Rencananya, Minggu 11 Desember 2009, saya mau nonton penampilan MB Mas Erik di lomba burung di Klaten.

Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.

Sabtu 10 Desember, sekitar jam 23.00, saya menelepon Mas Erik, “Pripun Mas, MBne pun siap saestu nggih lomba ngenjing (Bagaimana Mas, MBnya sudah siap untuk lomba besuk)?”

“Wah, mboten sida kula siapke, la udan terus ngeten sampai-sampai sedina wau mboten kambon kroto. Mboten onten kroto apik (Wah, nggak jadi saya siapkan. Hujan terus begini sampai-sampai sehari tadi tidak diberi kroto. Tidak ada kroto yang bagus),” katanya.

Ya batallah rencana tidur lebih awal. Maka saya pun menulis sebuah postingan baru di forum pengurus KM tentang follow-up bincang-bincang di FG 1. Setelang me-reply beberapa postingan tanggapan di forum pengurus itu, saya masih menengok blog ini untuk me-reply beberapa pertanyaan dan komentar Sampai pukul 02.45, baru saya tidur. Bangun pagi-pagi, lantas tidur lagi sampai jam 10.00. Burung-burung di rumah sudah diberesi Sahid, anak kandang yang selama ini merawat burung-burung di rumah.

Begitu bangun, saya lihat ada pesan masuk di HP. Oh dari Mas Samino, si empunya Lintang BF. “Cucakrawa siapan yang saya tawarkan kemarin nelur, tapi belum mapan. Masih ada tukang pasang batu di dinding, jadi terganggu Mas Duto. Wah lumayan stres nih kalau anak kandang sedang mudik. Jam 5 sampai jam 8 baru selesai.”

Saya pun segera angkat telepon. “Piye Mas?”

Mas Samino pun cerita bahwa sepasang CR ropel yang dia jodohkan dan pernah ditawarkan ke seorang pelanggan ternyata malah sudah mau bertelor. Hanya saja, telornya dibuang dan pecah karena sampai Sabtu 10 Desember 2009 masih ada pekerjaan yang dilakukan tukang untuk mem-finishing gasebo kandang pemasteran.

“Wah gasebo kandang pemasteran sudah jadi kalau begitu. Mau peresmian nih ceritanya? Oke, nanti saya main ke rumah Mas Samino saja.” Wesss, maka saya pun main ke rumah Mas Samino di kawasan belakang Gedung DPRD Solo.

Sesampai di sana, saya langsung menuju belakang. Mata saya lantas tertuju pada kotak anakan CR. Di sana hanya ada tiga anakan yang masih disuapi. Dua anakan usia 7 hari (Gambar 1) dan seekor usia 13 hari (Gambar 2).

CR Usia 7 Hari

Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.

CR Usia 13 Hari

“Yang seekor anakan 7 hari belum sehat betul. Masih saya obati,” katanya.

Selain punya 3 ekor anakan itu, Mas Samino punya beberapa anakan lagi yang semuanya sedang memasuki masa pemasteran. Ada yang usia sebulan (Gambar 3) dan beberapa ekor usia antara 3-6 bulan (Gambar 4). Ada lagi anakan usia 9 bulanan yang sudah terdengar ropelannya (Gambar 5).

CR Usia 1 bulan
Pemasteran CR secara bersama-sama
CR ropel usia 9 bulan

Sedangkan yang usia di atas 1 tahun, yang semuanya ropel, sudah mulai dijodoh-jodohkan (Gambar 6 dan Gambar 7).

CR dalam proses penjodohan
Tahap awal penjodohan di sangkar terpisah

Di antara pasangan yang sedang dijodoh-jodohkan itu, sudah ada yang keburu nelor sebelum membuat sarang secara sempurna. Pasangan-pasangan jodohan itu keburu bertelor dan belum sempat membuat sarang karena terganggu tukang yang sedang menyelesaikan pengerjaan gasebo kandang pemasteran. Akibatnya, telor pecah berserakan (Gambar 8 dan 9).

