Setelah saya menurunkan tulisan tentang pasar anis merah Bali versi Agrobis Burung, saat ini saya turunkan laporan yang mirip tetapi hasil liputan Majalah Burung BnR. Meski gambaran secara umum hampir sama, tetapi banyak perbedaan penggambaran di antara dua majalah burung tersebut.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Silakan disimak.
Tak Pernah Luput dari Incaran, Harga Sulit Dikontrol
Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...
Musim anakan anis merah telah tiba. Bagi hobiis yang nge-fans anis merah, tentu tak melewatkan momen ini. Pasalnya, bisnis piyik anis merah tetap menggiurkan. Animo para hobiis tak pernah surut akan burung anis merah.
Jika masa panen tiba, tak sedikit para pengepul hingga pemandu bakat anis merah, berbondong-bondong ke pelosok desa Bali. Sebagai burung favorit, anis merah tak pernah luput dari incaran. Tidak sedikit paramaniak burung beralih profesi menjadi saudagar piyik.
SISTEM PASAR JEBOL
Permintaan pasar yang begitu tinggi, membuat persaiangan pencarian piyikan di tingkat petani makin tajam. Tak pelak, anakan anis merah yang tak pernah luput dari incaran penggemarnya, harganya makin sulit dikontrol. “Belum masa panen tiba, mereka sudah ada yang memesan. Tak jarang, ada yang berani ngasih uang muka,” ungkap Ketut Konten pelaku bisnis anakan anis merah.
Apa yang diungkapkan Ketut Konten, memang benar adanya. Melihat dari perkembangan setiap tahun, para taipan bisnis yang menangguk untung dari anakan anis merah ini tak pernah surut. Rata-rata mereka sudah bermodal gede. Merekapun tak segan-segan lagi blusukan ke desa-desa penghasil piyikan. Pasalnya mereka ingin mendapatkan langsung dari tangan pertama.
Tak dapat dipungkiri lagi, mata rantai pasar yang begitu rapi dibangun oleh agen-agen kicaumania di Bali, kini jadi tak karuan alias ’jebol’. Dampaknya harga piyikan anis merah kian sulit dikontrol. Bandrol harganya makin menjulang tinggi. “Biasanya, dulu mereka bekerjasama atau mengandalkan rekan kicaumania di Bali. Karena pembeli dari Jawa ingin langsung ke desa, dan tahu harga pasaran yang berjalan di desa. Mereka berani membeli dengan harga yang lebih tinggi,” ujar Ketut Konten.
KEBUN SALAK
Ketut Konten adalah seorang petani kebun salak yang sudah malang melintang 17 tahun meneluni bisnis anakan anis merah. Dari kebun salak miliknya, seluas tak lebih dari 35 are, ia mendapat tambahan income dari sarang anis merah. Panenan anakan anis merah dari kebunnya, memang tidak begitu banyak. Ketut Konten juga mendapatkan setoran anakan anis merah dari petani lainnya.
Dalam satu kali musim anakan anis merah, Ketut Konten mengaku, hanya dapat 9-12 kali panen. Selebihnya, pasokan anis merah dari para petani tetangganya. “Di bisnis ini, jangan melihat keuntungannya saja. Jika tidak telaten dan tekun, resikonya juga sangat tinggi. Ditingkat petani, untungnya tidak seberapa disbanding para broker,” tutur Ketut Konten yang berdomisili di Banjar Padang Tegal, Desa Dusa, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem.
Biasanya, Ketut Konten menambahkan, di awal-awal bulan ini mereka sudah gencar melakukan perburuan anakan anis merah. Sebab, diyakini panenan periode pertama bakal menetaskan piyikan-piyikan berkualitas. Anggapan inilah yang menyebabkan peminat banyak dan wajar pula jika petani melambungkan harga banderol.
”Setiap agen rata-rata sudah memiliki pembeli pasti. Bahkan, untuk satu agen bisa melayani satu atau dua pelanggan dari Jawa. Ada yang mengejar pemenuhan target dan ada yang konsisten pada kualitas,” tandasnya.
MEMBANGUN RUMAH
Sebagai petani kecil, yang dulunya hanya mengandalkan dari panenan buah salak. Kini Ketut Konten dan keluarganya bisa bernafas lega. Sejak pamor anis merah terus bersinar, apa yang ditekuninya selama ini membuahkan hasil lebih dari cukup. Berkat kesabaran dan ketekunannya, ia sudah mampu membangun rumah yang layak untuk golongan tingkat petani kecil.
Ketut menuturkan, jia dibandingkan dengan panenan buah salaknya per musin sangat jauh dengan hasil jual beli anakan anis merah. Dengan luasan kebun yang dimiliki, paling banter ia meraup hasil tak lebih dari Rp 3 juta, itu jika harga buah salah di tingkat petani Rp 2.000/kg, tapi jika panen raya tiba, harga buah salak tidak ada artinya. Bisa-bisa harganya jeblok Rp 500 – Rp 1.000/kg.
“Jujur saja, dulunya saya kurang tertarik di bisnis burung. Selain rumit, piyik umur segitu kan mudah mati. Karena waktu itu banyak yang bertanya dan memesan akhirnya coba-coba. Eh, berkat dorongan dan ketekunan istri yang ikut membantu merawatnyta, akhirnya mengasyikan juga dan hasilnya lumayan. Sekarang malah banjir pesanan,” aku Ketut bangga sembari menunjukkan anakan panenan anis merah dari kebun salaknya.
