin melalui pemeriksaan kadar gula dalam urin (air kencing) burung.
Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...
Memeriksakan kesehatan burung ke klinik hewan atau dokter hewan? Bagi sebagian besar pemelihara dan penangkar burung di Indonesia, hal tersebut tampaknya masih jarang dilakukan. Selain faktor biaya, juga budaya pemeliharaan di negeri ini yang belum mendukung. Lebih celaka lagi, tidak semua dokter hewan memiliki alat untuk mengetes kada gula darah. Sebaliknya, hal seperti ini sudah lazim dilakukan di negara-negara maju, khususnya bagi para penangkar burung yang sadar bahwa burung (mulai dari piyik sampai burung layak jual) adalah modal utama bisnis mereka, sementara klinik hewan pun sudah dilengkapi dengan laboratorium yang memadai.
Artikel ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman, syukur-syukur bisa menjadi pemacu bagi para penangkar, untuk mulai membiasakan memeriksakan kesehatan burung ke klinik hewan. Terlebih jika burung itu berharga mahal, mulai dari satu juta hingga puluhan juta rupiah, rasanya biaya pemeriksaan menjadi tidak seberapa dibandingkan dengan penyesalan ketika burung harus mati akibat penyakit yang tak diketahui lantaran kita enggan membawanya ke dokter hewan.
Burung penderita diabetes memang dianjurkan tidak menjalani program latihan yang berat, termasuk penjemuran yang terlalu lama, atau mengikuti lomba. Tetapi jika pernah menjuarai lomba, atau memiliki trah juara, rasanya sayang jika burung tersebut dibiarkan mati tanpa sempat menghasilkan keturunan.
Jika Anda setuju dengan pemahaman ini, silakan membaca terus artikel ini. Tetapi jika Anda tak setuju, ya tetap saja teruskan membaca artikel ini (plus komentarnya ya, he… he…)
Gejala Klinis
Gejala diabetes pada burung hampir mirip dengan apa yang dialami manusia dan mamalia.
Pertama, burung terlihat mengkonsumsi air secara berlebihan. Ia selalu merasa haus. Meski baru saja minum air, tak berapa lama ia terlihat minum air lagi. Penangkar, atau petugas kandang, harus memperhatikan apakah ada burung-burung di kandang yang menunjukkan gejala seperti ini.
Kedua, burung juga terlalu sering mengeluarkan urine (air kencing) Ini merupakan salah satu efek dari konsumsi air secara berlebihan. Sebagai hewan berdarah panas, burung juga mengeluarkan urine. Pada mamalia, muara saluran pencernaan (anus) terpisah dari muara saluran ekskresi (uretra). Muara saluran eksresi biasanya sama dengan muara saluran reproduksi (genitalia).
Nah, pada burung tidak demikian. Muara saluran pencernaan, saluran ekskresi, dan saluran reproduksi berada dalam satu organ luar yang sama, yang disebut dengan kloaka. Artinya, kloaka adalah tempat di mana burung mengeluarkan kotoran (feces), urine, serta sperma (jantan) atau telur (betina). Biasanya, urine keluar bersamaan dengan feces, karena struktur otot di bagian ekornya mengharuskan demikian. Itu sebabnya, setiap kali burung mengeluarkan kotoran, selalu terdapat cairan berwarna kekuningan atau kehijauan yang merupakan urine.
Dalam hal ini, Anda harus bisa membedakan antara terlalu sering mengeluarkan urine dan diare. Jika burung mengalami diare, maka volume cairan pada feces akan meningkat (kotoran menjadi lebih encer). Sedangkan pada burung yang mengalami diabetes, kotoran tetap terlihat normal namun terlalu sering dikeluarkan.
Ketiga, sebagaimana pada manusia, burung yang menderita diabetes juga rentan terhadap infeksi atau peradangan. Selain itu, lukanya juga lama sembuh. Karena itu, ketika menjumpai burung yang terluka, dan sulit disembuhkan, Anda mesti mewaspadai kemungkinan burung terkena diabetes.
