Setiap penangkar burung, baik kicauan, burung hias, merpati, maupun burung kelangenan seperti perkutut dan derkuku, pasti menginginkan produktivitas indukan meningkat dari waktu ke waktu hingga tercapai batas optimal. Faktanya, tidak mudah mencapai sasaran tersebut, terutama akibat jumlah telur sedikit, telur infertil, embrio mati sebelum telur menetas, dan piyik mati beberapa jam atau beberapa hari setelah menetas. Yuk, kita kupas-tuntas semua persoalan ini, agar produktivitas indukan Anda bisa optimal.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Jika dipetakan, ada dua penyebab mengapa telur tidak menetas, yaitu:
- Telur infertil (gabuk, kosong, tidak subur).
- Telur fertil, tetapi embrio mati di dalam telur sebelum menetas.
Di sini akan dibahas dulu mengenai telur infertil, karena sering dialami para penangkar, khususnya penangkar pemula. Setelah pembahasan mengenai telur infertil, kita langsung masuk ke pembahasan mengenai faktor penyebab telur tidak menetas, meski yang ditetaskan sebenarnya merupakan telur fertil.
Mengapa telur burung bisa infertil?
Telur infertil adalah telur yang sama sekali tidak mengandung sel benih. Dalam bahasa perunggasan, sel benih disebut juga sebagai discus germinalis, yang menempel di permukaan kulit telur (yolk). Sel benih inilah yang nantinya, ketika dierami induk atau ditetaskan dalam mesin tetas, berkembang menjadi embrio, dan pada hari terakhir penetasan memiliki wujud seperti piyik.
Karena telur infertil tidak mengandung sel benih, maka ketika dierami atau ditetaskan tidak akan pernah menetas. Apabila dipecah, telur infertil yang sudah dierami ini tidak berbau busuk, karena memang tidak ada embrio piyik di dalamnya.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Banyak penangkar burung yang kecewa, karena setelah menunggu induk betina mengerami telur selama berhari-hari, telur tidak juga menetas. Mereka tidak tahu jika telur yang dierami sebenarnya infertil. Jika sebelumnya sudah tahu, tentu tidak usah repot-repot dierami, agar induk bisa kembali bertelur dan berharap semua telurnya fertil.
Karena itu, penting sekali bagi penangkar dan calon penangkar untuk mengetahui mengenai telur infertil, bagaimana melakukan peneropongan (candling) telur sejak dini, bagaimana mencegah agar telur tidak infertil, dan sebagainya. Silakan masuk ke sini untuk mengetahui cara meneropong telur, serta membedakan antara telur infertil dan telur fertil.
Berikut ini lima faktor penyebab mengapa telur yang dihasilkan induk betina tidak subur atau infertil :
- Induk burung mengalami masalah nutrisi
- Induk burung mengalami masalah fisik
- Induk burung mengalami masalah sosial
- Induk burung mengalami masalah lingkungan
- Masalah genetik dari induk burung
(silakan klik link di atas untuk mengetahui penjelasan lebih lengkap).
Mengapa telur tidak menetas?
Telur fertil memiliki harapan besar untuk menetas. Begitu dierami induknya, atau ditetaskan melalui mesin tetas, sel benih atau discus germinalis akan mengalami perkembangan pesat menjadi embrio muda.
Jika terus bertahan, embrio ini secara bertahap akan berkembang, mulai dari pembentukan pembuluh darah, pembentukan organ dalam seperti jantung, hati, dan ginjal, pembentukan paruh, tungkai sayap, kaki, dan seterusnya.
Kalau masih bertahan juga, maka 1-2 hari sebelum menetas, embrio ini sudah memiliki organ tubuh, sistem peredaran darah, saluran pencernaan, dan saluran pernafasan yang lengkap. Wujudnya pun hampir mirip dengan piyik ketika menetas.
Tetapi, karena berbagai sebab, tidak semua telur fertil menetas. Apabila dipetakan, kegagalan dalam penetasan telur burung bisa disebabkan dua faktor, yaitu telur yang ditetaskan memang infertil, atau telur fertil yang embrionya mati sebelum menetas.