Telur pecah berserakan
Telur CR pecah

Sehari setelah gasebo selesai, CR itu sudah mulai membawa daun cemara dan sabut kelapa untuk membuat sarang. Saat itu saya juga melihat salah satu dari pasangan tersebut sedang mengangkuti sabut (Gambar 10 dan 11).

CR membawa bahan sarang
CR ini juga membawa bahan sarang

Itulah beberapa momongan CR Mas Samino. Sedangkan beberapa indukan, ada di kandang penangkaran yang terletak di bagian lain belakang rumah. Saya tidak tertarik melihatnya karena selain pernah melihatnya, hal itu juga “tabu” bagi tamu untuk melihat langsung kandang penangkaran CR yang sudah terbiasa tertutup bagi orang luar. Masalahnya sederhana, CR yang sedang mengeram akan terganggu dan bisa-bisa batal mengeram karena malah merusak sarang dan memecahkan telor-telor mereka.

Hanya suara-suara CR indukan yang saya dengar saling bersahutan.

Jalak Bali

Selesai melihat-lihat CR anakan dan jodohan, saya melihat-lihat penangkaran jalak bali (JB). Ada 6 pasang JB. Di antara pasangan itu ada yang sedang mengangkuti sabut untuk dibuat sarang (Gambar 12 dan 13).

Jalak bali bawa bahan sarang
Jalak bali ini juga mau bersarang

Penampilan burung yang jadi maskot KM itu manis-manis dan lucu-lucu (Gambar 14, 15, 16, 17). Menggemaskan dan suaranya berderit-derit ngerol.

Jalak bali mejeng
Mau dekat-dekat, ogah-ogah tapi mau….
Jalak bagi kenes…
Jalak balai sedang santai

Hercules dan Alpacino 3

Selain itu, saya juga melihat beberapa burung kicauan yang semuanya “hot” meski kondisi masing-masing sekarang sedang mabung. Antara lain adalah AM yang suaranya tembus baik saat ngeplong maupun teler dengan variasi lagu panjang-panjang; juga MB ring yang suaranya juga tembus dengan variasi lagu buanyak banget. MB ini yang pernah saya ceritakan ekor dipotong dan bulu kepalanya disemir (Gambar 18); lalu ada beberapa burung isian antara lain BR, kenari dan LB.

Dapatkan aplikasi Omkicau.com Gratis...

Sementara MB jagoan lainnya, Hercules dan Alpacino Jr3 dia titip-rawatkan di rumah seorang teman di Jajar Solo yang biasa merawat burung Om Denok, seorang penghobi burung juga.

“Peresmian” Gasebo

Untuk ukuran penangkar dan penghobi burung, Mas Samino benar-benar maniak. Dia memang bukan pemain (lomba) burung yang ngetop. Tetapi kalau untuk urusan penangkaran burung, dia tidak main-main. Setelah pernah sukses menangkar anis kembang, jalak suren, jalak putih, kacer, murai batu, kini dia lebih berkonsentrasi ke penangkaran CR dan JB.

Untuk penangkaran CR, dia tidak tanggung-tanggung. Dia membuat areal khusus pemasteran CR yang terbilang sangat mewah untuk “sekadar burung” (Gambar 19, 20, 21).

Kandang pemasteran 1
Kandang pemasteran 2
Blog kandang pemasteran 3

Di salah satu kamar kandang pemasteran itu, dia menempatkan seekor CR ropel yang gacor. CR ini berfungsi “membimbing” anakan-anakan CR. Tetapi selain sebagai areal pemasteran, lokasi itu juga sebagai sarana ngumpul-ngumpul penghobi burung sembari menikmati kicauan ropel CR-CR Lintang BF.

Untuk sarana ngumpul itulah dia membuat gasebo, yang meski terlihat sederhana dari kejauhan, tetapi memiliki detail yang asyik, dengan bahan bangunan dan kayu berkualitas (Gambar 22, 23, 24). Di gasebo itu tersedia juga CD player untuk sebagai alat bantu pemasteran (Gambar 25).