Istri Merawat Piyik, suami Kelola Habitat Kebun Jika terus dieksploitasi secara membabi buta, lambat laun anis merah akan semakin langka dan punah. Dengan terkelolanya keseimbangan habitat burung di alam, petani bisa menikmati secara berkelanjutan. Baik dari hasil perkebunannya maupun panen anakan anis merah. Anis merah memang bak tambang ‘emas’, boleh dibilang merupakan devisa terpendam di sektor perburungan. Bisa dibayangkan, jika produksi di tahun-tahun sebelumnya mampu memanen 50 ribu per musim dengan harga rata-rata Rp 300.000,- berarti uang yang terkumpul mencapai Rp 15 miliar. Dan kini, produksinya semakin menipis. Dengan asumsi produksi 30.000 per musim, harga terkini anakan rata-rata Rp. 500.000,- per ekor, sumbangan dari indukan anis merah di alam juga Rp 15 miliar. “Artinya, meski nilai nominalnya tergolong besar dan menghidupi banyak pihak baik petani, pengepul dan pedagang pengecer namun, produksi anis merah di alam semakin menurun. Jika tidak terkelola dengan baik, kelak petani tidak akan dapat menikmati nilai tambah sampingan dari hasil kebunnya,” ujar Oka Wirawan seorang pemerhati dan pakar burung anis merah. KELOLA KEBUN Manisnya keuntungan yang dirasakan petani, membuat para petani makin sadar akan ekosistem. Kini, mempunyai kesadaran yang sama untuk melakukan konservasi di kebunnya masing-masing secara berkelanjutan. Jika keseimbangan alam terganggu, petani bisa merugi berlipat-lipat. Pasalnya, keberadaan anis merah di kebun juga sebagai predator. Jika anis merah makin langka hama di kebun akan merajalela merusak tanaman di perkebunannya. Pemilik kebun sangat berperan besar menentukan kesuksesan usaha konservasi anis merah di Bali. Untuk ketersediaan pakan anis merah tidak jarang petani memiliki peliharaan 1 hingga 2 ekor sapi. Dengan melakukan merawatan penggemburan tanaman dan pemupukan dari limbah kotoran ternaknya, secara tidak langsung ketersidaan cacing pakan anis merah akan tersedia. Selain upaya menjaga habitat burung di kebunnya, Ketut Konten juga melakukan upaya pemanenan secara selektif. Dalam arti, dalam semusim produksi anis merah pemanenannya dilakukan secara periodik. ” Misalnya dari 12-15 sarang yang ada di kebun, 2 hingga 3 sarang tidak saya panen, tujuannya untuk mengganti indukan,” ungkap Ketut mencontohkan. Menurut Ketut sempat terjadi pemburuan anis merah dewasa hingga habitatnya menurun. Namun, sejak masyarakat sadar dan diberlakukan “awig-awig” alias undang-undang desa, maka masyarakat secara-sama menjaga keberadaan anis merah dikebun salak. “Usaha sampingan petani ini sangat membantu perekonomian keluarga,” tandasnya. RAWAT PIYIK Perawatan piyik anis merah ketika anakan anis diambil dari kebun lebih kurang umur sebulan. Tentu, perawatan lepas dari masa asuh indukan amat riskan. Butuh ketelatenan dan ketekunan serta kesabaran. Sebab, hamper setiap jam mesti dikontrol dan diberi asupan bergizi. Di alam, secara alamiah, indukan anis merah member pakan alami. Seperti, cacing, biji-bijian, serangga atau ulat yang mengandung protein tinggi kepada anaknya untuk pertumbuhannya. Selain pakan pokok, voor basah ditambah extra fooding cincangan, jangkrik dan kroto. Suplemen tambahan juga diberikan untuk meningkatkan antibody burung, caranya dengan meneteskan kebagian mulut piyikan. “Ini ibarat merawat bayi. Lumayan rumit dan perlu ketelatenan. Hampir setiap jam mengontrol dan meloloh piyikan sekaligus membersihkan kotorannya yang ada di besek. Soal capek itu pasti. Yang penting hasilnya menguntungkan dan bermanfaat buat keluarga,” ujar isti Ketut Konten sumringah. KAKI HITAM DAN LETER – V Perihal kualitas piyik, setiap kicaumania punya pandangan tersendiri. Ada yang fanatk dengan lokasi asal penyebaran anis merah, dan getol dengan mencermati ciri fisik. Menurut Konten, ciri fisik amat menentukan masa depan burung. Misalnya dengan dicirikan, jari pendek dan berkaki sedang leter-V, umumnya bergaya doyong. Ada yang getol dengan ciri fisik kaki hitam, dikombinasikan dengan mulut kuning dan oranye punya keistimewaan ketika dewasa. Selain dari ciri fisik kaki, juga dapat ditelusuri melalui daerah lokasi netas. Beberapa anis merah istimewa bisa ditemukan dibeberapa wilayah di Bali. Di Pupuan Buleleng misalnya, ada beberapa tempat khusus. Begitu juga di daerah Petang, Badung dan Selat hingga ke Culik Karangasem. Harga yang dibanderol sesuai usia burung, piyik di atas 1 bulan misalnya, bisa mencapai Rp 850 ribu hingga Rp 1 jutaan. Hargapun melonjak jika kualitas burung sudah nampak, ketika memasuki usia dewasa. Sebagai gambaran, burung yang muda siap latih dijual di lapangan bisa mencapai Rp 4-Rp 6 jutaan. Apalagi yang siap lomba, usia di atas 1 tahun, jika nampil di lapangan bisa harganya di atas Rp 10 juta. (Diambil dari BnR). | Artikel terkait anis merah:
|