Mengenai telur infertil sudah dijelaskan panjang lebar di bagian atas, sehingga pembahasan kali ini hanya mengenai telur yang tidak menetas akibat kematian embrio di dalam telur.
Kematian embrio di dalam telur umumnya terjadi dalam periode awal penetasan dan periode akhir penetasan, dengan rincian sebagai berikut :
1. Periode awal penetasan
- Periode ini mencakup 3 hari pertama sejak telur dierami atau ditetaskan.
- Pada periode ini diperlukan konsistensi suhu pengeraman, agar sel benih (discus germinalis) bisa berkembang menjadi embrio.
2. Periode akhir penetasan
- Periode ini mencakup 3 hari terakhir sebelum piyik menetas.
- Periode ini juga membutuhkan kestabilan suhu pengeraman / penetasan.
Di luar kedua periode tersebut, embrio juga bisa mengalami kematian pada separo masa penetasan atau pengeraman. Detailnya nanti akan dijelaskan pada beberapa sebab telur tidak menetas akibat kematian embrio di dalam telur.
Sebagaimana telur infertil, kondisi embrio di dalam telur pun bisa dilihat melalui peneropongan telur (candling). Silakan periksa lagi Cara mengintip telur.
Om Kicau sangat menganjurkan candling, baik untuk telur infertil maupun telur yang embrionya mati di dalam telur. Jika sejak awal sudah mengetahui telur infertil, Anda bisa segera mengambilnya, dan bisa digoreng (tetap nikmat lho..). Hal ini berlaku untuk penetasan alami maupun menggunakan mesin tetas.
Lebih penting lagi untuk mengeluarkan telur yang embrionya mati di dalam telur. Sebab cairan di dalam telur ini membusuk, menghasilkan gas ammonia, yang kalau terlalu berlebihan tidak baik untuk perkembangan embrio-embrio lain yang masih hidup. Hal ini juga berlaku untuk penetasan alami maupun menggunakan mesin tetas.
Beberapa penyebab utama kematian embrio
1. Embrio kekurangan nutrisi
Induk burung, terutama burung betina, bisa saja mengalami kekurangan nutrisi pada salah satu atau beberapa jenis nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak, serat kasar, vitamin, dan mineral. Tetapi malnutrisi yang paling berpengaruh terhadap penetasan telur justru vitamin dan mineral.
Hampir semua defisiensi vitamin berpotensi menyebabkan kegagalan penetasan. Sedangkan jenis mineral yang cukup berpengaruh terhadap penetasan telur adalah mangaan (Mn), seng (Zn), yodium (I), dan zat besi (Fe).
Untuk mengetahui detail dampak kekurangan vitamin terhadap perkembangan embrio dalam telur, silakan klik di sini.
2. Induk betina sering meninggalkan sarang
Sebelumnya sudah dijelaskan, bahwa periode awal dan periode akhir penetasan / pengeraman telur membutuhkan konsistensi suhu dan pengeraman. Apabila menggunakan mesin tetas, apalagi mesin tetas otomatis, hal ini mungkin tak menjadi masalah.
Tetapi pada penetasan alami, atau telur dierami induknya, ada beberapa problem yang kerap terjadi, sehingga telur tidak mendapat suhu yang stabil pada kedua periode kritis tersebut. Problem yang sering muncul adalah induk betina sering meninggalkan telur, sehingga kemungkinan menetas makin kecil.
Penyebab utama induk betina sering meninggalkan sarang adalah karena banyak kutu / tungau yang menempel pada bahan sarang, bahkan pada bulu-bulu dan permukaan kulit induk betina. Terkadang induk tak sekadar meninggalkan sarang.
Dalam kondisi kutu sudah sangat banyak, induk betina biasanya akan stres dan merusak sarang serta telur-telur di dalamnya. Tidak mengherankan apabila sejumlah penangkar sering mengeluh mengapa induk betina membuang telurnya, atau bahkan mematuki telurnya sendiri hingga pecah.