Gasebo Lintang BF
Detail Gasebo

Berapa modal untuk membuat bangunan untuk “memanjakan diri” sekaligus mencetak CR-CR ropel itu? “Wah, nggak saya hitung Mas. Seratus lima puluh jutaan-lah,” kata dia.

Apa yang dia dapat dengan semua itu? “Kepuasan. Saya puas kalau CR-CR dari saya termaster secara benar. Sebagus apapun anakan CR, kalau tidak dimaster secara benar, pasti suaranya tidak karuan,” kata dia.

Ya, itulah buah pengalaman dirinya selama berkutat dengan CR. Banyak anakan dari Lintang BF yang sukses menjadi CR bersuara ropel seperti indukan-indukan yang digunakan Mas Samino. Tetapi, banyak juga yang bersuara berantakan. Nah, itulah beda CR yang diambil dari Lintang BF ketika sudah berusia di atas enam bulan, dan CR yang diambil ketika baru saja bisa makan sendiri.

Setelah dia menyelesaikan areal pemasteran CR, Lintang BF tidak akan melayani lagi pemesanan dan pembelian CR di usia sebulanan. Minimal 6 bulan, baru dilepas. Soal harga, memang bisa berselisih banyak. Bisa dua kali lipat. Tetapi inilah kepuasan dalam berhobi…. “Tetap banyak pesanan. Malah saya nolak-nolak,” kata dia.

Selain menjual anakan dia atas usia 6 bulan, Lintang BF juga menjual pasangan siapan. Yakni, pasangan CR yang sudah berjodoh dan tinggal menunggu produksi.

“Semuanya ropel. Kalau pembeli tidak datang sendiri ke sini untuk mendengarkan suaranya, saya tidak mau lepas,” kata dia.

Toh demikian, Mas Samino tak pernah kekurangan pembeli meski harga yang dia patok relatif tinggi. Untuk pasangan jodohan, dia mematok harga Rp. 25 juta. Apakah itu mahal? Bisa mahal, bisa tidak. Mahal kalau dibandingkan harga pasangan CR suara biasa. Tetapi menjadi tidak mahal kalau kita mengingat bahwa harga CR ropel di pasaran pasti di atas Rp. 10 juta.

Ditilik dari sisi pembeli, bolehlah kita bilang mahal. Tetapi ditilik dari tenaga, waktu dan uang yang sudah dikeluarkan Mas Samino, pantaslah dia mendapatkan “imbalan” tersebut.

Demikianlah yang terjadi, acara “peresmian” Gasebo Lintang BF diisi dengan acara foto-foto kandang pemasteran, bincang-bincang santai berbagai hal tentang burung, dan ditutup dengan bareng-bareng makan mie rebus berlauk kerupuk terung. Asyiiik.

Semoga cerita ini bisa menambah motivasi bagi penghobi burung yang telah terjun ke dunia penangkaran untuk terus menekuni apa yang telah mereka lakukan selama ini.

Catatan:

Dalam obrolan santai, saya sempat berdiskusi lagi soal pembedaan jenis kelamin CR, MB dan burung kicauan lain berdasar pengalaman dia; soal penjodohan CR, pengeraman, penanganan penyakit anakan, “penyuapan” anakan, “pengandangan” dan juga pemasteran CR. Ini lebih menambah wawasan saya dalam hal perburungan. Jadi, meskipun saya sempat kecewa tidak jadi menonton lomba burung di Klaten, saya malah merasa bersyukur karena mendapat bahan berharga untuk ngobrol di blog. Kalau hal itu tidak saya tulis sekarang, pasti bukan karena saya pelit hehehe. Tetapi jari-jari ini Bro… nggak lancar lagi memencet-mencet tuts keyboard PC…. letoooy….

Salam,

Duto Solo

LIST TULISAN PENANGKARAN:

Cara gampang mencari artikel di omkicau.com, klik di sini.

-7.550085110.743895