Keempat, burung terlihat lebih gemuk namun tidak proporsional. Tetapi beberapa waktu kemudian, tiba-tiba terlihat kurus. Mengandalkan pengamatan ini saja tentu sulit untuk dijadikan patokan bahwa burung terkena diabetes. Gejala pertama hingga ketiga bisa dijadikan penguat gejala keempat.
Kelima, dan paling akurat, adalah memeriksakan burung ke dokter hewan. Dokter akan memeriksa kadar gula darah dengan mengambil sampel urine dari burung yang sakit. Anda bisa melakukan tindakan ini ketika menjumpai beberapa atau semua gejala yang disebutkan sebelumnya.
Diabetes pada burung kenari
Salah satu burung yang sering mengalami diabetes adalah kenari. Sebagaimana dikutip dari jmj-canary.blogspot.com, kenari yang terkena diabetes mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
- Saraf kaki terlihat berwarna kemerah-merahan
- Kondisi burung agak lesu
- Kotoranya tetap seperti biasa
- Nafsu makan tetap sama seperti biasa
Jika anda menemui burung kenari dengan ciri-ciri di atas, maka kemungkinan besar kenari Anda menderita penyakit diabetes.
Faktor Penyebab
Diabetes merupakan penyakit yang melibatkan pankreas. Pada mamalia, misalnya anjing dan kucing, diabetes terjadi akibat pankreas tidak mampu memproduksi insulin dalam jumlah cukup. Insulin adalah hormon yang berperan dalam metabolisme dan pengaturan gula. Diabetes yang disebabkan pankreas tidak mampu memproduksi insulin dalam jumlah cukup disebut sebagai Diabetes Tipe 1.
Tetapi ada juga mamalia yang mengalami Diabetes Tipe 2, yaitu kondisi di mana tubuh tidak memiliki respon yang tepat terhadap insulin. Kedua tipe ini memberikan efek yang sama, yaitu glukosa darah atau gula darah meningkat, dari level sedang sampai level berbahaya, sehingga tubuh tidak mampu lagi menggunakan glukosa untuk menjalankan beberapa fungsi organ vital. Sebenarnya masih ada satu tipe diabetes lagi, yaitu diabetes insipidus, tetapi tidak dibahas dalam artikel ini.
Pada burung, diabetes juga mengakibatkan peningkatan gula darah, namun penyebabnya berbeda. Jika diabetes pada mamalia disebabkan oleh ketidakmampuan pankreas memproduksi insulin dalam jumlah cukup, pada burung penyebabnya karena terlalu banyaknya produksi hormon glukagon (glucagon).
Menurut Lynn Dustin VMD, pakar kesehatan hewan dari Bay Area Bird Hospital San Francisco, AS, hal itu terjadi akibat pankreas mengalami infeksi atau peradangan, atau sebab-sebab sekunder lainnya. Hal ini jelas berbeda daripada Diabetes Tipe 1 yang kerap dialami mamalia dan manusia.
Produksi glukagon secara berlebihan menyebabkan kadar gula darah meningkat sehingga mengganggu metabolisme dan pengaturan gula darah. Jadi penyebabnya berbeda, tetapi dampaknya sama, yaitu kadar gula darah meningkat.
Diagnosa Diabetes
Pada manusia, seseorang dikatakan menderita diabetes apabila kadar gula dalam darahnya mencapai angka di atas 200 mg/dl. Dalam keadaan normal, kadar gula darah berada dalam kisaran 70-125 mg/dl.
Pada burung, kadar gula darah dikatakan normal jika berada di bawah 500 mg/dl. Jika berada dalam kisaran 500-600 mg/dl, ini merupakan gejala kurang baik dan mengarah pada gejala diabetes. Adapun batasan burung dianggap menderita diabetes adalah ketika kadar gula darah berada dalam kisaran 600- 2.000 mg/dl. Sebagian pakar kedokteran hewan mengatakan bahwa level 800 mg/dl sebagai kepastian bahwa burung terkena diabetes.