Untuk mengetahui hal ini, Anda dapat memeriksa kondisi sarang ketika induk betina keluar sebentar untuk makan atau minum. Jangan sekali-sekali memeriksa sarang saat induk betina masih berada di dalamnya, karena hal ini juga akan membuatnya stres dan berdampak sama buruknya.
Jika benar sarang penuh kutu, maka taburkan serbuk FreshAves di bagian bawah sarang. Hal ini juga harus dilakukan ketika induk betina sedang keluar sarang.
Selain itu, larutkan 5 gram serbuk FreshAves ke dalam 1 liter air, diaduk hingga merata, lalu dimasukkan ke dalam sprayer. Semprot seluruh bagian kandang agar kutu, tungau, semut, nyamuk, dan parasit mati.
Air bekas semprotan yang sudah mengering ini juga akan membuat semua hewan kecil itu tidak berani memasuki kandang. Usahakan hal ini dilakukan rutin seminggu sekali, bahkan ketika induk sedang tidak berproduksi.
3. Induk betina terganggu induk jantan
Meski frekuensinya tidak terlalu sering, kasus ini beberapa kali dialami sebagian penangkar, terutama penangkar kacer, murai batu, trucukan, dan beberapa jenis burung lainnya. Dalam hal ini, induk betina yang sedang mengerami telurnya, justru dirayu-rayu pasangannya untuk diajak kawin.
Kasus ini biasanya disebabkan induk jantan mengalami over birahi (OB). Penyebabnya adalah porsi extra fooding (EF) terlalu berlebihan. Induk betina yang terus diganggu menjadi stres, dan akan meninggalkan sarang, membuang telur, atau bahkan memecahkan telur-telur yang sedang dierami. Dampaknya mirip dengan induk betina yang meninggalkan sarang akibat banyak kutu / tungau, namun solusinya berbeda.
Dalam kasus ini, solusi yang bisa dilakukan adalah memasukkan induk jantan ke dalam sangkar, namun sangkar tetap ada di kandang penangkaran. Pada saat bersamaan, porsi EF dikurangi dari biasanya. Induk jantan baru dikeluarkan dari sangkar jika piyik sudah dipisah dari induk betina.
4. Kesalahan dalam mengoperasikan mesin tetas
Mesin tetas memang memudahkan penangkar dalam menetaskan telur-telur indukan burung yang ditangkarkan. Selain bisa menampung telur dalam jumlah banyak, semua telur juga bisa menetas dalam waktu bersamaan.
Tetapi kesalahan dalam mengoperasikan mesin tetas dapat berakibat fatal, misalnya seluruh telur gagal menetas. Jarang sekali kekeliruan dalam mengoperasikan mesin tetas hanya akan mengakibatkan sebagian telur menetas dan sebagian lagi tidak menetas.
Hal terpenting yang perlu diperhatikan dalam penggunaan mesin tetas antara lain :
- Suhu penetasan
- Kelembaban penetasan
- Kadar oksigen dalam mesin tetas
- Frekuensi pemutaran telur
Apabila Anda membeli mesin tetas, usahakan ada manual book atau panduan mengenai cara penggunaannya. Kalau Anda membuat sendiri, silakan cari dan baca referensi mengenai cara penggunaannya. Om Kicau pernah menurunkan artikel mengenai hal ini, silakan cek di sini. Di beberapa bagian ada masalah pengaturan suhu dan kelembaban.
5. Telur terinfeksi bakteri atau virus
Ada beberapa hal yang membuat telur terinfeksi bakteri atau virus, antara lain:
- Telur terkontaminasi virus atau bakteri dari tangan orang yang memegangnya. Hal ini bisa terjadi ketika Anda melakukan peneropongan telur (pasti memegang telur bukan?). Bisa juga ketika Anda melakukan pemutaran telur dengan tangan (jika Anda menggunakan mesin tetas non-otomatis). Karena itu, sebelum memegang telur, tangan dicuci dengan sabun antiseptik, atau menggunakan desinfektan yang bisa dibeli di apotek dan toko kimia .
- Mesin tetas jarang disucihamakan setelah digunakan. Banyak penangkar yang begitu senang melihat telur-telurnya menetas, tapi lupa membersihkan mesin tetas. Karena itu, biasakan setelah telur menetas, bagian dalam mesin tetas disemprot dengan cairan desinfektan.
- Kandang terkontaminasi bakteri atau virus yang dibawa vektor tertentu yang masuk ke dalam kandang. Misalnya semut, nyamuk, kutu, tungau, dan parasit lainnya. Untuk mencegah hal ini, kebersihan kandang harus selalu dijaga. Biasakan kandang selalu dalam keadaan kering. Sucihamakan kandang menggunakan FreshAves setiap minggu, agar kandang terbebas dari semua vektor pembawa bakteri dan virus.
6. Banyak getaran di lokasi sarang
- Hal ini sering dialami para penangkar yang membangun kandang dekat rel kereta api, pabrik yang peralatannya menimbulkan getaran, dan sebagainya. Jika rumah Anda di dekat rel, namun getaran roda kereta api tidak sampai ke rumah / kandang (biasanya sekitar 100 meter), ini tidak masalah (soalnya dulu pernah ada yang bertanya seperti ini).
- Bergetar atau tidak sebenarnya bisa dideteksi dari kaca jendela. Kalau kaca terdengar agak gemerutuk, baik karena kereta api atau mesin pabrik, berarti lokasi kandang tak cukup nyaman untuk penangkaran burung.
- Getaran yang terlalu sering bisa membunuh embrio yang sedang tumbuh. Kalau pun selamat sampai menetas, seringkali anaknya mengalami kelumpuhan.
7. Embrio mengalami kesulitan di saat terakhir
Beberapa saat sebelum menetas, embrio di dalam telur terkadang mengalami kesulitan dalam mengatur posisinya agar tetap bisa bernafas dan menyerap makanan dari yolk sac (kantung kuning telur). Salah satu penyebabnya adalah ketidakstabilan kelembaban dalam ruang mesin tetas, atau bahkan dalam penetasan alami.
Jadi, sekali lagi, masalah suhu dan kelembaban mesin tetas harus selalu diperhatikan. Khusus untuk induk betina yang mengerami telurnya, selalu diperhatikan apakah sering meninggalkan sarang atau tidak.
Jika induk meninggalkan sarang untuk makan dan minum, itu tidak masalah, karena biasanya akan segera kembali ke sarang. Tetapi kalau berjam-jam meninggalkan sarang, apalagi sering mengusap-usap bulu dengan paruhnya, itu pertanda banyak kutu dan tungau pada sarang dan tubuhnya (ingat terapi FreshAves !).
8. Induk betina mengalami hypercalcaemia
Kalsium merupakan mineral penting untuk pembentukan kerabang telur. Kalau kadar kalsium dalam pakan indukan terlalu rendah, kerabang telur biasanya terlalu tipis dan mudah pecah.
Tetapi, kondisi berlebihan juga tidak baik. Kalau induk betina mendapat asupan pakan dengan kadar kalsium terlalu tinggi, dan hal ini berlangsung lama, potensi mengalami hypercalcaemia sangat besar.
Hypercalacemia adalah kondisi di mana kadar kalsium dalam tubuh sangat tinggi. Gejala yang muncul adalah telur-telur yang dihasilkan memiliki kerabang yang sangat keras. Dampaknya, menjelang menetas, embrio tidak mampu memecah kerabang telur yang terlalu keras tersebut. Jika tidak dibantu dengan tangan manusia, embrio pasti akan mati sebelum menetas.
Semoga artikel ini bisa menambah wawasan bagi calon penangkar maupun penangkar pemula. Om Kicau selalu mendorong upaya penangkaran burung, baik untuk tujuan komersial maupun non-komersial, demi mengurangi angka perburuan terhadap burung di alam liar.
JANGAN LUPA CEK JUGA ARTIKEL TERKAIT:
- Induk burung mengalami masalah nutrisi
- Induk burung mengalami masalah fisik
- Induk burung mengalami masalah sosial
- Induk burung mengalami masalah lingkungan
- Masalah genetik dari induk burung
- Dampak defisiensi terhadap embrio burung