Dalam kondisi normal, urine burung mengandung sejumlah glukosa yang lembut. Sayangnya, material ini tidak bisa dilihat secara kasat mata. Jadi, sulit bagi awam untuk mengetahui berapa kadar gula darah pada burung yang direpresentasikan melalui urine tersebut. Oleh karena itu, mau tidak mau, untuk mendiagnosa apakah burung terkena diabetes harus melakukan pemeriksaan gula darah di laboratorium/klinik hewan, di samping mencermati gejala-gejala klinis seperti dijelaskan sebelumnya.
Merawat Burung Penderita Diabetes
Dalam semua kasus diabetes, baik pada manusia, mamalia, dan burung, penderita harus mengkonsumsi makanan dengan kadar karbohidrat rendah, atau berkalori rendah. Ini disebut sebagai diet gula rendah. Karbohidrat tetap harus dikonsumsi, sebagaimana protein, lemak, serat kasar, mineral dan vitamin. Namun pada burung penderita, konsumsinya perlu diatur agak kadar gula dalam darah selalu terkendali.
Aktivitas sehari-hari, termasuk program latihan, juga mesti diatur agar kadar gula darah bisa terkendali dengan baik.
Pada manusia, metode yang kerap dilakukan selain diet kalori rendah adalah menyuntikkan hormon insulin. Cara inilah yang dilakukan Lynn Dustin setiap menangani burung penderita diabetes di rumah sakit burung tempat ia bekerja.
Tetapi, menurut Bird Channel, penyuntikan hormon insulin terbukti kurang memuaskan karena belum cukup mampu untuk mengendalikan glukosa darah. Hormon insulin yang disuntikkan hanya bertahan beberapa jam saja dalam sistem tubuh burung.
Pengobatan menggunakan glipizide terbukti mampu merawat burung penderita diabetes secara efektif, jauh lebih baik daripada penyuntikan hormon insulin. Obat ini diberikan melalui mulut, sekitar 15-30 menit sebelum burung diberi makanan, sehingga lebih mudah bagi para pemelihara atau penangkar burung, karena tidak perlu menggunakan spuit atau jarum suntik.
Glipzide bukan istilah asing bagi sebagian penderita diabetes di Indonesia. Obat ini juga dikonsumsi manusia untuk membantu mengontrol kadar gula darah. Glipzide dapat membantu pankreas dalam memproduksi insulin, dan biasanya digunakan manusia yang mengalami Diabetes Tipe 2.
Burung yang menderita diabetes dan rutin menjalani perawatan/ pengobatan tetap memiliki peluang besar untuk bertahan hidup sesuai dengan umur normal (misalnya, lovebird memiliki umur rata-rata 15-20 tahun).
Tetapi burung penderita diabetes, terutama yang pernah juara atau memiliki darah juara, sebaiknya digunakan sebagai induk penghasil keturunan berkualitas. Jangan dilombakan lagi, dan tak perlu menjalani program latihan yang berat. Mengapa?
Karena, menurut Lynn Dustin, diabetes merupakan penyakit temporer. Artinya, bisa disembuhkan tetapi tidak secara total. Ketika faktor pemicunya muncul, penyakit ini akan kambuh lagi. Aktivitas berlebihan dan makanan berkalori tinggi termasuk beberapa faktor pemicu yang mesti dihindari.
Semoga bermanfaat! (Dudung Abdul Muslim)
Penting: Burung Anda kurang joss dan mudah gembos? Baca dulu yang ini.
woh, burung bisa impotensi. o.Oa
klo udah kena diabetes apa msh bisa diternak Om?kan otomatis kena impotensi jg
Jika menjalani pengobatan rutin, terutama menggunakan glipizide, kadar gula darah bisa kembali normal alias di bawah 500 mg/dl. Dalam kondisi tersebut, induk jantan atau betina masih bisa dijodohkan atau kawin. Tetapi, kontrol ke dokter hewan secara rutin tetap diperlukan, karena kesembuhan diabetes bersifat temporer.